01| Ale aja.

92 64 38
                                    

Tiga hari sudah berlalu, artinya pengenalan lingkungan sekolah sudah berakhir. Pagi ini fakta yang ingin Gie hindari malah terjadi. Gie satu kelas dengan Jael. Semoga Gie selamat dari bucin-bucinan jaman SMA.

Setelah kejadian di rumah itu Gie rasa Jael perlu dimasukan kedalam orang yang harus Gie hindari. Please deh Gie cuma pengen hidup tenang semasa SMA.

Jujur, Gie akui Jael itu ganteng. Maka dari itu Gie jadi takut kalau dia harus satu kelas dengan Jael. Gie memang sedih jika tidak punya teman. Tapi akan menjadi mimpi buruk kalau temannya itu Jael. Gie bisa prediksi Jael akan terkenal di SMA ini.

Pagi ini Gie berjalan gontai menuju kelas. Gie tidak tau akan duduk dimana? Dengan siapa? Yang terpenting dia sampai di kelas lebih dulu dibanding yang lain. Agar orang yang mengajaknya berbicara. Karna jika dia telat bisa saja dia yang memulai pembicaraan dengan, "Yang duduk disini siapa? Boleh duduk di sini ga?" Gie memilih orang yang mengatakan kalimat itu.

Untungnya kelas masih sepi setibanya Gie di sana. Hanya ada tiga orang di kelas. Dua perempuan di kursi bagian depan. Gie tebak mereka anak rajin kebanggaan para guru. Terbukti dua perempuan itu bukannya mengeluarkan ponsel malah buku.

Satu orang lagi laki-laki duduk bagian belakang paling ujung. Itu manusia semacam Jael Gie tebak. Bisa dibuktikan dengan dia yang mengambil kursi paling belakang buat tidur. Seperti yang sedang dilakukan laki-laki itu. Bahkan saking niatnya anak itu bawa bantal tangan berwarna kuning. Memang niat sekali pergi sekolah untuk tidur.

Gie memilih kursi bagian tengah saja, urutan tiga dari belakang, dekat jendela. Sedikit damai bisa melihat langit dan keluar kelas. Gie meletakan tasnya, duduk dan memilih bermain ponsel dibanding membaca buku, Gie alergi buku. Serius! Apalagi buku pelajaran. Belum apa-apa Gie akan merasakan kepala berkunang-kunang, pengelihatan kabur, menelan rasanya pahit, dada sesak.

"Boleh duduk disini nggak?" itu suara perempuan. Cantik, Gie akui itu. Ternyata sudah banyak yang datang. Hanya tersisah beberapa kursi yang kosong dan juga meja.

"Lima ribu," tawar Gie.

Perempuan itu tertawa, Gie tidak tau memang ini salah satu manusia receh atau sikap dari menghargai. Apapun itu, Gie ikut tersenyum.

"Ntar deh pulang gue traktir minum."

Loh, emang kita dekat?

"Gapapa, temenin sebentar doang." Tambahnya. Seakan-akan dia bisa membaca pikiran Gie.

"Emang mau ngapain?"

"Ngulur waktu buat ga cepat pulang." Ucapnya, Gie tidak ingin banyak bertanya. Takut-takut salah bicara. Bagi Gie mendingan diam dari pada salah bicara, apalagi menyakiti hati lawan bicara. Tidak enak.

Gie mengangguk. Artinya menyetujui.

"Eh nama lo siapa deh?" tanyanya lagi.

"Gie, lo?"

"Aeleasha, panggil Asha aja."

"Gamau, Ale aja." Tawar Gie.

"Gue ga mau!" tidak terima panggilanya di ubah.

"Loh, Asha itu ribet anjir, Ale aja!"

"Ale jelek, ntar gue dikatain minuman." Perempuan itu memberi alasan.

"Asha itu ribet, gue kudu ngeluarin napas manggil nama lo, kaya As... hahhhh!" ucap Gie memberi opini yang meyakinkan.

Tiba-tiba Jael datang, anak itu sepertinya baru sekali tiba di kelas. Terbukti tas yang masih di sandang di punggungnya. "Iya bener kata Gie, Ale aja." Sela Jael. "Kannn." Kata Gie.

"Lo siapa deh?" tanya Ale. Siapa yang tidak bertanya jika tiba-tiba saja ada yang motong pembicaraan, mana tidak kenal.

"Oh gue Jael, temen Gie." Diangguki Gie.

"Yaudah terserah suka-suka lo pada aja." Ale menyerah.

"Gue ikut," kata Jael.

"Kemana?" tanya Ale.

"Lo bilang tadi mau traktir Gie minum? Gue juga!!"

"Boleh, manggil Mami dulu ke gue."

"Biar apa?"

"Biar lo jadi anak gue, biar lo gue jajanin."

"Ga mau, gue punya Bunda ga mau nambah."

"Yaudah ga boleh ikut." Ale seperti mengancam anak kecil.

"Bahaya gue biarin Gie sendirian jalan sama orang yang baru di kenalnya." Mendapat pukulan dari Gie. "Huss mulut lo!"

"Lo pikir gue cewe apaan anjir?" Jael mengedikan bahu, artinya tidak mau tahu.

Jael berjalan kebelakang meja Ale dan Gie, ternyata sudah ada yang menduduki satu gender dengan Jael.

"Gue sini ya." Ucap Jael minta persetujuan.

"Yoi." Singkatnya.

Bel pertanda masuk berbunyi, diikuti Guru yang masuk kelas. Kelas mereka disusul seorang Bapak Guru yang Gie akan menjadi Walikelas mereka salama satu tahun. Umurnya sekitar kepala tiga, lumayan muda lah. Dari tampangnya, Bapak ini sangat dingin, tidak bisa diajak bercanda.

"Itu yang di ujung masih tidur tolong di bangunin dulu temennya nak." Segera di bangunkan oleh yang duduk di sampingnya.

"Udah, udah pada seger yaa. Bapak izin perkenalkan diri." Ucapnya ramah. 

Oh ramah.

"Perkenalkan nama Bapak, Jonathan Mahtama. Biasa dipanggil Pak Jo. Bapak akan menjadi Walikelas kalian selama satu tahun kedepan. Ada pertanyaan?"

Tidak ada yang menunjuk tangan di kelas tapi mereka langsung menyuarakan pertanyaan demi pertanyaan.

"Baik, baik, baik. Bapak jawab dari pertanyaan yang banyak di tanyakan. Bapak Guru bahasa Inggris, umur 28, untuk sekarang belum punya pendamping, tidak tau minggu depan."

Kelas ribut di dominasi suara murid perempuan, Gie jengah. Perkara Guru muda teman-temannya pada mau mendaftarkan diri katanya. Apa-apaan, seperti tidak ada yang seumuran saja. Memang sih Pak Jo itu ganteng,  juga, tinggi, dan penampilannya rapi. Menambah kesan keren di diri Pak jo. Tapi kan dia Guru!! Masa teman-temannya mau embat juga?

"Tenang duluu.. tenang, tenang kita perkenalan dulu one bye one. Setelah itu kita memilih perangkat kelas."

***

𝘼𝙚𝙡𝙚𝙖𝙨𝙝𝙖 biasa dipanggil Asha tapi Gie sama Jael ga mau ribet

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

𝘼𝙚𝙡𝙚𝙖𝙨𝙝𝙖 biasa dipanggil Asha tapi Gie sama Jael ga mau ribet. Ale saja.

2 wara| JaeminWhere stories live. Discover now