01| Jael deket mama.

90 67 60
                                    

"Kids, sejak kapan lo dekat sama anaknya Pak Agung?"

Jaelkah maksudnya?

"Engga dekat, emang kenapa?"

"Tadi gue ke warung ketemu dia di sana, tu anak nanya Gie ada di rumah ga , trus mau kesini katanya." Batara memang seperti habis dari luar, tangan kirinya masih menggenggam sekantong plastik yang Gie tebak isinya rokok sama soda mungkin beberapa jajanan lainnya.

"Loh, ngapain?" tiba-tiba sekali Jael kerumah, bahkan sebelum ini anak itu tidak pernah ke rumah Gie. Sama sekali, bahkan Gie mengingat-ingat apakah seorang Pramayoga Jael Nareswara sewaktu kecil pernah ke rumahnya. Jawabannya tetap tidak pernah.

Batara sebenarnya sudah diambang pintu kamar ingin masuk kedalam malah tidak jadi. "Mana tau, anaknya keburu ngebirit pergi. Tu anak kaya di kejar anjing dah, dia cuma beli air dingin abis tu pergi, duit pun kaga di kasih ke tangan yang punya warung."

Gie ingat, tadi dia berutang ke Jael beli air putih, ya walaupun Gie tidak niat membeli. Curiga Jael datang minta tagihan utang.

"Bukan di kejar anjing, muka lo tampang-tampang kriminal sih." Gie berlalu melewati Batara, biarkan saja kakaknya itu, memang faktanya seperti itu.

"Bangsat!"

"Mulutnya Batara!" siapa suruh mengumpat dengan keras, kena tegur Mama kan. Gie tidak begitu peduli, lagian menurut Gie Batara lebih bangsat dibandingkan dengan dirinya.

Satu notif masuk ke ponsel Gie. Tertera nomor tidak dikenal. Gie tidak terlalu ambil pusing, nanti saja di balas, kalo ingat.

"Gieee!!!" itu suara Jael.  Anak itu bukan memanggil lebih tepatnya teriak. Baru selesai Batara memberi tahu jika bocah itu akan datang. Anaknya sudah berdiri di depan pagar rumah Gie.

Reflek Gie sedikit berlari agar Jael tidak lama berdiri disana.

Jael seperti habis berlari. Bocah itu ngos-ngosan juga keringat ada dimana-mana, kaos bagian dadanya basah, rambutnya acak-acakan. Anak rambut yang tertinggal di pelipis menandakan keringat baru saja mengaliri pelipisnya.

"Kenapa Jael?"

"Kok lo ga bales chat gue?"

"Oh lo yang ngechat, emang ada apa?"

"Bolehin gue duduk dulu gak si, napas gue satu-satu udah kaya orang sekarat ini."

"Yaa masuk ajaaa," Gie membukakan pagar rumah lalu mempersilahkan Jael masuk.

Jael tebak rumah ini sangat damai, tidak seperti rumahnya.

Terbukti dari foto keluarga yang terpampang di ruang tamu tidak ada foto bocah cilik. Lain lagi dengan rumah Jael, dia punya dua bocah cilik yang kelakuannya di luar nalar manusia. Bocah itu adeknya Jael, sangat berat hati mengakui dua bocah kembar itu. Jika Jael sudah diminta tolong bunda untuk mengasuh dua bocah itu Jael akan membuat beribu-ribu alasan agar permintaan bunda bisa diganti dengan yang lain. Alhasil bunda akan menyuruh Jael memasak untuk menggantikannya, jadi bunda yang turun tangan mengasuh dua bocah itu. Tidak apa. Jael lapang dada dibanding harus mengasuh dua manusia jadi-jadian yang keluar dari rahim bundanya.

"Jadi gini Gi," jeda. Jael tidak melanjutkan kalimatnya, mata Jael melihat sekeliling. Persis seperti orang ingin mencuri.

"Ini rahasia," lanjutnya lagi.

Gie mengangguk-angguk saja.

"Tadi kakak kelas yang ngebelain lo tadi, lo tau  nomornya ga?"

Hah.

Gie tidak percaya, bela-belain ke rumahnya cuma pengen tau nomor kakak tadi. Kan bisa besok saja di sekolah lagi. Atau pas ketemu, lagi? Atau di chat?

"Boro-boro nomor, namanya aja ga tau."

"Gina, Gina Gi namanya, plis cari tau yaa!"

"Ga mauu."

"Utang air lo tadi gue bayarin deh,"

"Ga mau Jael, masa gue di sogok air seharga tiga ribu. Emang gue cewe apa kabarr?"

"Enak aja tiga ribu, empat ribuu!" sambil nunjukin empat jarinya. Seperti anak kecil berhitung.

"Gii, itu temennya ga dibikinin minum?" tanya Mama.

"Loh Jael Mama udah lama nungguin kamu main kerumah." Mama tiba-tiba saja ikut menimbrung. Tapi Gie tidak tau apa-apa antara Jael dan Mama. Maksudnya apaan ini?? Mama? Jael manggilnya Mama? Terus main kerumah? Mamanya siapa?

Jael terkekeh sambil ngangguk-ngangguk, "Ini kan udah main kerumah Maaa. "

"Tunggu ini kok pada dekat? Jael juga manggil Mama? Emang kenalan di mana?" Gie benar-benar dibuat bingung. Mama tidak pernah cerita apa-apa tentang Jael. Gie benar-benar merasa tidak dianggap. Mama sungguh tega merahasiakan hubungan mama dengan Jael.

"Gue sama mama lo suka ngegosip selesai sholat, betul apa tidak Mama?" Jael genit, matanya dikedipin-kedipin sebelah, alisnya naik turun.

Loh. Siap sholat kok malah buat dosa lagi?

Mama tertawa, "Jadi gimana? Masih suka ga?"

"Masih Maa...masih cantik." Jael senyum.

"Pacarin cepat, pertikungan sedang tajam-tajamnya." Mama masih ketawa.

Jael juga malah ketawa, ketawa khas bapak-bapak.

Ini Gie benar-benar tidak mengerti. Gie juga tidak diangggap, ini Gie miniatur kucing selamat datangkah. 

Mama ketawa setelahnya pergi ke dapur ninggalin Gie sama Jael di ruang tamu.

"Jael," panggil Gie, nadanya memberi peringatan.

"Ngomongin apa, suka siapa? Pacarin siapa?" tanya Gie bertubi-tubi.

"Lo."

Hah.

"Jangan bercanda, lo aja suka kak Gina Gina itu kan!"

"Kata siapa itu?"

"Lah terus lo minta nomor Kak Gina Gina itu buat apa?"

"Temen gue Gie, bukan buat gue."

Hah.

2 wara| JaeminWhere stories live. Discover now