Derit pintu terbuka membuatku menyipitkan mata. Ada secercah cahaya memasuki ruangan, cukup mengganggu penglihatan. Sepertinya hari sudah mulai siang karena teriknya begitu menyilaukan.

"Sudah bangun tuan puteri?" Letta berjalan menghampiriku. Sengaja menginjak salah satu kaki yang memang sengaja terjulur lurus ke depan karena rasa lelah yang kurasakan.

"Sakit kah?"

Haruskah dia bertanya ketika mendengar suara rintihanku?

"Kamu akan mendapatkan rasa sakit yang jauh lebih sakit dari pada ini, Alana. Bersiaplah. Ratapi kesalahanmu sendiri. Kebodohanmu yang membuatmu bisa sampai ada di tempat ini. Mengapa memilih untuk membohongiku? Kamu menyukai suamiku kan? Atau jangan-jangan bukan Jefri yang menghamilimu?"

"Kalau memang bukan, bisakah Ibu melepaskan saya?"

"Jangan bermimpi manusia tak tahu diri."

Sekujur tubuhku sakit karena dia bermain kasar. Menarik rambutku hingga beberapa helai terlepas dari tempatnya. Tak segan-segan dirinya juga menampar ke dua pipiku. Sakit, sungguh, aku tidak bisa menahan rasa sakitnya. Kepalaku mendadak pening. Perutku semakin sakit karena dia yang menekannya dengan kuat.

"To-tolong, jangan sakiti mereka."

Air mata sudah jatuh membasahi pipi. Tetapi wanita yang akan menjadi seorang ibu ini semakin menjadi. Dia memperlihatkan sebuah pisau lipat ke arahku.

"Haruskah kita bermain ini sekarang?"

Aku bergerak mundur. Tidak ada tempat untukku bersembunyi. Baru saja ingin berdiri dia lebih dulu menarik rambutku dengan kasar hingga aku mendongak ke arah atas dan kembali merasakan sakit itu.

"Lepas."

"Semudah itu kah aku bisa melepaskanmu? Sudah lama sekali aku menunggu hari ini, Alana. Tidak masalah kalau aku harus mengotori tanganku sendiri untuk membunuhmu. Sepertinya Jefri akan mengingat tanggal ini. Tanggal dimana dia harus kehilanganmu dan juga kehilangan anak-anaknya, maybe. Kamu pasti tahu kan bagaimana rapuhnya dia setelah tahu kalian mati?"

"Dan kamu pasti tahu sejauh apa dia akan membalasmu nanti."

"Kamu? Mana rasa hormatmu kepadaku?"

Aku tersenyum tipis. Di saat seperti ini apa dia masih menginginkan aku menghormatinya? Sangat gila. Benar apa yang dikatakan Jefri bahwa perempuan ini sakit.

Dengan sekuat tenaga yang tersisa aku mendorong tubuhnya hingga jatuh tersungkur.

"Alana, berhenti! Atau aku akan membunuhmu sekarang. Kamu tidak akan bisa kabur dengan perut besarmu itu."

Berhasil, aku berhasil kabur dari mereka. Napasku terengah dan Pandanganku pun mulai mengabur. Aku berjalan merambat di tembok yang berlumut. Berusaha mencari pertolongan dalam diam karena darah yang mulai mengalir di sela kedua pahaku.

Tuhan, jangan sekarang. Aku tidak ingin kehilangan mereka.

Aku berusaha untuk tidak mengeluarkan suara karena aku takut mereka bisa mendengarnya. Suara kereta api semakin terdengar jelas. Dengan langkah tertatih aku berjalan ke arah sumber suara itu, berharap bisa menemukan seseorang yang bisa membantuku keluar dari area ini.

Nihil, kau tahu bagaimana rasanya ketika pasrah dengan keadaan? Aku tidak menemukan siapa pun. Hanya stasiun terbengkalai yang aku temukan. Bagaimana bisa aku sampai terjebak di tempat ini. Anehnya masih ada kereta api yang berlalu lalang di atas rel tersebut.

"Hai, ternyata kamu hanya bisa sampai sejauh ini?"

"Letta, tolong bawa aku ke rumah sakit."

"Apa peduliku?"

"Mereka anak-anak Jefri. Bukankah kamu juga menginginkan kehadiran mereka?"

"Aku tidak pernah menginginkannya Alana. Asal kamu tahu. Jefri tidak setulus itu. Dia juga ikut andil dalam kematian orang tuamu. Ya, aku memang tidak sengaja menabrak mereka hingga mereka tewas di tempat."

"Kamu pembunuh?!"

"Dan akan tetap seperti itu karena aku juga akan membunuhmu."

"Letta, kamu sakit. Aku bisa membantumu sembuh."

"Jangan pernah berpikir untuk bernegosiasi denganku."

"Letta!" jeritku karena dia sengaja mendorong tubuhku mendekati rel kereta api.

Dia tidak berniat untuk melepaskanku karena salah satu tangannya masih setia menarik pergelangan tanganku sampai suara ketera api yang ingin melintas kembali terdengar. "Ucapkan selamat tinggal pada Jefri."

Maafkan aku Jefri karena tidak bisa menjaga mereka.

Aku tidak menyangka bahwa mimpi yang pernah aku alami akan menjadi kenyataan. Bertemu dengan Letta dan dirinya yang terobsesi membunuhku tepat di salah satu stasiun sama persis dengan apa yang ada di dalam mimpi bedanya tempat ini tidak berpenghuni sedangkan di dalam mimpi banyak orang yang melihat tubuhku terseret oleh kereta api.



-----------------------------------
Mak lampir ini jahat banget.

Bunda Pengganti | Jung Jaehyun ✔️Where stories live. Discover now