Tidak Mengharap Temu

887 148 13
                                    

"Ren, kau baik-baik saja?" tanya Haechan setelah cukup lama mengamati wajah Renjun.

"Aku hanya terkejut, tapi aku baik-baik saja. Aku sempat lupa kalau Na Jaemin dari keluarga kaya raya," kekeh Renjun. "harusnya aku tidak terkejut saat menyadari kalau perusahaan ini milik keluarga besar Nakamoto. Jaemin menjadi keturunan sah keluarga tersebut."

Renjun berdebat dengan isi kepalanya. Ingatan tentang bagaimana Jaemin memperlakukannya di masa lalu membuat Renjun gugup. Harusnya Renjun ingat, alasan Jaemin begitu berani memperlakukan Renjun dengan kasar tanpa takut apapun. Tentu saja karena keluarganya.

Tersenyum kecil, pria bermata rubah itu meminum jus jeruk miliknya untuk menghilangkan rasa tercekat di tenggorokannya.

"Renjun."

Menoleh, Renjun segera berdiri dan membungkuk singkat saat kepala direktur divisinya memanggil.

"Kemarilah, aku akan memperkenalkanmu."

Renjun melangkah dengan pasti. Namun, saat matanya bertemu dengan tatapan Jaemin, mendadak langkah Renjun terasa berat.

Renjun mengira-ngira, apa yang harus dia katakan. Menyapa dengan ramah atau berpura-pura tidak kenal. Hingga saat langkahnya tiba di samping Mr. Park selalu direkturnya, Renjun akhirnya memilih pasrah pada keadaan.

"Tuan Jaemin, ini Huang Renjun. Dia merupakan ketua tim dari divisi kami. Kinerjanya luar biasa. Termasuk ide dari produk jasa terakhir kita, merupakan usulan Renjun." Mr. Park menjelaskan.

Renjun membungkuk, menyapa Jaemin dan tersenyum kecil.

"Kalian dulu di universitas yang sama, bukan? Renjun juga dari Seoul National University. Bukankah jurusan kalian sama? Apa kalian saling mengenal sebelumnya?" tanya Mr. Park.

"Ya. Saya tau cukup banyak tentangnya," jawab Jaemin tanpa melepas pandangannya pada Renjun.

"Wah, semoga nantinya kita bisa semakin kompak untuk perusahaan, ya," ujar Mr. Park.

Lagi-lagi Renjun hanya tersenyum simpul. Tidak ada keinginan menjawab. Kepalanya tertunduk.

Meski dia merindukan Jaemin, sejujurnya Renjun belum siap jika harus bertemu pria itu. Masiih ada rasa takut dan sakit tiap melihat Jaemin.

"Kamu, karyawan yang tadi pagi masuk ke dalam lift atasan, bukan?" sebuah suara membuat Renjun terpaksa mendongak. Dia tersenyum kikuk dan kembali meminta maaf.

"Kenapa kamu ada di sini? Mr. Park, karyawan anda ini sangat tidak sopan. Dia masuk ke dalam lift atasan."

Renjun meringis kecil, tidak menyangka akan bertemu dengan seseorang yang tadi pagi berada di satu lift bersamanya.

"Tidak masalah. Kalau lift untuk atasan memang sedang kosong, sementara lift karyawan penuh, boleh saja. Tentu tidak untuk digunakan sesering mungkin," ucap Jaemin.

Renjun mendongak, menatap Jaemin sekilas.

Obrolan mereka berlanjut, hingga Jaemin dipanggil untuk menemui direktur lainnya.

Kembali menghela napas panjang, tenaga Renjun seolah terkuras habis. Dia meneguk hingga tandas sisa minuman miliknya kemudian keluar dari ruangan itu. Menghirup udara segar, menatap langit malam yang sedang dipenuhi bintang. Biasanya, Renjun suka sekali melihat langit dipenuhi bintang, tetapi malam ini, rasanya dia tengah diejek karena nyatanya, Renjun masih belum cukup kuat menghadapi Jaemin.

"Renjun."

Pria itu menoleh dan terkejut saat melihat Jaemin menghampirinya. Dia berusaha bersikap biasa, tetapi sepertinya Renjun gagal. Wajahnya tetap terlihat panik dan jemarinya saling bertautan gugup.

Jaemin yang melihat itu, kembali merasa bersalah. Dia khawatir kalau Renjun masih belum ingin menemuinya. Melihat bagaimana pria mungil itu tegang dan kikuk saat bersamanya tadi, membuat rasa bersalah Jaemin kembali muncul. Namun, dia tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak bicara dengan mantan kekasihnya itu.

Empat tahun, Jaemin sengaja memberikan ruang untuk Renjun. Memilih fokus menyelesaikan kuliahnya dan langsung mengikuti jejak ayahnya untuk mengurus perusahaan.

"Renjun, bagaimana kabarmu?" tanya Jaemin.

"Saya baik, Tuan. Ada yang bisa saya bantu? Kenapa anda mencari saya di sini?" jawab Renjun.

"Renjun, aku bertanya sebagai Jaemin, bukan atasanmu. Bisakah aku mendapatkan jawabanmu sebagai Renjun?" tanya Jaemin.

Renjun nampak menghela napas panjang. Dia memberanikan diri menatap mata Jaemin sebelum menjawab, "Aku baik, Jaemin."

Jaemin terdiam, melihat kedua mata Renjun yang masih dipenuhi bintang. Cantik. Mata itu selalu cantik dan Renjun selalu cantik.

Jaemin jatuh cinta lagi.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang