Tidak Percaya

352 52 15
                                    

"Pak Bos, Kak Taufan sudah datang. Dia nyari Bapak"

Gempa yang sedang fokus pada laptopnya menoleh pada salah satu karyawan kafe miliknya.

"Oh, okay. Aku segera kesana. Makasih ya, Syila"

Segera setelah sang karyawan pergi, Gempa keluar dari ruangannya. Berjalan cepat menuju bagian depan kafe, tidak ingin membuat sang 'angin' menunggu.

Gempa melihat Taufan duduk di salah satu kursi di ujung kafe. Menyesap minumannya sembari menatap keluar. Memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang. Gempa berhenti sebentar di meja kasir, ingin merekam dalam benaknya wajah damai Taufan.

Merasa ada yang memperhatikan, Taufan menoleh dan mendapati Gempa terdiam di sebelah meja kasir. Pemuda biru itu melambai tangan sembari tersenyum hangat. Memancing sang brunette untuk ikut tersenyum.

"Sudah lama menunggu?" Gempa bertanya sembari menarik kursi di hadapan Taufan, lalu duduk di hadapannya.

Gelengan pelan Taufan berikan.

"Enggak, kok. Baru beberapa menit, hehehe"

Gempa ikut terkekeh melihat pemuda dihadapannya ini tertawa.

"Jadi? Tumben sekali datang kemari diluar jadwalmu, hm?" tanya Gempa, setengah menggoda. Tentu saja ia tau apa alasan Taufan datang kesana.

"Ish, kan Gem yang ajak buat datang kesini. Gimana sih? Nyebelin banget" Taufan memasang wajah juteknya, yang malah mengundang tawa Gempa.

"Hahaha, aku hanya bercanda. Sensi banget sih, hari ini? Kenapa?" Taufan benar-benar sangat kagum akan kepekaan manusia dihadapannya ini.

"Tidak, hanya ingin menangis karena pasienku tadi. Harusnya aku mendengar perkataan ibuku dulu. Menjadi psikolog benar-benar sanggup membuatku gila. Rasanya setiap kasus bisa mengikis kewarasanku"

Taufan kembali menyesap latte miliknya.

"Itulah, seharusnya kau terima saja lamaranku dan menikah denganku. Jadi kau tidak perlu bersusah payah dengan pekerjaanmu yang sekarang" Taufan tersedak mendengar ujaran santai Gempa.

"Gem, aku kan sudah memberi jawaban untuk itu. Kenapa masih dibahas, sih? Aku kan jadi tidak enak..." suaranya mengecil di akhir kalimat, membuat Gempa terkekeh geli.

"Well, kau memang sudah menolak. Tapi aku tidak bilang kalau aku menyerah sampai di situ saja. Setiap kau mengeluhkan pekerjaanmu, aku akan menawarkan kembali. Sampai kau menyerah dan menerimaku"

"Ya sudah, besok-besok aku tidak mau bercerita lagi pada Gem"

"Memangnya kau mau bercerita pada siapa lagi selain padaku?" tanya Gempa meremehkan. Taufan menatap tak percaya.

"Gem, kamu kok nyebelin banget hari ini? Salah makan, ya?"

Gempa hanya tertawa, terdengar sangat menyebalkan di telinga Taufan. Pemuda biru itu hanya mendengus, kemudian mengalihkan perhatiannya pada seluruh pengunjung kafe.

"Sudah kubilang, bocah merah itu tidak datang hari ini" ucapan Gempa kembali menarik perhatian Taufan.

"Kok tau kalau aku nyari dia?"

"Apa yang tidak ku tau tentangmu?"

Taufan mendengus geli.

"Dasar buaya darat"

Gempa tertawa. Taufan kembali mengalihkan perhatiannya. Melihat sekeliling kafe.

"Jadi masih mau menunggu?" tanya Gempa.

"Bukan menunggu. Aku cuma memastikan, kok. Tapi ya, masih mau duduk disini. Hitung-hitung menjernihkan pikiran dari semua pekerjaanku"

"Karena itu, menikah saja denganku"

"Gempa!!!"

Taufan cemberut sembari memperhatikan Gempa yang tertawa.

'Ternyata benar-benar hanya saat jadwalku saja, ya'

🍃🍃🍃

GemTau kenapa gemes banget, ya? Tapi tenang kok gaes, ini book HaliTau. GemTau cuma penambah keseruan saja, hahahaha

Song and YouWhere stories live. Discover now