enam-

364 45 1
                                    

Meninggalkan rapat di tengah perbincangan adalah hal yang sangat Bumi hindari dalam bekerja. Ia pikir akan sangat tidak profesional jika ada orang yang melakukan itu.

Tetapi kali ini dia langsung beranjak setelah asisten pribadinya memberi tau jika Samudra berada di kantor Polisi.

Terkejut? Tentu saja.

Namun rasa khawatir lebih mendominasi karena yang berada dalam masalah adalah adiknya. Orang yang paling ingin Ia lindungi dan sayangi.

"Kenapa bisa?" Tanya Bumi pada Gema yang sampai lebih dulu.

Lelaki Juni itu menjelaskan selagi mereka pergi ke salah satu ruangan. Semakin dalam mereka masuk, suara marah Antariksa semakin terdengar

Ternyata Aksa dan Nana sudah berada di sana. Sedangkan Samudra duduk tepat di depan seorang anggota Polisi.

"Saya wali dari Samudra, bagaimana kelanjutannya?" Ujar Bumi.

"Adik anda kedapatan membawa dua bungkus narkotika jenis sabu seberat masing-masing dua gram."

"Sudah dibilang bukan punya adik saya!" Protes Aksa tidak terima.

Bumi menenangkan sang adik, Aksa, dan memintanya untuk diam. Kemudian menatap serius pada Samudra.

"Kalau bukan punya kamu, terus dari mana? Kenapa bisa ada sama kamu barangnya? Jawab yang jujur."

"Kan udah dijelasi-"

"Antariksa."

Suara Bumi tidak besar, namun menekan agar adiknya tidak terus membantah.

"Gimana, Sam?" Ucapnya seraya melihat Samudra yang justru sangat tenang.

"Aku dititipin buku sama kakak tingkat, ternyata waktu aku lewatin alat deteksi barang langsung bunyi. Terus ya gini jadinya." Jawab Samudra santai.

"Apa bukti kalau memang kamu dititip sama orang lain? Kamu kenal orangnya atau tujuan orang itu ke mana?" Bumi bertanya se-detail mungkin.

Pada dasarnya Bumi sudah percaya ketika melihat Samudra sangat tenang, terlebih dengan identitas si pelaku yang Samudra beberkan secara lengkap serta bukti rekaman CCTV.

"Adik saya sudah mengakui yang sebenarnya dan juga memberikan bukti, jadi tolong usut tuntas pelaku tersebut dan sudah seharusnya kalian membebaskan yang tidak bersalah." Ujar Bumi tegas.

"Tidak semudah itu, meskipun bukan pelaku, adik anda adalah seorang saksi. Juga belum ada kepastian jika adik anda memang bukan pelaku sebenarnya."

Helaan nafas berat terdengar dari beberapa pemuda, lebih merasa kesal karena adik mereka difitnah dan diperlakukan tidak adil.

"Baik kalau begitu, saya tunggu paling lama satu jam, jika pelaku masih tidak ditemukan maka orang-orang saya yang akan mengambil alih pencarian."

Bumi meninggalkan ruangan tanpa mendengarkan layangan protes dari pihak berwajib. Mau tidak mau Ia harus menggunakan kekuasaan.

"Saya akan kirimkan beberapa data seseorang, tolong cari sampai dapat dan bawa ke hadapan saya dalam keadaan apapun." Setelahnya sambungan diputuskan sepihak.

"Kamu ngapain?" Tanya Sulung Dirgantara pada Nada yang menghampirinya.

"Lagi pesen makan, ini nunggu drivernya dateng." Jawab Nada seraya menunjukkan ponselnya.

"Pesan online? Kenapa gak makan di luar aja, sayang?"

Nada menggeleng sedih, "Sam kan belum boleh ke luar." Ucapnya seraya menunduk dalam.

Bumi yang baru menyadari maksudnya, Ia pun memeluk yang lebih muda guna menenangkan.

"Yaudah nanti tolong bilang Aksa buat telepon abang ya? Habis kalian makan aja gapapa. Abang harus pergi dulu." Bumi mengusak rambut Nada sebelum meninggalkan si Virgo.

"Abang gak makan siang?!"

"Nanti abang nyusul!!"

Nada menatap teduh punggung si sulung yang Ia yakin kini tengah menanggung beban berat di kepala.

Ia tau jika Bumi tidak akan diam saja, pasti sang kakak sedang melakukan sesuatu untuk menyelesaikan semua ini.




























































Memang kekuatan uang tidak pernah kalah. Bahkan tak lebih dari tiga puluh menit pelaku yang mereka incar sudah bertekuk lutut di hadapan Bumi.

Seorang senior satu tahun di atas Samudra yang dengan tega menjebak orang yang katanya dia anggap adik.

Omong kosong.

Bumi menatap rendah pada lelaki yang kini memohon untuk dibebaskan. Bisa-bisanya setelah membuat masalah dengan Dirgantara?!

"Siapa yang suruh kamu?" Tanya Bumi untuk kesekian kali. Namun gelengan kuat kembali menjadi jawaban kosong untuknya.

"Kamu tau kan apa hukuman untuk seorang pengedar Narkoba? Meski saya lepaskan kamu, pasti kepolisian tidak akan hanya diam. Entah atasan atau rekan kamu akan ditangkap satu persatu." Bumi tertawa hambar.

"Tidak sulit untuk membuat kamu mendekam di penjara. Usia sudah legal dan itu saja cukup untuk menjatuhkan hukuman yang berat."

"Maafin saya, Pak. Tolong jangan laporkan saya ke polisi." Orang itu semakin menunduk memohon.

Tidak akan pernah Bumi lepaskan orang yang sudah membuat adiknya terluka, difitnah di depan banyak orang.

Bukan tidak mungkin jika rumor ini menyebar akan membuat Samudra mendapatkan sangsi sosial.

Akan Bumi berikan balasan yang sepadan.

Bumi Putra Dirgantara tidak sebaik itu, maka jangan pernah bermain-main dengannya.

"Pencemaran nama baik juga cocok untuk menambahkan masa hukuman kamu."




















































"Tolong selesaikan dengan baik. Saya tau betapa buruknya instansi kalian, maka lakukan sesuai pada prosedur."

Bumi tersenyum tipis sirat ancaman.

"Saya akan mengajukan tuntutan dan mengikuti jalannya persidangan sampai akhir. Jika ada fourplay maka jangan harap kalian akan menetap sebagai orang-orang terhormat. Terima kasih."

Bumi merangkul Samudra dan membawanya ke luar dari ruangan yang sangat panas di sana. Akhirnya setelah berdebat panjang.

"KAKAK!!" Sampai di mobil ada Langit dan Laskar yang langsung berlari menghampiri memeluk Samudra.

Bumi dan yang lain hanya menatap dengan senyum senang, tidak perlu berhari-hari berpisah dengan saudara mereka.

"Terus jadinya gimana, Bang?" Tanya Aksa pada Bumi. "Tadi aku liat pelakunya dateng babak belur gitu."

"Mukanya udah jelek jadi tambah jelek!" Samber Nada dengan kesal.

"Hush, gak boleh gitu." Tegur Bintang pada sang adik membuat Nada menggerutu sendiri.

"Bodohnya dia malah pulang ke rumah orang tua, katanya anak kos elit, yang lebih lucu ternyata orang tua dia lagi pergi gak tau ke mana. Ya gak susah jadinya."

"Hukuman dia gimana?"

"Harus tunggu penyelidikan dulu buat cari komplotannya, kan dia pengedar, pasti ada yang suruh dia." Ujar Bumi. "Tenang aja, nanti abang bantu biar cepet selesai semuanya." Lanjut si sulung.

"Ayo pulang, kita istirahat di rumah."


























































"AKU MAU STAYCATION!!"

Samudra Dirgantara | Jung SungchanWhere stories live. Discover now