June 7th, 2015 - Orang Ketiga Pertama

7 0 0
                                    

Biasanya dia akan mengajakku pergi berbelanja ke pusat perbelanjaan atau ke salon di hari Minggu. Tapi hari ini tidak. Dia tiba-tiba saja datang ke rumahku tanpa pemberitahuan. Wanitaku yang manja biasanya selalu memintaku menjemputnya, hal ini tentunya sangat mengejutkanku.

"Tumben?" tanyaku ketika membukakan pintu untuknya. Dia hanya memandangku kemudian masuk ke dalam rumah dan duduk menyelonjorkan kakinya di sofa.

"Tumben apa?" bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah membalas dengan pertanyaan juga.

"Biasanya kan princess minta dijemput. Kok ini jalan sendiri ke sini?" aku meraih kakinya, meletakkan di pangkuanku dan memberikan pijatan lembut di telapak kakinya.

"Aku bete, Yang." Kulihat dia sedikit meringis ketika pijatanku sampai di tengah-tengah telapak kakinya.

"Bete kenapa lagi? Masih berantem sama temen kantormu yang tempo hari itu?"

"Bukan itu. Aku masih diem-dieman sih sama si Mira jelek itu. Tapi bukan itu masalahnya. Aduh, pelan-pelan, Yang. Sakit tau." Lucu sekali dia kalau cemberut seperti itu. Menggemaskan.

"Maaf. Terus kenapa dong sekarang?"

"Nggak tau, tiba-tiba aja bête. Tahu nggak sih, Yang. Kayak perasaan was-was yang tiba-tiba gitu lho, Yang. Ih, pokoknya bikin bête. Makanya aku buru-buru ke sini pengen ketemu kamu." Jelasnya panjang lebar.

"Kamu lagi PMS kali."

Dia terlihat berpikir, mungkin sedang menghitung periodenya. "Ih, enggak Yang. Biasanya kalau aku PMS juga nggak kayak gini. Biasanya kan aku kalau PMS minta kamu beliin barang-barang." Katanya sambil nyengir tidak merasa berdosa.

"Yaudah, yang penting sekarang kan udah ketemu sama aku. Dan akunya nggak kenapa-kenapa kan? Jadi, sini sekarang cium dulu." Aku merentangkan kedua tanganku berharap dia beranjak dari duduknya dan memelukku.

"Ih, males banget deh." Dia memutar bola matanya. Hal yang biasa dilakukannya jika sedang meledekku. Tak perlu menunggu lama, diapun menyambut rentangan tanganku dan bergelung nyaman di pelukanku.

Kucium puncak kepalanya dan kuusap punggungnya. Hal yang sangat disukainya ketika sedang bersamaku. Persis seperti kucing kecil.

~o0o~

Karena tidak ada hal yang kami lakukan di rumah, akhirnya aku mengajaknya jalan-jalan. Walau aku juga tidak tahu ingin mengajaknya ke mana, yang penting menikmati hari bersama dengannya.

Mobilku terus meluncur di jalanan aspal. Hingga sampai di jalanan yang sudah tidak asing lagi buatku. Mataku celingukan mencari satu tempat yang letaknya sudah agak terlupakan di kepalaku.

"Kamu nyari apa sih, Yang? Tempat makan?" terdengar suara dari samping kiriku. Aku menoleh, suara kekasihku. Ah, aku hampir saja melupakan kalau aku pergi bersamanya.

"Bukan. Bukan tempat makan. Tapi...., nah itu dia." Jawabku sambil menunjuk ke arah toko bunga mungil di kiri jalan yang bagian depannya dipenuhi bunga potong segar berwarna-warni.

"Almira Florist. Toko bunga?" kujawab dengan anggukan. Dia langsung mengikutiku turun dari mobil dan menuju ke toko bunga itu.

Aku berjalan mendahuluinya. Mencari-cari sosok yang belakangan sering mengganggu pikiranku. Dan akhirnya kutemukan gadis bungaku. Sedang berdiri membelakangiku, menata bunga-bunga menjadi satu rangkaian indah.

"Alma." Panggilku.

Gadis bungaku menoleh dan terkejut mendapatiku berada di toko bunga miliknya. "Loh, Mas Dimas ngapain ke sini?" tanyanya.

"Kebetulan lagi jalan di sekitar sini. Jadi ya mampir aja sekalian mau cari bunga." Aku sama sekali tidak mengalihkan pandanganku dari wajah ayunya. Rambut dikucir kuda, tanpa polesan make-up dan pipi yang merona alami.

"Ooh, mau cari bunga apa, Mas?"

"Bunga...," mataku melihat berkeliling mencari bunga apapun yang bisa kupilih. Sampai pada satu titik aku menemukan sepasang mata yang terus menatapku penuh curiga dengan tangan yang saling ditumpangkan di depan tubuhnya.

"Siapa dia?" celaka!!! Lagi-lagi aku melupakan kekasihku. Bodoh!

"Eh, anu. Dia Alma, temanku." Jawabku tidak yakin.

"Fotonya ada di kameramu, Yang! Aku liat tadi pas buka-buka folder di kameramu. Cuma temen kamu bilang?!" cecarnya. Kurasa Alma kebingungan dengan situasi di hadapannya saat ini. Sementara kekasihku melemparkan pandangannya ke arahku dan pada Alma silih berganti dengan mata yang sudah mulai berair. "Kalian selingkuh!!"

"Enggak, sayangku. Bukan gitu. Aku nggak selingkuh." Aku berusaha meraih tangannya tapi dia menepis genggamanku.

"Maaf, Mba. Tapi yang mas Dimas katakan benar, kami tidak punya hubungan apapun." Gadis bungaku mencoba membantuku untuk menenangkan kekasihku.

"Aku nggak percaya!" lalu dia menunjukku dengan jari lentiknya. "Aku benci kamu! Aku pulang sendiri!!"

Dia langsung saja berlari keluar dari toko bunga dan menghentikan taksi yang kebetulan lewat di jalanan itu. Brengsek!! Aku mengacak rambutku frustasi, merutuki kebodohanku sendiri.

Sial!

Random-able!!Where stories live. Discover now