Bab 1: Penjaga Warnet

3 0 0
                                    

Dengan perasaan sebal, selesai beraktivitas membersihkan diri dan berpakaian rapi, beranjak keluar dari dalam kamarnya, mencangklong tas hitamnya. Kedua saudarinya sudah lebih dulu berangkat bekerja. Menutup pintu kamarnya. Bersiap untuk berangkat.

"Uwis arep mangkat, Le?" Bunda keluar dari dapur menggendong Franky.

"Iya, Bun. Geneya?"

Di tangan Bunda sebuah kantong plastik berwarna bening. Memerikannya kepada anak laki-lakinya itu."Iki, bekalmu," kata Bunda.

Musyaffa menerimanya."Matursuwun. Kula budhal dhisik. Assalamualaikum," mencium punggung tangan Bunda kemudian mencubit pipi Franky.

"Walaikumsalam. Iya, ati-ati!"

Berbalik keluar menuju teras. Menaiki sepeda melayang-nya melesat menuju warnet di mana ia bekerja. Dari arah rumahnya lumayan jauh. Dari segi itu, banyak pelanggan tetap yang singgah di sana. Apalagi, banyak pelanggan yang kebanyakan pegawai kantor dari instalasi negara, pengajar dan siswa sekolah. Tidak telat dan ia datang tepat waktu. Tempat warnet itu terlihat sepi. Ia berhenti, memarkirkan sepeda melayang-nya di area parkir. Mencabut kunci, masuk ke dalam seraya mengucapkan salam.

"Ah, Agrya. Wis teka. Oh iya, ndang resikna tempate," perintah si bos yang baik hati, bertubuh tabun mirip editor Sukro eh salah Sugoi.

"Inggih, Mas." Ia meletakkan tasnya di kursi. Segera melaksanakan apa yang diperintah bos sekaligus pemilik warnet itu. Si bos masuk ke dalam rumah yang warnetnya terhubung dengan rumah pemilik.

Musyaffa meraih cikrak dan sapu. Mulai menyapu bagian ujung. Tidak lupa meraih gemoceng bulu ayam. Membersihkan meja dan komputer yang terkena debu. Kira-kira sudah enam tahun dirinya bekerja di tempat ini. Walau digaji minim, ia tetap mensyukurinya. Selain paruh waktu menjadi freelancer. Gaji yang didapatkan hanya untuk tabungan bila terjadi keadaan yang tidak memungkinkan. Selesai membersihkan seluruh meja-meja kompi yang sudah ditempeli nomor urut. Ia mengembalikan sapu, cikrak dan gemoceng di tempat semula. Suasana tampak sepi. Di keadaan sepi begini, memutuskan duduk di kursi, membuka tas, mengeluarkan alat tulis serta Sketch Book-nya. Membukanya, kembali menyelesaikan sketsa yang digambarnya dengan menebalinya. Sebagai penjaga warnet, dan bekerja di sana, ia kerap dilanda bosan. Dengan menghilangkan kebosanan, si bos kembali lagi. Di tangannya membawa dua toples biskuit rasa cokelat dan strawberry serta dua botol air mineral berukuran sedang. Menghampiri meja Musyaffa. Melihat pemuda itu sudah berkutat dengan sketsanya. Jujur, pemuda ini bisa dikatakan sangat mahir menggambar bahkan sketsa yang digambarnya pun sangat mirip dengan mangaka terkenal.

"Wow, Agrya, gambare sampeyan apik banget," pujinya.

Musyaffa berhenti menebali, mendongak menatap bosnya. Meringis.

"Gambare sampeyan kuwi nak kusawangan," menatap sketsa gambar yang digambarnya."Mirip banget kayak anime lan manga kuwi lho sing bocah pemburu iblis... Lali aku judule..."

"Kimetsu No Yaiba?" tebak Musyaffa.

"Ya, kuwi judule. Anime lan manga paling booming saiki. Sampeyan kok isa seh nggambar apik kayak ngene? Sampeyan mix and max, ya?"

Musyaffa mengangguk.

"Nah, iki takgawakne jajan. Kanggo ngemil. Taktinggal dhisik," ujar bosnya meletakkan dua toples dan dua botol air mineral di hadapan Musyaffa. Berbalik meninggalkannya. Di warnet ini, ada dua tempat. Pertama tempat menyediakan pelayanan seperti laminating buku, fotokopi, jasa print, jual pulsa serta data. Tidak ketinggalan, menjual berbagai macam buku tulis, perlengkapan alat tulis, chasing handpone, alat-alat elektronik berupa keyboard komputer, headseat yang berhubungan dengan komputer. Musyaffa menghentikan aktivitasnya, berdiri menghampiri kipas yang menggantung di atasnya. Menarik ujung tombol kipas, kipas pun menyala. Ia menyalakan komputer di hadapannya serta CPU di bawahnya menyala. Pagi yang begitu cepat berpindah ke siang hari. Ada beberapa anak sekolah SMK yang datang berboncengan. Mereka masuk, memilih kompi-kompi meja. Oh, ya di sebelah bangunan juga terdapat bangunan lagi, namun khusus melayani pelanggan yang menggunakan internet khusus untuk bekerja keompok mengerjakan tugas, yang membawa laptop sendiri dari rumah. Salah satu dari mereka menghampiri meja Musyaffa.

"Mas, kula arep mbayar paket sing biasa," ucap siswa SMK berwajah tampan mirip Eren Jeager.

"Oh, sadhela," ia menatap layar monitor, mengecek paket yang akan digunakan untuk internet."Uwis, Dhik."

"Suwun nggih, Mas," sembari mengelungkan uang 10.000 kepadanya. Berbalik menuju kompi meja yang dipilihnya.

Musyaffa meletakkan uang pembayarannya ke rak meja. Kembali pada sketsanya.

"Kula sisan, Mas." Siswa SMK yang lain menghampiri mejanya."Kayak kanca kula maeng."

Musyaffa berhenti kembali. Mengecek paket internet untuk bocah itu. Siswa SMK itu menunggu. Matanya menatap sketsa yang digambarnya. Seketika dia takjub."Mas, Mas, sampeyan sing nggambar iki?"

Selesai mengecek, ia kembali menatap siswa itu."Iya, aku sing nggambar."

"Gendheng! Gambare sampeyan keren banget! Kayak manga Kimetsu No Yaiba!" pujinya.

"Masa, seh?" Musyaffa tidak percaya.

"Iya, Mas. Terus ana campurane style saka manga Naruto..."

"Suwun," ucapnya.

Siswa SMK itu kembali ke meja. Membahas gambar Musyaffa.

"Masa, seh?"

"Ngendi gambare?"

"Masa mirip?"

"Dikandhani, kok!"

"Gayamu sok kemeruh, Don," timpal temannya di meja kompi sebelah.

"Kandhani, kok," katanya tetap bersikukuh."Sawangen dhewe kana!"

Di mejanya, Musyaffa menggelengkan kepala. Memang benar sih dirinya menggambar mencampur aduk setiap style pada gambar dibuatnya karena ia sendiri selalu mencari referensi untuk membuat cerita. Tapi, adakah benar-benar seseorang penikmat atau pembaca yang dikatakan setia? Memang ia sudah memiliki pembaca seambrek-ambreknya. Di sisi lain, ia hanya ingin memiliki pembaca bukan sebatas pembaca, tetapi pembaca yang benar-benar setia.

Di warnet hanya beberapa pelanggan yang datang. Dibantu bosnya, yang sibuk memfotokopi pesanan. Ia membantu melayani pelanggan yang ingin membeli data. Selesai melayani, ia kembali pada sketch book-nya. Membuka halaman yang digambar tadi subuh.

"Agrya." Menatapnya setelah mengelungkan uang kembalian kepada pelanggan seorang ibu-ibu muda.

"Nggih, Mas?"

"Sampeyan kan, pinter nggambar. Sampeyan apa tau nggambar komik?"

"Asring, Mas."

Bosnya menggeser kursi, duduk di sampingnya. Menyalakan CPU di komputer satunya lagi.

"Iya, tah? Nggambar komik apa wae? Kuwi mung ilustrasi?"

"Akeh, Mas. Iki desain karakter wae."

"Oala, kuwi desain karakter? Sampeyan nggambar nyang ngendi? Ah, Draw it.com? Apa Ilustrasion.com?"

"Kabeh." Musyaffa selesai menebali sketsa seorang gadis lolita berambut panjang yang dikuncir sebelah kiri pada rambutnya dengan menggunakan pita.

Si bos menatap sketsanya yang sudah jadi itu.

"Imut, ya, karaktermu," katanya."Karakter imut iki istilah jepange apa? Lali aku..."

"Karakter Moe," jawab Musyaffa, membuka halaman yang berikutnya. Halamannya terdapat sebuah sobekan, tampak agak sedikit menguning.

"Halamane kok wis ora ana?"

"Suwek terus ilang. Embuh ngilange ing ngendi. Wis suwe ngilange..." teringat saat dirinya sewaktu SMK dulu, pernah menggambar di sebuah resto jepang.

MusyaffaWhere stories live. Discover now