Langkah Kedua Dimulai

126 16 1
                                    


Satu hari setelah ia mendapat ijin dari Anthonio ia mulai membereskan barang barangnya. Berjalan disepanjang lorong pada malam hari setelah ia berlatih Senjata api untuk terakhir kalinya ditempat ini.

Menuju kamarnya berada di ujung lorong panjang ini. Bersiap membersihkan dirinya kemudian berurusan dengan barang bawaannya.

"Apakah kau sudah bersiap ?" Tanya seorang pria setelah mengetuk pintu dihadapannya.

"Masuklah"

Setelah mendapat jawaban, pria itu membuka pintu dan memasuki ruangan. Dihadapannya ia melihat seorang gadis yang tengah menata barang yang telah ia persiapkan.

"Jadi...aku tidak perlu membantu ternyata" ungkap pria itu setelah semua barang sudah dipersiapkan, berjalan menuju kursi disamping kamar tidur gadis itu kemudian duduk disana dan melihat gadis itu menuju pinggiran kamar tidurnya dan duduk diatasnya menghadap dirinya.

"Katakan sekarang" ucap gadis itu menatap pria itu.

Pria itu diam sesaat sebelum menghela nafas berat dan berkata dengan menghindari mata lawan bicaranya. "Apakah kau tidak bisa tinggal"

Tangan gadis itu mengambil liontin yang tergantung dilehernya dan membukanya, menatapnya Lamat - Lamat.

"Aku tetap pada keputusanku"

Pria itu mulai menatap gadis itu, Dia adalah gadis keras kepala dan sangat berambisi pikirnya. Tetapi tatapannya mulai melembut melihat mata gadis itu tetap pada liontin yang terbuka.

Gadis itu menutup liontinnya setelah merasa pria itu sedang menatapnya. Setelah beberapa saat hening ia berkata.

"Apakah ada keperluan lain?" Tanyanya datar.

Pria itu tersadar setelah beberapa saat memandangi wajah gadis itu.

"Huh... Aaaa tidak ada..."

"Jika tidak ada maka keluarlah"

"Bagaimana kau berbicara seperti itu setelah aku menawarkan bantuan?"

"Tapi kau tidak membantuku" jawab Gadis itu dingin. Bangkit dan melangkahkan kakinya kearah pintu segera membukanya kemudian menatap pria yang masih betah duduk dikursi.

Melihat gadis itu dengan sikapnya, pria itu terkekeh dan mulai berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah pintu setelah dihadapannya ia mulai berkata sambil menatap matanya.

"Jangan lupa untuk memberiku kabar jika sudah sampai disana"

"Hm"

Setelah pria itu keluar dari kamarnya.
Menutup pintu kemudian ia berjalan menuju kamarnya dan menghempaskan tubuhnya. Ia harus mulai tidur sekarang, besok sebelum fajar menyingsing ia akan pergi dari tempat ini. Tempat ia menghabiskan 15 tahun untuk berkembang dan melatih dirinya untuk mencapai tujuannya.

"Langkah kedua .... Aku datang" gumamnya sebelum dia menutup mata.

-----------------------------------------------------

Pagi hari sebelum fajar menyingsing. Di sebuah halaman luar bangunan besar itu, Gadis berpakaian serba hitam dengan ransel besar dibelakang punggung nya berjalan menuju banyaknya orang.

Lisa menatap Anthonio dan pria yang ia temui semalam di kamarnya berdiri bersisihan seolah menunggu nya. Dibelakangnya berdiri berbaris puluhan orang berseragam lengkap dengan senjata menunggu untuk diperintah.

"Apa ini ?" Tanya gadis itu malas, ia merasa begitu bodoh untuk merencanakan waktu kepergiannya berharap tidak bertemu dengan orang-orang dihadapannya.

"Well ... Sebuah pengawalan untuk seorang gadis satu satunya dari bagian kami yang akan pergi dari tempat ini, bukankah ini adalah hal yang normal?" Jawab pria disamping Anthonio dengan senyuman bodoh.

PURPOSEOnde as histórias ganham vida. Descobre agora