4 Tobarium

21 5 3
                                    

4
Tobarium

Sesuatu menguar di udara
Alami dan khas
Serasa alam sedang memekukmu
Dalam beludru mewah yang menawan
Aroma kemenyan yang menguar di udara

S

Salma segera datang mendengar temannya dalam kesulitan. Ia juga merasa tidak enak karena Dinda terus menerus meminta maaf atas kematian ikan pemberiannya.

Tentu saja Salma juga merasa sedih ikan itu mati. Apalagi Salma yang memberikannya pada Dinda akan tetapi Dinda juga tak boleh terus menerus merasa bersalah. Justru jika Dinda tidak menarik benda yang menyumpal perut ikan itu, ikan itu akan terus menerus kesakitan.

"Sudah-sudah, itu cuma ikan. Lagian masih ada dua." Salma menepuk bahu Dinda yang masih menangisi ikannya. Mencoba membuat temannya itu merasa nyaman dan tidak terus menerus merasa bersalah atas kematian ikan itu.

"Bukan soal ikan juga, tapi orang macam apa yang tega membunuh ikan dengan cara seperti itu?" Dinda masih menangis mengungkapkan kata-kata itu. Ia tak habis pikir orang itu jelas menyiksa ikan yang tak berdosa itu.

"Dan itu sangat mengerikan. Bagaimana dia bisa masuk ke rumah, melakukan hal seperti itu? Aku nggak habis pikir, Sal!" Dinda meracau pikirannya tak tentu.

"Iya-iya, tenanglah." Salma menepuk kembali bahu temannya. "Apa kita laporkan lagi saja sama Pak Arya?" usul Salma sekadar memberikan solusi.

Dinda mengangguk pasrah, ia sudah tidak tahu lagi hendak meminta bantuan pada siapa.

Salma menghubungi Arya, tetapi Dinda menahannya.

"Jangan dulu, mari kita kuburkan ikannya dulu," lirih Dinda dan bangkir membersihkan ikan koi yang sudah mengapung itu. Sementara Salma memeriksa dua ikan di akuarium masih dalam kondisi yang sehat.

Untuk saat ini hari-harinya mungkin akan dipenuhi dengan terror yang mengerikan.

Keesokan paginya, Dinda merasa sudah cukup baik setelah membersihkan semua. Ia pergi bersama Salma untuk kembali bekerja. Salma hampir setiap pagi selalu datang menjemputnya. Kecuali kalau memang dia tidak sempat atau keburu Dinda susah berangkat lebih dulu. Mulai dengan membersihkan wajahnya dan berangkat kembali ke kantor Pasar Raya. Di Pasar Raya masih sepi. Tampaknya kasus kematian wanita itu membuat orang enggan menuju ke Pasar Raya. Tentu saja mereka bergidik ngeri membayangkan ada seseorang yang mati di halaman Pasar Raya.

Dinda pun mengurus beberapa dokumen di kantornya selanjutnya ia keluar ruangan untuk mengecek produk di Pasar Raya. Seperti biasanya Dinda akan berkeliling dari satu stand ke stand lain. Ia memastikan semua stand di pasar raya terisi dan jika ada yang sudah habis kontrak Dinda akan melaporkannya. Begitulah tugas Dinda sehari-hari.

Kesibukan di kantor membuatnya sedikit lupa kekhawatirannya pada teror yang sedang ia alami.

Hanya saja, peristiwa jatuhnya Wanita itu dari rooftop pasar raya membuat tempat ini menjadi sepi. Banyak pedagang yang mengeluh pada Dinda.

"Setidaknya buatlah acara supaya ramai lagi tempat ini, jika terus merugi kami bisa-bisa tak memperpanjang kontrak," keluh para pedagang.

Dinda mencatat keluhan itu dan akan menyampaikannya saat rapat. Baru saja Dinda melangkah ke elevator untuk melanjutkan perjalanannya ke lantai berikutnya. Dinda justru teringat malam itu. Tangan yang mencoba menahan pintu lift, dan pukulan tas Dinda yang menggores tangan orang itu. Dinda bergidig mengingatnya. Belum juga ada aroma khas yang menyengat saat sosok itu mendekat. Dinda tak bisa mencernanya aroma apa itu, tapi jelas ia bisa mengingatnya sesuatu yang tajam dan khas seperti ada di suatu ruangan.

Korban ke TujuhWhere stories live. Discover now