C3-Kisah Proklamasi

4 1 0
                                    

Berderai rasanya air mata, entah kenapa hatinya bergejolak dalam diam. Rasanya seperti kemarin kehidupan kelamnya mengibarkan banyak harapan, kini terlihat setitik cahaya terang dari sebuah kabar pada radio butut yang terpajang di atas meja.

Tuhan membuatnya beruntung. Dia Sutan Syahrir, pemuda itu langsung berdiri setelah mendengar kabar yang membuatnya tak bisa berkata-kata. Dengan langkah cepat, pemuda itu berlari meninggalkan rumahnya untuk menemui seseorang.

Jalannya terpontang-panting melawan arah angin, kedua bibirnya nampak sebuah senyum kemenangan.

"Saleh!" Sutan Syahrir berteriak, mengetuk pintu rumah Chaerul Saleh dengan perasaan berkecamuk luar biasa, Chaerul Saleh adalah bagian timnya yakni sebuah gerakan bawah tanah untuk memerdekakan Indonesia tanpa bantuan Jepang.

"Saleh! Apakah kau ada di rumah?" tanyanya, ketika tak ada sahutan terdengar.

"Ada! Ada!" balas seseorang dari rumah itu, membuat tangan Sutan Syahrir terhenti perlahan mengetuk dan menunggu seseorang membukakan pintu.

"Ada kau kemari? Ada yang ingin kau katakan wahai temanku?" tanya Chaerul Saleh.

"Tentu ada! Aku merasa seperti sebuah burung yang terbang bebas sekarang!"

Chaerul Saleh terkekeh geli mendengarnya sambil berkata, "Silakan kau duduk di kursi tuaku itu dan katakan maksud dan tujuanmu menemuiku."

"Aku mendengar Jepang menerima kekalahan yang begitu besar."

Chaerul Saleh yang hendak duduk menoleh serius pada Sutan Syahrir. Pemuda berdiri kembali dan memegang pundaknya. "Apa yang kau katakan ini benar?" tanya pemuda itu memastikan.

"Aku mendengarnya di radio, makanya aku berlari dari rumahku ke rumahmu!"

Chaerul Saleh tersenyum semringah. "Jika, berita ini benar, kita harus menghubungi para pemuda yang bergabung bersama kita!"

"Tentu! Ayo beritahu mereka. Kita harus mempercepat menemui Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera mendesak mereka sesegera memerdekakan Indonesia!"

Chaerul Saleh mengangguk, pemuda itu meraih topinya di atas meja, sambil berkata, "Aku akan mengabarkan berita ini, silakan kau pulang. Aku akan memberitahu mereka untuk berkumpul mendiskusikan ini."

Sutan Syahrir setuju, dirinya akhirnya memilih pulang dan menunggu Chaerul Saleh mengumpulkan pemuda lainnya.

Setelah menyebarkan berita, banyak perwakilan pemuda dari Jakarta berdatangan untuk mendiskusikan tentang penyelenggaraan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

"Bagaimana kita melakukannya? Jepang sudah kalah, tak ada harapan janji dari mereka lagi, akan kupastikan kemerdekaan yang sudah diandai-andaikan ini tidak akan pernah terjadi, jika kita tak segera menemui Soekarno-Hatta!"

"Ucapanmu memang benar adanya! Aku setuju!" Dengan wajah penuh serius, mereka saling menatap satu sama lain, kemudian mata mereka tersorot pada Chaerul Saleh.

"Kita harus menemui Bung Karno dan Hatta. Kita akan mencegat kepulangan mereka dari Vietnam di Kamayoran, Jakarta!" Akhirnya, Chaerul Saleh memutuskan, membuat mereka setuju.

"Aku akan ikut denganmu."

"Aku juga, akan ikut menemui mereka."

Beberapa orang pemuda dan pemudi mengangkat tangan untuk turut membantu, membuat Sutan Syahrir tersenyum haru.

Setelah berdiskusi panjang, besoknya Chaerul Saleh dan kawan-kawan dari kelompok golongan muda menunggu kedatangan Soekarno.

"Bung!" Rombongan Soekarno menghentikan langkah mereka, ketika dari kejauhan terdengar seseorang memanggil.

Berkelana pada DukaWhere stories live. Discover now