"Ya sudah kalau gitu, lo hati-hati. Kalau ada apa-apa kabarin gue. Gue pasti bakal ada buat lo."

"Makasih."

Almira pun meninggalkan kontrakannya setelah berpamitan kepada kedua adiknya. Vani pun terpaksa tidak masuk sekolah hari ini demi membantu Almira untuk menjaga adiknya yang masih bungsu itu.

Dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Almira pun sampai di kediaman Pak Wijaya, calon sugar Daddy gagalnya.

"Selamat pagi, Tante," ucap Almira ketika sudah sampai. Di sana juga sudah ada Revan beserta kedua orang tuanya dan juga seorang pengacara.

"Saya sudah membuat surat perjanjian, ada beberapa poin yang harus kamu ketahui dan ingat. Setelah bayi itu lahir, ingat kamu tidak memiliki hubungan apapun dengan bayi itu. Meskipun kamu wanita yang melahirkannya. Tapi anak itu bukan berasal dari sel telur milikmu. Yang kedua, kami tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi sama kamu kedepannya. Misalkan sesuatu yang tidak inginkan."

"Contoh, jika kamu meninggal saat melahirkan. Kami tidak bertanggung jawab atas anggota keluargamu, contoh lainnya kamu tidak bisa hamil lagi. Tapi semoga saja itu tidak terjadi. Tapi adalah resiko kemungkinannya, soal pembayaran yang sudah kamu sepakati yaitu satu miliar akan dibayar di muka sebesar 200 juta rupiah hari ini dan sisanya akan diberikan jika embrio yang sudah di transfer ke rahim kamu berhasil menjadi janin. Dan sisanya akan dibayarkan setelah bayi itu lahir ke dunia dengan selamat."

Almira mendengarkan semua penjelasan itu dengan cermat. Meskipun ada rasa takut dalam hatinya jika seandainya dia meninggal saat melahirkan bayi tersebut. Namun sebisa mungkin Almira menghilangkan pikiran negatif itu. Almira tidak boleh mati sebelum adik-adiknya bahagia. Apalagi Ibrahim, adik kecilnya yang memang sangat membutuhkan dirinya sebagai pengganti orang tua mereka yang sudah meninggal.

"Saya menerimanya," kata Almira dengan lugas dan penuh keyakinan.

"Kalau begitu, kamu bisa tandatangan di sini."

Pengacara Revan menunjuk di mana Almira harus tandatangan. Almira pun paham, tanpa ada keraguan sama sekali dalam dirinya. Almira membubuhkan tanda tangannya di sana.

"Selama kamu hamil, kamu akan mendapatkan pengawasan langsung dari saya," ucap Tina.

"Dan untuk tempat tinggal, kamu akan tinggal di apartemen. Agar kehidupan kamu lebih tertutup dan tidak terganggu oleh orang-orang yang memandang kamu hamil sebelum menikah. Kesehatan batin dan fisik itu harus sanggup diperhatikan," lanjut Tina. Sebenarnya dia bisa saja meminta Almira untuk tinggal di rumahnya yang besar. Namun, mengingat siapa Almira. Tina takut jika suaminya diam-diam menjalin hubungan dengan Almira.

"Saya juga akan mengawasi kamu secara langsung. Setiap pemeriksaan kehamilan, saya yakin akan mengantar kamu," ucap Revan.

Surat perjanjian telah ditandatangani, kini mereka hanya tinggal mengurus paspor Almira agar bisa terbang ke Singapura. Dan selama Almira melakukan proses ini. Almira menitipkan adik-adiknya pada Pandu. Uang yang sudah diterimanya pun langsung dibayarkan ke para rentenir dan sisa gajinya sebagai karyawan toko kelontong dia berikan pada Pandu untuk menjaga adik-adiknya selama dia di Singapura nanti.

Almira tidak tahu berapa lama dia akan berada di sana, entah satu Minggu kurang atau bisa jadi lebih.

Dan disinilah Almira sekarang, di rumah sakit di Singapura, menggunakan baju pasien untuk melakukan transfer embrio ke dalam rahimnya.

Jantung Almira tidak berhenti berdetak kencang, bahkan keringat dingin keluar dari keningnya. Almira berharap semua ini bisa berjalan dengan lancar dan tidak membutuhkan waktu lama transfer embrio telah selesai, hanya membutuhkan beberapa menit saja.

Rahim sewaanWhere stories live. Discover now