Malam Pemburuan Apophis

95 16 15
                                    

Musik bertabu menjadi satu dengan tarian kuno khas Bahran bersama permainan harpa yang indah. Alunan musiknya senada mengikuti gerak lentik para penari, terlihat seorang penari cantik dengan balutan *hanbok merah muda yang indah mencuri perhatian Jongin. Ia yang menegak secangkir anggur dengan tatapan yang tak lepas dari liukkan gemulai bulatan peach si cantik. Menarik, itu yang terpikirkan olehnya.

"Jangan macam-macam, Jongin. Ini pertama kalinya kau menghadiri perayaan besar seperti ini. Jangan membuat keributan yang bisa membuat ayahmu menanggung malu." Bisik temannya, Liu Xi, si pencuri kue.

"Yeahh- sebentar."

Pemuda berkulit tan itu menaruh cangkirnya diatas meja yang penuh dengan deretan panjang makanan, mulai dari kue yang tersusun tinggi, makanan tradisional, hingga makanan berat hasil tani rakyat Bahran, demi menghampiri si penari yang telah selesai dengan lenggak-lenggoknya. Liu hanya berdecak sembari menggelengkan kepalanya, heran.

Disisi lain, seorang pria yang telah berumur setengah abad lebih itu terengah-engah mencari seseorang yang ingin sekali ia tarik telinganya hingga menjadi butiran-butiran daging. Dua orang pengawal yang senantiasa mengikutinya tampak turut panik menelusuri koridor-koridor istana.

"Kau sudah mengatur semuanya dengan baik?" Ujar seorang pria yang merupakan perdana menteri Bahran, ayah Jongin.

"Ya, tuan. Semua sudah dipersiapkan dengan sangat baik, tanpa kesalahan sedikitpun."

"Bagus. Sekarang aku akan mengecek anakku."

Pelayan yang semula berbicara dengan perdana menteri itu merendahkan tubuhnya sebagai tanda hormat. Manik hitam nya melihat rembulan penuh yang bersinar cerah di langit malam, hatinya sedikit gundah. Begitupun dengan perasaan sang perdana menteri Bahran.

"Buka pintunya." Perintahnya.

Seorang penjaga membukakan pintu yang menjadi kamar Jongin, dan mempersilahkan pria itu masuk. Yang pertama kali ia dapatkan adalah suasana kamar yang gelap, dan segundukkan tubuh yang berbaring dibalik selimut yang menutupi seluruh tubuhnya di bawah sinar rembulan yang melewati kaca jendela kamar tersebut.

"Jongin, kau sudah tidur, nak?"

Sang ayah menyentuh pundak anaknya, namun ia justru merasa aneh. Hingga emosinya seketika memuncak ketika ia mendapati hanya sebuah guling yang ada dihadapannya. Ia segera memerintahkan para penjaga di depan untuk menemukan anaknya yang nakal itu.

"CARI SAMPAI ANAKKU DITEMUKAN DAN SERET BOCAH NAKAL ITU KE HADAPANKU!" teriaknya penuh amarah, bahkan urat-urat di lehernya tampak menunjukkan eksistensinya.

Seorang kepala pelayan yang mengurus segala keperluan Jongin turut gundah menatap pada garis kemarahan yang tergambar jelas di wajah sang perdana menteri Bahran, Yunho Arius Orfeotrina.

"Tuan, tenanglah. Tuan muda pasti akan ditemukan."

"BAGAIMANA AKU BISA TENANG, DAMIAN, JIKA NYAWA ANAKKU SAJA DALAM BAHAYA SEPERTI INI!!" teriaknya.

Beberapa pelayan yang mendampingi Yunho tampak ketakutan, hingga helaan napas kasar dari ayah Jongin itu terdengar. Ia memijat kepalanya, pusing melanda seketika memikirkan kenakalan demi kenakalan yang anaknya ciptakan hari demi hari.

"Hari ini tepat malam pemburuan Apophis, sejak kejadian Jongin kecil yang memegang peninggalan pusaka kuno Horus, ia selalu dibayang-bayangi oleh bayang Apophis. Aku sangat takut, Damian. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk pada anakku?"

"Saya mengerti kegundahan Anda, Tuan. Tidak akan terjadi sesuatu yang buruk pada Tuan Muda Jongin. Dewi Tikhe pasti menyertainya."

Raut wajah Yunho yang semula perlahan memudar lemas sembari menatap pelayan satu-satunya yang selalu mendampingi Jongin sejak ia dilahirkan, "Semoga. Kuharap juga begitu, Damian."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 06, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ENIGMAWhere stories live. Discover now