9.

201 63 25
                                    

Pikirannya berantakan, dia mencoba menyusun puzzle-puzzle pertanyaan yang tercecer didalam kepalanya. Kejadian Sana menciumnya sudah dua hari yang lalu, tapi dia masih bisa merasakan sentuhan bibir Sana di pipinya.

Selama hidup 21 tahun, dia tidak pernah merasakan debaran jantung yang berdetak sebegitu hebatnya, bahkan hanya dengan memikirkan Sana, jantungnya seolah bergemuruh.

Tanpa dia sadari, dia memeluk buku menu begitu erat, berharap kalau yang dia peluk adalah Sana. Dia tidak pernah mengenal cinta. Dia belum memastikan apakah yang dia rasakan ini adalah bentuk mencintai?

Cinta yang dia kenal selama ini hanyalah mencintai adiknya, mencintai Ibunya, keluarganya. Pikirannya membias, masih menerawang kalau yang dia rasakan pada Sana adalah bagaimana laki-laki mencintai perempuan.

Mungkin dia memang sudah begitu sukanya dengan Sana, memikirkan Sana saja mampu meningkatkan hormon endorfin dalam tubuhnya. Dia tersenyum seperti orang bodoh, ramainya manusia yang berada disini seolah tak menganggu segala pemikirannya tentang Sana.

Sana

Sana

Sana

Setelah sadar apa yang dia lakukan, dia menepuk pipinya sendiri, ini masih terlalu pagi untuk bertindak seperti orang gila. Dia menggelengkan kepalanya, buku menu yang sedari tadi dia peluk erat juga dia rapihkan lagi.

Baru saja dia akan melangkah untuk melakukan pekerjaannya, tapi bos nya terlebih dulu memanggilnya.

"Aksa.. "

"Ikut keruangan Saya."

Tzuyu dengan segera mengangguk, mengekor Zyo, melihat tatapan Zyo dia jadi takut, apa mungkin Zyo sedari tadi memperhatikannya yang tidak bekerja? Apakah setelah ini dia akan dipecat?

Tubuhnya sudah masuk kedalam ruangan yang tidak terlalu besar. Zyo memintanya untuk duduk, dengan perasaan cemas nya dia duduk menghadap atasanya.

"Kamu udah kerja berapa hari?"

"Dua minggu, Mba."

Tzuyu semakin takut, Zyo terus memandangi lembaran catatan yang sedari tadi hanya dia bolak balik, ntah itu tulisan apa. "Hmm dua minggu ya.. "

"Mulai besok-"

Wajah Tzuyu menjadi pucat pasi, suaranya jadi bergetar, dengan nada memohon dia memotong ucapan Zyo yang sebenarnya belum selesai. "Mba saya mohon jangan pecat saya.. "

"Saya bakal kerja lebih rajin lagi Mba, saya minta maaf Mba kalau selama ini saya kerja ga bener." Tzuyu merapatkan kedua tangan nya, menundukan kepalanya untuk memohon, nada suaranya juga melemah.

"Jangan pecat saya Mba.."

Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang sudah lama dia nantikan, pekerjaan ini memutus rasa putus asa nya. Kalau sampai dia dipecat apa yang mau dia katakan kepada Ibunya? Adik nya juga sudah menunggu akan diberi hadiah saat dia mendapatkan uang nanti. Pikirannya sudah memikirkan bagaimana wajah kecewa Ibunya.

Pulpen yang sedari tadi Zyo pegang, sekarang jadi dia rasakan dikepalnya. "Ga sopan ya kamu, motong ucapan saya!"

"Maaf mba.. " Kata Tzuyu sambil menggosok kepalanya yang baru saja dipukul Zyo dengan pulpen.

"Mulai besok kamu masuk pagi terus.. "

"Masuk pagi terus? Saya masuk pagi terus mba?"

"Iya Aksa... "

Akhir-akhir ini dia sering mengeluh karna pulang larut malam, tubuhnya benar-benar dibuat lelah, belum lagi jika motor nya mati ditengah jalan, motor butut nya itu kadang tidak bisa diajak kerjasama, satu malam dia pernah mendorong motornya selama 20 menit sampai dia menemukan bengkel yang masih buka, terkadang lampu pada motornya juga mati, dia terpaksa mengendarai nya dengan feeling.

SUNSET [END]Where stories live. Discover now