D-Day

266 35 6
                                    

Apa yang aku takuti pun terjadi

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

Apa yang aku takuti pun terjadi. Bagaimana aku bisa menjelaskan kepada dua wanita yang sedang menatapku tajam saat ini? Oma dari Sean sedang menatapku dengan nyalang begitupun dengan ibu dari Sean yang menatapku dari atas sampai bawah dengan raut yang begitu menjijikkan.

Di saat aku sedang sendiri di rumah ini. Mengapa mereka datang?

"Cepat katakan, itu bukan ulah cucuku kan?"

"Mana mungkin Sean berbuat seperti itu, Ma," sahut sang anak.

Aku menatap bingung keduanya. Rasanya tidak mungkin jika Sean mengatakan bahwa baby JJ adalah darah dagingnya.

"Sedari awal aku sudah memberitahumu untuk menjauhkan wanita ular ini dari hidup Sean. Kamu pasti menggoda cucuku kan?"

"Siapa Ayah dari anak yang kamu kandung?" Wanita paruh baya itu merubah posisinya menjadi berdiri. Lantas kaki jenjangnya berjalan ke arahku tanpa menatap ke arah lain. Tentu saja aku bergerak mundur ketika beliau bergerak maju hingga tidak sadar aku sudah terpojokkan. Tidak ada lagi tempat untuk aku kabur setelah ini.

Tatapan bencinya itu begitu menakutkan. Jujur aku tidak ingin melihatnya lagi. Mendapat perlakuan seperti ini dari mereka membuat diriku tidak bisa bernapas dengan baik.

"Sudah seringkali saya bilang, berhenti mengganggu hidup Sean. Kamu itu benalu untuk putra saya. Kalau memang kamu butuh uang, cari dari pria lain. Bagaimana bisa anak saya meminta restu untuk menikahi kamu terlebih dia mengaku telah menghamili kamu. Kamu pikir semudah itu saya percaya?"

"Jelas sekali Sean tidak akan melakukan itu. Dia bukan pria bodoh yang dengan mudahnya dikadali perempuan seperti dia."

"Pasti kamu menjebak anak saya kan?" Tamparan keras itu sudah tidak bisa terelakkan lagi. Rasanya sangat perih bukan cuma di pipi tapi juga rasa sakit di hati yang sangat membekas.

Bagaimana bisa mereka memperlakukanku seakan aku adalah benalu untuk Sean? Bagaimana bisa mereka berpikir aku menjebak Sean agar Sean mau menikahiku? Dan yang tidak bisa habis pikir mengapa Sean melakukan ini? Apa dia tidak berpikir dampaknya untukku nanti.

"Sejak dulu kamu itu hanya pembuat onar. Wanita tidak tahu diri. Begini caramu membalas kebaikan anak saya?"

"Pergi jauh dari hidup cucu saya. Berapa banyak uang yang kamu minta?" Aku menatap oma dari Sean dengan tatapan tidak suka.

Sadar diri aku hanyalah seorang bunda pengganti. Namun, mereka tidak pantas melakukan itu kepadaku. Aku juga memiliki hati.

"Berapa banyak yang kamu minta? Kami akan memberikannya kepadamu. Tapi dengan syarat, jauhi Sean dan jangan pernah kembali ke kota ini."

"Tanpa Ibu minta saya akan menjauhi Sean. Tapi apakah anak Ibu bisa jauh dari saya?"

"Berani sekali kamu. Begini cara kamu berbicara dengan orang tua?"

"Saya akan bersikap sopan kalau mendapat perlakuan yang serupa." Masa bodoh dengan apa yang mereka pikirkan tentangku. Aku hanya perlu bertahan karena apa yang mereka katakan semua tidak benar.

"Bu, tolong. Ibu bisa sakiti saya. Tapi tolong, jangan sakiti mereka."

"Nasya, jangan bertindak gegabah. Kandungannya sudah membesar. Kamu mau anakmu membencimu?"

"Biarkan saja Ma, biar dia mati. Nay tidak sudi memiliki menantu pelacur seperti dia."

Sekujur tubuhku rasanya sakit. Aku tak bisa menopang tubuhku sendiri karena tarikan yang begitu kuat bahkan ibu dari Sean sempat menekan perutku dengan sekuat tenaga. Tidak peduli dengan darah dan air ketuban yang sudah mengalir dari kedua pahaku.

Nak, Bunda mohon. Tolong bertahan.

"Ibu, tolong," ucapku lirih dengan genangan air mata yang siap meluncur.

Sakit, sangat sakit. Aku tidak bisa menjabarkan bagaimana rasa sakitnya.

Mereka terdiam kaku menatapku yang sedang kesakitan. Salahkah jika aku berpikir mereka tidak memiliki hati? Mereka manusia yang tidak memiliki hati. Bagaimana bisa mereka pergi meninggalkanku dengan kondisi seperti ini?

"Jeefff...."



***




Pemandangan yang sangat bagus. Aku tidak bisa berhenti memandangi ciptaan Tuhan yang begitu indah. Rasanya hanya ingin menetap di tempat ini. Meninggalkan dan melupakan semua yang telah aku lalui. Berdecak kagum sembari menyusuri sungai. Cuaca begitu terik tapi sangat menyejukkan hati. Entah sedang dimana aku berpijak. Yang jelas aku tidak pernah datang ke tempat ini.

Suara Juna kecil yang sedang menangis membuatku menoleh dan mencari sosok itu. "Juna?"

Hanya suara, aku tidak melihat sosoknya sekalipun. Suara itu sempat menghilang lalu kembali muncul membuatku berjalan kesana-kemari untuk mencari keberadaan adikku.

"Jun? Kamu dimana?"

Tidak ada lagi suara yang terdengar, hanya suara sungai yang mengalir yang terdengar jelas di telinga.

"Kak, jangan pergi."

"Juna?"

"Juna, Kakak di sini."

"Juna!"

"Kak?"

Perlahan kedua mataku terbuka. Menatap langit kamar berwarna putih. Bau obat-obatan yang menyengat membuatku tersadar dimana aku sekarang.

"Kak, ada yang sakit? Juna panggil dokter ya?"

"Juna-"

"Jangan banyak bicara, istirahat dulu. Kakak baru saja sadar setelah operasi Caesar."

Caesar? Aku sudah melahirkan?

"Jun, mereka-"

"Si kembar, kondisi mereka sehat. Kakak tidak perlu khawatir. Sekarang Kakak istirahat dulu."

"Jefri?" Dia sudah berjanji akan menemaniku di saat aku melahirkan.

"Lupakan dia. Tolong, ini demi kebaikanmu dan juga si kembar. Tunggu di sini. Dokter memintaku untuk memberitahu kalau Kakak sudah sadar."

Juna, apa yang kamu pikirkan tentang Jefri? Bukankah sudah seharusnya dia mendampingiku saat melahirkan. Aku hanya ingin si kembar merasakan ayahnya ada di dekat mereka.

Benarkah aku sudah melahirkan si kembar? Rasanya aku tidak mengingat apapun. Apa yang sudah terjadi padaku setelah ditinggalkan oleh dua wanita kejam itu? Bagaimana aku bisa bertahan? Sungguh, aku tidak mengingatnya sama sekali.

"Selagi saya masih baik. Tolong pergi dari sini."

"Juna, apa perlu saya memohon. Saya hanya ingin bertemu dengan istri saya."

Jefri, kamu kah yang ada dibalik pintu itu?

"Anda tidak perlu bersusah payah untuk datang kemari. Ayah dari si kembar sebentar lagi datang."

"Kamu lupa siapa yang membawa Alana ke tempat ini?"

"Jangan pernah berpikir saya akan luluh hanya karena Anda yang membawa kakak saya kemari."

"Tolong pertemukan saya dengan Alana." Suara itu semakin samar. Aku tidak bisa mendengar keributan yang terjadi di luar.

Apa benar Jefri yang membawaku kemari? Apakah dia yang menemaniku saat melahirkan? Kenapa aku tidak mengingatnya sama sekali?



-------------------------------------
Welcome to the world si kembar....

Bunda Pengganti | Jung Jaehyun ✔️जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें