Teman Baru

2.4K 394 37
                                    

Renjun berjalan beriringan dengan Haechan. Keduanya kini berada di museum seperti yang sudah dijanjijan Haechan sebelumnya.

"Ren, dari tadi kau sibuk memandangi lukisan ini. Ada apa?" tanya Haechan.

"Chan, kamu lihat? Lukisan ini konon menggambarkan seorang raja yang dikenal karena kebaikan hatinya. Kalau kamu pernah menonton drama IU yang berjudul Moon Lovers, lukisan ini ada di sana. Sejarah yang dikemas menjadi fiksi." Retina Renjun masih sibuk memandangi lukisan di hadapannya.

"Aku tahu. Kalau kita melihat dari drama IU, apa benar, seseorang dengan kepribadian buruk akan berubah karena orang yang dicintainya?" ucap Haechan.

"Sifat, watak, tidak berubah semudah itu, tapi aku juga percaya dengan kekuatan cinta," lanjut Haechan.

'Jadi, apa Jaemin juga bisa berubah? Setidaknya memperlakukanku sedikit lebihbaik.'

"Hei, kau melamun lagi," ucap Haechan saat mendapati Renjun kembali melamun.

"Ah, maaf," jawab Renjun.

"Kau akhir-akhir ini sering sekali melamun. Apa terjadi sesuatu?" tanya Haechan.

"Aku hanya sedikit kurang enak badan saja," bohong Renjun.

"Apa hubunganmu dengan Jaemin baik-baik saja?" Haechan kembali bertanya.

"Betulah," jawab Renjun singkat.

Begitu mendengar jawaban Renjun, Haechan memilih tidak lagi bertanya sebab Renjun nampak tidak nyaman. Ia tidak ingin memaksa atau melewati batas. Menyadari bahwa dirinya bukan siapa-siapa bagi Renjun. Bisa berteman dengan pria itu saja sudah cukup bagi Haechan. Ia tidak ingin serakah dengan meminta lebih.

"Ren, sebelum pulang, kau keberatan tidak jika aku mengajakmu ke suatu tempat?" tanya Haechan.

"Ke mana?" Renjun balas bertanya.

"Rahasia. Kau akan tahu nanti," jawab Haechan sembari tersenyum.

"Awas kalau mengecewakan," ujar Renjun.

"Tidak akan," balas Haechan yakin.

Renjun mengangguk dan keduanya keluar dari museum tersebut menuju salahsatu tempat makan yang letaknya tidak jauh dari sana.

Sebuah kedai makan yang menyediakan udon, sup kerang, dan kimchi terbaik. Setidaknya begitu kata Haechan.

Renjun masuk dan disuguhi dengan suasana hangat kedai tersebut. Seolah ia pulang ke rumah.

Renjun bisa mencium aroma masakan rumah dan hal itu membuatnya tersenyum lebar.

"Kedai ini aku temukan secara tidak sengaja waktu aku bosan dan berjalan-jalan. Awalnya aku tidak yakin karena dari luar, tempat ini terlihat biasa-biasa saja. Namun, begitu masuk, aroma makanan rumah langsung tercium dan rasanya juga tidak mengecewakan. Akhirnya, setelah hari itu, tempat ini menjadi salahsatu kedai favoritku," cerita Haechan tanpa diminta.

"Aku harap rasanya memang seluar biasa itu," balas Renjun.

Mereka menunggu makanan datang disertai obrolan. Renjun dibuat tertawa oleh setiap cerita yang Haechan lontarkan. Pria itu benar-benar pandai mencairkan suasana hingga Renjun merasa nyaman. Jika bersama Jaemin, ia harus pintar membuka topik obrolan sementara Jaemin hanya diam.

"Nah, sudah datang. Ayo, coba kau makan dulu," ucap Haechan dengan tidak sabar.

Mengangguk kecil, Renjun mulai menyicipi kuah dari sup kerang di depannya.

Matanya berbinar hingga Haechan dibuat terkejut untuk sesaat sebab ia belum pernah melihat Renjun dengan mata sehidup dan secantik itu.

"Enak! Enak sekali, Chan!" ucap Renjun bersemangat dan langsung melahap makanannya.

Senyum Haechan mengembang.

"Benar, bukan kataku? Tempat ini adalah yang terbaik," jawab Haechan.

Melihat Renjun melahap makanannya dengan semangat membuat Haechan tidak bisa berhenti tersenyum. Ia terlalu sering melihat wajah sendu atau tatapan datar milik Renjun.

Hari ini menjadi kali pertama ia bisa melihat Renjun menunjukkan binar seindah itu di matanya, seolah bintang berpindah ke retina pria mungil itu.

Haechan tidak berlebihan. Siapapun akan setuju dengannya jika pernah mendapati Renjun menunjukkan ekspresi seperti itu.

Maka kali ini Haechan begitu bersyukur. Ia bisa berinteraksi sedekat ini dengan seseorang yang ia sukai.

"Chan, nanti pulangnya jangan terlalu malam, ya? Tugasku belum selesai," adu Renjun di sela-sela kegiatannya mengunyah makanan.

"Siap, Tuan!" jawab Haechan.

Keduanya melanjutkan kegiatan masing-masing dengan sesekali berbincang.

Begitu selesai, Haechan melajukan mobilnya menuju salahsatu tempat wisata yang letaknya tidak jauh dari Namsan Tower.

"Chan, kenapa kita kemari?" tanya Renjun.

"Aku ingin menunjukkan padamu sesuatu, tapi sebelum itu pakai jaket dulu," jawab Haechan sembari mengulurkan jaket kulit miliknya.

"Ini bersih. Aku baru mengambilnya dari tempat temanku kemarin," ujar Haechan.

Maka, tanpa menunggu waktu lama, Renjun segera mengenakan jaket tersebut. Haechan tertawa kecil melihat lengan Renjun tenggelam dan badannya tampak sangat kecil.

"Jangan tertawa! Ini karena jaketmu yang kebesaran!" protes Renjun begitu menyadari Haechan menertawai nya.

"Iya, iya. Jaketku yang terlalu besar. Ayo," ajak Haechan.

Mereka berdua berjalan melewati cukup banyak anak tangga sebelum sampai di tempat tinggi area taman tersebut. Dari tempat itu, tampak kerlap-kerlip lampu dari Kota Seoul.

Renjun yang melihatnya dibuat kagum. Ia tidak pernah tahu ada tempat secantik itu dan kini Haechan membawanya.

"Chan, ini ....." Renjun tidak mampu melanjutkan kalimatnya.

"Cantik, bukan?" tanya Haechan.

"Sangat, sangat cantik," jawab Renjun sambil mengangguk cepat.

'Benar, sangat cantik. Persis seperti dirimu, Renjun.'



















Hai, masih ada yg nunggu cerita ini, kah? Mulai membosankan kah? 🙂

YOURSWhere stories live. Discover now