Prolog

184 36 30
                                    

Ashvin bersumpah, kalau ada malam terburuk di dunia, dia akan menobatkannya pada malam ini. Saat dia harus menyetir di tengah hutan gelap dengan penerangan seadanya, sementara saudara kembarnya di sebelah berteriak kesetanan.

"VIN, INJAK LAGI GASNYA, VIN!" Pemuda yang tengah bergetar di kursinya itu tak henti-hentinya mengucap doa. "ANJIR, ADA YANG LEWAT!!! Suara anak lelaki itu naik satu oktaf. "AWAS, VIN, AWAS!!!"

"Bawel! Urang[1] juga tahu!" Ashvin membanting setir ke kanan menghindari sesosok bayangan putih berambut panjang yang sedang menyeberang, membuat mobil bergejolak karena melindas lubang.

"WOI!" Gadis di belakang yang sedang berdiri melongo melewati atap mobil berteriak. "Fokus, dong! Jaga keseimbangan di sini saja sudah susah!" Sebuah senapan plastik warna-warni tergenggam erat di tangan rampingnya. Matanya tertuju pada sesosok makhluk putih besar dengan tangan kurus berkuku tajam berwajah rusak yang sedang mengejar mereka. Gadis itu memicingkan satu mata, mengeker kepala berkulit kisut dan bermata kosong di depannya.

Telunjuknya hampir menyentuh pelatuk ketika mobil oleng kembali, membuatnya tersentak menubruk sisi atap, sekaligus—untungnya—menghindari serangan cakar dari makhluk yang dihadapinya.

"Gitaaa, masih lama?!"

"Sabar, lah! Bilang ke Ashvin sana biar nyetirnya bener!" Gadis yang dipanggil Gita itu menggeram.

Namun, bukannya berjalan mulus, kendaraan mereka malah ugal-ugalan semakin parah. Gita yang ditugaskan sebagai sniper, habis kesabaran. Gadis berambut pendek itu menekan pelatuk, lantas menembak serampangan. Air mengalir deras bagai disemprot menggunakan jetpump. Tawa dari gadis itu bersahutan dengan teriakan lelembut yang terkena airnya, mengubah hutan menjadi panggung hiburan makhluk malam. "Makan tuh air doa!" teriaknya sambil masih menembakkan air dengan zig-zag karena gerakan mobil.

Gita terus menyemprot ke seluruh tubuh putih demit di depannya. Makhluk yang jadi lawannya terus berusaha melindungi diri dengan tangan, tetapi air yang mengenai sedikit demi sedikit mengikis eksistensinya.

Kemudian, seiring dengan air yang habis, lenyap pula lelembut yang mengejar.

Jalanan kembali sunyi diiringi suara jangkrik dan burung hantu. Kecepatan mobil mereka lambat laun berkurang. Gita dapat bernapas lega. Ashvin pun demikian.

"Baik-baik saja, Al?"

Namun, Alvin yang ditanya saudara kembarnya masih belum bisa tenang. Jantungnya terus berdegup kencang. Keringat di wajahnya belum berhenti membanjiri.

Alvin bersumpah, satu-satunya waktu saat dia baik-baik saja adalah sebelum semua ini terjadi.[]

***

Kamus:

[1] Urang (Sd.) = Aku/kami. Digunakan dalam percakapan ke sebaya.

The Cur(s)e (TERBIT)Where stories live. Discover now