Hari ke-2 : Lucid dream

158 33 11
                                    

Ila memperhatikan sekelilingnya, terlihat langit berwarna oranye disertai semburat merah muda.

Ila berada di atas sampan yang berjalan pelan mengikuti arus sungai yang tenang.

Gedung-gedung yang mengelilingi sungai menjulang tinggi dengan gaya khas Eropa, atau entahlah, Ila tidak begitu yakin. Yang jelas ia sedang berada di tempat asing.

Ila berbalik saat merasakan ada yang menepuk pundaknya dari belakang.

"Ian?"

Ila terkejut dengan penampilan Ian yang sangat berbeda dari yang biasa Ila lihat setiap hari.

Ian mengenakan kemeja berwarna putih, lalu rambutnya tertata rapi, menampilkan keningnya yang biasanya tertutupi poni.

Ian tersenyum menatap Ila, tapi anehnya senyum Ian membuat Ila salah tingkah dan menunduk.

Saat menundukkan kepalanya, Ila baru sadar bahwa ia sedang mengenakan dress selutut yang juga berwarna putih.

Ila kembali menatap Ian, dahi Ila mengernyit karena tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi saat ini.

Ila hendak membuka mulutnya tapi terhenti saat Ian tiba-tiba berlutut lalu menyodorkan sebuket bunga pada Ila.

"Will you be my girlfriend?" ujar Ian.

"Hah? Ian? Lo ngomong apa sih?"

Ila mendengar jelas kalimat Ian barusan, tapi hal tersebut terlalu mustahil diucapkan Ian.

"Will you be my girlfriend, Ila?" ulang Ian.

Ila menggeleng, "Gak, nggak mungkin Ian ngomong kayak gini. Lo siapa? Lo bukan Ian, ya?!"

"Ini gue Ian, Ila."

"Bukan, lo bukan Ian. Ian gak mungkin ngomong kayak tadi,"

"Gak mungkin gimana? Buktinya barusan gue ngomong gitu kan," ucap Ian meyakinkan, "Lo mau kan, Ila? Sebentar lagi kita ngelewain jembatan,"

Ila berbalik melihat jembatan yang dalam beberapa meter lagi akan mereka lewati.

"Emang kenapa kalo ngelewatin jembatan?" tanya Ila.

"Itu salah satu jembatan yang terkenal paling romantis. Mitosnya kalo ada orang yang menyatakan perasaannya dan menjadi sepasang kekasih di bawah jembatan, hubungan mereka akan awet." jelas Ian, "Lo mau kan, Ila?"

Ila menggelengkan kepalanya, "Lo bukan Ian. Dan ini semua pasti cuma mimpi!" sangkal Ila.

Ian tersenyum miring, "Mimpi dari mana? Lo ada bukti?"

"Iya! Gue bisa buktiin kalo ini semua cuma mimpi."

Ila mencubit lengannya, tapi keadaan disekelilingnya masih sama saja, tidak berubah sama sekali.

"Udah?" tanya Ian dengan ekspresi meremehkan, "Padahal lo tinggal jawab iya aja,"

Ila kembali menggeleng, "Kalo gue bisa buktiin ini cuma mimpi gimana? Gue dapet apa?" tantang Ila.

Ian menaikan kedua bahunya, "Coba buktiin aja dulu,"

"Oke."

Ila mengatur napasnya sambil berucap dalam hati bahwa ini semua hanya mimpi, serta mensugesti dirinya untuk bangun dari mimpi aneh ini.

Ila yakin bahwa kejadian yang barusan dialaminya tidak mungkin nyata, Ian adalah sahabat Ila sejak kecil. Dan juga Ian itu tipe orang yang cuek, bukan tipe orang romantis yang akan menyatakan perasaan ditempat romantis— apalagi hal tersebut hanya didasari mitos.














Best Friend Ever | Jaelia ✔️Where stories live. Discover now