Chapter 13

490 71 7
                                    

Deras hujan malam itu semakin membuat tubuh Renjun menggigil, petir saling menyambar dan begitu bergemuruh di langit sana. Ia masih diam tak bergerak berjongkok di depan pagar rumah Jisung. Ponselnya baru saja berhenti berdering. Itu adalah dering ketiga kalinya dan dari orang yg sama.

Malaikat maut

Langkah kaki perlahan mendekat dan riak hujan diatasnya berhenti jatuh. Sebuah payung menutupinya. Renjun perlahan mengangkat kepalanya dan melihat Jisung berdiri di sana dengan sebuah payung yg condong kearahnya membiarkan tubuhnya sendiri basah oleh hujan.

Tangan besarnya terulur ke arah Renjun. Dengan sabar menunggu Renjun untuk bergerak. Tak bicara, tak memaksa ia hanya berdiri di sana menunggu Renjun untuk meraih tangannya.

Renjun menatap jemari Jisung yg ada di depan wajahnya, meraihnya dan berdiri. Jari panjang dan besarnya menggenggam jemari Renjun begitu kuat agar ia bisa menjadi tumpuan bagi orang yg ia kasihi.

Tanpa peringatan Renjun melangkah lebih dekat dan meraih tubuhnya. Tangan Jisung menggantung di udara cukup lama sampai kesadarannya kembali dan ia merengkuh tubuh Renjun, menahan kepalanya di bahunya.

"Jangan menangis Renjun" seperti sebuah bisikan, ucapan itu terhalang oleh riakan hujan.

🍁🍁🍁🍁

Setelah mengganti bajunya lagi Renjun duduk di bangku dengan selimut menutupi tubuhnya dan sebuah teh hangat di tangannya. Ia memeluk satu-satunya sumber kehangatan saat ini.

Jisung yg duduk di kasur bersebrangan dengan Renjun diam memperhatikan wajah pucat Renjun. Mata yg sore itu juga menangis kini semakin membengkak karena mungkin ia menangis lagi, atau mungkin itu karena ia berdiam di bawah hujan.

Jisung beranjak mendekat menyentuh ujung mata Renjun menatapnya tanpa mengucapkan apa pun. Tatapannya penuh luka dan kemarahan sampai Renjun tak berani menatap balik, ia memilih untuk menurunkan pandanganya tampak redup dan suram.

Jisung mengangkat kepalanya menatap hujan di luar sana lalu menghela nafas berat, akhirnya Jisung memilih berjongkok di depan Renjun menatapnya lebih lembut "Tidurlah di sini"

Renjun mengangguk patuh

"Beristirahat beberapa hari"

Kembali Renjun mengangguk.

Jisung mengambil alih teh di tangan Renjun menyimpannya di meja, menuntun Renjun ke kasurnya, ia menutupinya sampai ke leher.

"Tidurlah"

Renjun memejamkan matanya tak lama nafasnya jadi teratur menandakan ia telah tertidur. Mungkin ia terlalu lelah sehingga tepat setelah ia menyentuh kenyamanan otot di tubuhnya menjadi rileks dan tertidur.

Jisung keluar dari kamar bertemu dengan sekretarisnya. Dia segera menempelkan telunjuknya ke bibir menyuruh dia untuk diam, menunjuk dengan matanya "Ke bawah"

Jisung duduk di sofa tunggal dan menerima berkas yg lebih tebal dari sebelumnya.

"Ibu kandungnya telah meninggal beberapa tahun yg lalu karena sakit, ia meninggalkan warisan untuk Renjun yg bisa dia ambil ketika usianya sudah mencapai 20 tahun. Itu alasan mengapa Renjun masih bisa sekolah dengan biaya dari warisan ibunya. Dan bahkan mungkin Renjun tidak tahu hal itu. Ayahnya menikah lagi dengan selingkuhannya yg sudah terjalin dua tahun setelah pernikahannya.

Ayahnya adalah seorang pecandu juga peminum sehingga marahnya mudah tersulut dan objek yg paling cocok untuk melampiaskannya adalah anaknya sendiri yaitu tuan Renjun. Alasannya sederhana karena tuan Renjun sangat patuh saat itu juga tak memiliki siapa pun. Bekas lukanya membuktikan bahwa ia sering di pukuli ketika ia masih anak-anak" sekretaris Kim mencoba berbicara sesederhana mungkin dan menyaring hal yg sangat kotor untuk ia ucapkan di depan majikannya.

ANTIDOTUM [SungRen] || ENDWhere stories live. Discover now