BAB.03

310 168 33
                                    

"Jadi ini, gadis yang kamu maksud?" tanya Nika seraya duduk kembali setelah kepala keluarga mempersilakan semua orang di ruang tamu untuk duduk usai si tamu bersalaman sopan pada penghuni rumah.

Nada bicara terlontar dingin nan sinis sebanding dengan cara wanita itu memandangi gadis yang kini duduk di sebelah putranya. Nika terus memperhatikan penampilan wanita tersebut.

Atasan kemeja berwarna pink baby yang dimasukan ke dalam rok polka putih bermotif polkadot kecil, sepatu boots hitam, rambut panjangnya dibiarkan terurai, tambahan make-up tipis membuat kesan wajah wanita itu segar dan manis.

Memang ia akui cantik, tapi baginya Jena jauh lebih unggul walau ia belum mengenal lebih dalam wanita yang disebut sebagai kekasih anaknya.

"Iya Mah," sahut Allen mengulum senyum. "Maaf. Pa, Ma, kalau Allen baru mengenalkan Jeha. Sebenarnya—"

"Pendidikan terakhir di mana, lulus jadi sarjana apa, terus sekarang kerja apa?"

Belum sempat melanjutkan kalimat, wanita berjilbab purple senada dengan gamis yang ia kenakan langsung memotong begitu saja.

Jeha meneguk saliva, sejak ia duduk wanita yang lebih tua darinya ini terus menatap dirinya tajam, mengintimidasi dan dominan. Entah perasaannya saja atau bagaimana, ia merasa dari nada bicara tersirat ketidaksukaan.

Tak ada tatapan keibuan, senyuman tulus atau ucapan penuh keramahan. Ia merasakan organ di balik dada berdetak lebih cepat, melirik Allen guna menyalurkan ketidaknyamanan yang ia rasakan.

Lelaki itu cukup mengangguk pelan, sorot matanya seolah berbicara tidak papa, terus terang saja. Jeha yang sebelumnya sudah menyiapkan mental supaya tetap stabil mendadak goyah. Kedua kaki melemas dengan telapak tangan mulai terasa dingin.

Keduanya tahu jika wanita ini sangat menginginkan menantu berpendidikan minimal S1 dengan pekerjaan terpandang, berbanding terbalik dengan dirinya. Bermodal nekat, mereka berdua berniat ingin meminta restu pada orang tua.

Namun, sebelum si empu menjawab. Bi Ira datang membawa nampan berisi teh hangat beserta kue lapis legit yang sudah dipotong dan menaruhnya di atas nakas.

"Kalau tugas Bibi sudah selesai, silakan kembali ke dapur!" pinta si majikan wanita tegas.

Ia tidak suka membuang waktu. Bi Ira malah terus berdiri di sana seraya terus menatap wanita yang duduk di samping anaknya. Ini adalah urusan keluarga, seorang asisten rumah tangga tidak perlu ikut campur.

"Bibi tidak mendengar saya bilang apa?!" Geram, si majikan wanita bertanya dengan mata menyorot tajam ke arah bi Irah.

"I-iya Bu. Maaf, kalau begitu saya permisi." Bi Ira sedikit membungkuk sebelum akhirnya berlalu dari ruang tamu, niatnya adalah ingin menyapa gadis cantik di sebelah Allen. Sayangnya, bukan waktu yang tepat jika nada bicara si majikan berubah sinis, pertanda suasana hati sedang tidak baik.

Helaan napas kasar keluar, pandangan Nika tertuju pada gadis di samping Allen, kaki menyilang sebelum akhirnya menukas. "Kembali ke pertanyaan, yang belum kamu jawab!"

Jeha menegakan punggung, mengatur napas terlebih dulu supaya lebih tenang, lalu mengulum senyum. "Pendidikan terakhir saya SMA dan pekerjaan saya penyanyi kafe, Bu."

TAUT | Kim Mingyu✓Where stories live. Discover now