"Aman..."

"Kamu diam ya. Kakak mau keluar cari kerjaan."

"Baik, Kak."

"Vani ingat pesan Kakak."

"Ingat Kak."

Almira menidurkan Ibrahim di kasur lepeknya. Sepertinya, dia harus menerima tawaran dari mami Dewi untuk jadi wanita malam. Kerja sebagai kasir di toko kelontong hanya bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tapi tidak dengan membayar hutang yang ditinggalkan orang tuanya yang cukup besar itu. Hutang yang mana tidak dibayar bunganya akan semakin besar. Dari awalnya puluhan juta kini semakin bertambah menjadi ratusan juta. Entah Almira tidak tahu bagaimana mereka menghitung bunga tersebut.

"Akhirnya, kamu keluar juga, Almira."

Almira terkejut ketika mengetahui jika para rentenir itu belum pergi juga dari kontrakannya.

"Maaf, Bang. Tolong beri saya waktu. Saya pasti akan membayarnya. Abang tenang aja."

"Heh Almira, saya udah kasih waktu cukup banyak untuk kamu. Katanya bulan, bulan depan. Mana buktinya gak ada. Pokoknya saya gak mau tau, sekarang kamu bayar. Kalau enggak, kita bakal bawa adik kamu sebagai jaminan."

"Tolong, Bang. Jangan lakukan itu. Saya janji, satu Minggu lagi. Hutangnya akan saya lunasi."

"Alah, kami gak percaya sama semua ucapan kamu. Lebih baik sekarang buka pintunya, kami mau bawa adik kamu."

Almira menggelengkan kepalanya. "Bang saya mohon, jangan bawa adik saya. Saya janji. Minggu depan uangnya sudah ada."

Almira menyatukan kedua tangannya, menatap pria berbadan kekar itu penuh permohonan.

"Baiklah, satu Minggu lagi kita akan datang ke sini. Tapi hutang Bapak kamu bertambah jadi dua kali lipat."

"Apa, Bang? Kenapa bisa gitu!" Almira terkejut mendengar ucapan para penagih hutang itu.

"Kalau tidak mau bertambah, bayar sekarang juga."

"Tapi, Bang. Kalau bayar sekarang saya gak punya uang."

"Itu urusan kamu. Pokoknya kita gak mau tau, Minggu depan kita balik lagi ke sini. Uangnya harus ada. Kalau enggak, mau gak mau adikmu yang masih bayi itu kami ambil dan jual sama orang kaya yang gak punya anak."

Setelah mengatakan itu para rentenir pun pergi meninggalkan kontrakan kumuh Almira.

Almira yang melihat mereka sudah benar-benar pergi langsung saja pergi ke tempat dirinya bekerja sehari-hari.

Namun Almira ingat, jika dia pernah ditawari oleh seorang mucikari di sebuah klub ternama untuk gabung. Mungkin ini adalah jalan satu-satunya agar dia terbebas dari hutang yang ditinggalkan oleh orang tuanya.

"Semoga ini adalah keputusan yang baik, meskipun aku tahu Ini dosa. Tapi aku gak mungkin biarin adik aku dijual sama mereka."

Almira memutuskan untuk mengirim pesan pada wanita yang biasa di sebut mami untuk bertemu di salah satu cafe terdekat.

***

Di kafe

"Kamu yakin mau jadi wanita simpanan."

"Iya, Mi," balas Almira.

"Kamu masih perawan?" tanya Mami Dewi. Mucikari yang sudah banyak memiliki pengalaman jauh itu.

"Iya, Mi."

"Bagus, kebetulan sekali saya punya klien baru. Dia minta yang masih virgin."

"Mi, Saya minta bayarannya di muka boleh?" tanya Almira.

Rahim sewaanWhere stories live. Discover now