01| Jael positif dan negatif.

98 69 52
                                    

Jael sebenarnya tidak setega itu meninggalkan Gie yang setengah basah. Senakal-nakalnya Jael, Jael selalu ingat nasihat bunda. "Kalo sekira ada yang perlu pertolongan ditolongin nak, kita ga tau rezeki apa yang akan kita dapat karna nolongin orang yang udah putus asa." Ini bukan hanya perkara putus asa seperti yang bunda bilang. Ini tentang tolong menolong, memanusiakan manusia disekitar kita. Jael sudah besar Jael paham betul tentang itu.

Jael berhenti di salah satu warung diluar perumahan mereka. Jael menunggu Gie keluar perumahan lagian jaraknya tidak jauh-jauh amat.

Sudah terlihat sebatang orang tengah ngos-ngosan. Jael berdiri pamit ke yang punya warung. "Buk pergi dulu, airnya ngutang dulu ya!" tidak sempat Ibu warung itu menjawab Jael sudah lari dan segera menyalakan motornya.

"Mending sama gue, lo udah ngos-ngosan." Itu napas Gie saja sudah satu-satu, Jael malah datang tiba-tiba. Gie kagetlah. Untung saja jantungnya tidak meluncur sampai dengkul.

Jael melempar air yang barusan dia beli tadi. Salah maksudnya ngutang. "Makasih." Ucap Gie sambil naik ke atas motor Jael. Sedikit membuat pandangan Gie untuk Jael berubah.

"Ih lo jangan deket-deket anjir, ntar gue basah." Jael jangan salah kan Gie kalo tangannya melayang dengan cepat. Lebih cepat dari cahaya.

"Tinggal jalan deh, bawel bener lo!" mengangguk Jael mengiyakan perkataan Gie. Motornya mulai jalan.

"Gie itu air yang lo minum barusan belum gue bayar, lo bayar ya ntar!" suara Jael memang tidak keras, tapi Gie bisa mendengarnya. Sangat jelas masuk ke indra pendengaran Gie. Untuk lima detik Gie menghela napas berat, sangat berat. Lebih berat dari tasnya sekarang.

"Lo ga ikhlas?"

"Heh bukan gitu nyet, gue ikhlas kok nolongin lo. Sumpah dah! Tapi kalo soal yang masuk ke perut lo itu urusan lo. Kan lo yang minum, buat lo, ga ada yang minta." Dia berucap dengan muka serius Gie bisa melihatnya dari spion motornya, seperti manusia waras, manusia normal, manusia yang otaknya utuh. Padahal kebalikannya.

"Iya ntar gue bayar, sekalian minyak motor lo gue bayarin." Gila Jael malah tertawa.

"Lo mau gue kenalin ga sama ibu warungnya?"

"Apaa? Ga kedengeran." Suara Jael bertabrakan dengan angin, membuat suaranya tidak terdengar jelas.

"Lo mau gue kenalin ga sama ibu warungnya?" kali ini Jael teriak, sumpah keras banget cui. Gie kaget. Jael yang merhatiin Gie dari kaca spion dari tadi jadi ketawa. Menurutnya komuknya Gie kaget barusan itu lucu.

Kalo di gambarkan itu seperti ini. Mata yang tiba-tiba terpejam, bibir Gie yang menipis, dada Gie naik drastis, juga Gie yang narik napasnya kedaleman. Itu benar-benar lucu.

"Emang buat apa kenalan?"

"Buat ngutang."

Wow.

◦•●◉✿2 wara✿◉●•◦

Pengenalan lingkungan sekolah hari ini tidak banyak tantangan. Hanya dari beberapa kakak kelas Gie yang super senioritas, pengen di hormati tapi ngomongnya kaya ga nginyam bangku pendidikan. Gie emosi bisa-bisa dia tadi disuruh minta maaf perkara tidak tau nama kakak kelasnya. Bukan Gie ga bermaksud sombong atau tidak tahu menahu soal lingkunganya. Tapi kali ini kelewatan, bagaimana bisa Gie tau nama kakak kelasnya itu, dia saja baru hari pertama masuk sekolah.

Untung saja ada satu kakak kelas tadi ngebela Gie, mungkin.

Tiba-tiba saja seorang perempuan, sepertinya anak kelas dua belas. Aura kelewat tegas, Gie bisa merasakannya dari cara perempuan bicara dan menatap lawan bicaranya. "Siapa lo artis harus dikenal? Dia adek kelas, baru masuk hari ini. Mana tau lo yang tukang bikin ulah disekolah ini, lo yang sering di marahin guru, lo yang sering masuk BK. Dia belum tau."

Dia cuma mengatakan itu setelahnya pergi, tidak ada sapaan, atau kalimat penenang. Mungkin saja itu bukan maksud peduli, bisa saja dia terganggu oleh kakak kelas yang super senioritas bin selebritas itu. Jika dia niat menolong harusnya dari tadi sudah ikut campur. Tapi dari kelihatannya dia seperti manusia yang tidak suka ikut campur masalah orang lain.

2 wara| JaeminWhere stories live. Discover now