Taedong terus mengomel, “Dia mendesain sendiri atau bagaimana? Apa dia menyewa organizer amatiran?”

Sementara itu di luar tampak Donghan berjalan sambil bertelepon dengan seseorang di ponselnya. Bersamaan dengan kakinya yang masuk ke kafe, dia menutup panggilan dan memasukkan ponsel ke saku, sebab dilihatnya Taedong tengah berceramah tak jelas pada dua orang pelayan. Dia pun menghampiri Taedong. “Hyung, kau sudah datang?”

Taedong menoleh, tapi lantas melontarkan kata-kata, “Di sini kau rupanya. Dari mana saja? Kau harusnya jangan pergi ke mana-mana—kau tahu kau itu punya banyak tanggung jawab di sini!”

Tak tahu menahu dihadiahi omelan, Donghan mengerjap kebingungan. “Aku menemui kurir pengantar karangan bunga, mereka tersesat dan tidak bisa menemukan alamat kita.”

“Aku ingin tanya padamu,” Taedong kemudian berkata. “Bagaimana bisa dekorasinya jadi membosankan seperti ini? Siapa yang kau sewa? Apa kau tidak membicarakan dulu bagaimana konsep acaranya?”

Donghan mengedarkan pandangan pada dekorasi di dinding-dinding kafe, memperhatikan tulisan Happy Wedding Anniversary, lalu menatap pada Taedong lagi. Raut wajahnya terlihat heran. “Tidak ada yang salah dengan dekorasinya,” tukasnya tanpa rasa bersalah.

“Tidak ada yang salah?” sanksi Taedong lagi-lagi. Keningnya berkerut sampai-sampai Donghan merasa pria itu bisa menua lebih cepat dalam sekejap. “Dekorasinya kurang menarik,” Taedong mengajukan kritikan. “Harusnya masih bisa ditambah hiasan bunga-bunga lagi, yang warna-warni misalnya—lampu-lampu yang menarik juga—atau, tambahkan pita dan balon sekalian.”

Donghan merasa prihatin akan selera Taedong. “Hyung, itu norak. Dekorasi simpel seperti ini lebih terlihat elegan. Lagi pula aku sudah membicarakannya dengan Taehyungie Hyung—dia suka warna putih, jadi mawar putih sudah paling pas.”

“Kalau begitu tambah lebih banyak mawar!”

“Kalau terlalu banyak nanti menutupi tulisan. Itu berlebihan dan merusak kecantikannya.”

“Donghan, seleramu benar-benar buruk.” Taedong menggeleng-gelengkan kepala tak habis pikir, dan perlahan membuat wajah Donghan merah tertekuk. Tak menyadari itu, Taedong masih saja terus mengoceh, “Seharusnya kau bisa lebih pintar menyewa organizer. Kita sudah membayar mahal untuk ini, kan? Kenapa kau tidak pandai-pandai mengatur hal sepele seperti ini?”

Telinga dan kepala Donghan terasa panas mendengarnya. “Ya, Hyung mau tahu alasannya?” Donghan berkata dengan gigi menggertak, lalu seketika menyembur, “Karena ini memang bukan keahlianku!”

Taedong terperanjat, sedang Donghan yang dongkol kemudian mencerca dengan rentetan kalimat tanpa jeda. “Aku lulusan sarjana hukum, bukan seni! Profesiku pengacara, bukan seniman! Dan lagi, bukan aku yang mendekor ini, kenapa Hyung menyalahkan aku? Ini juga bukan pesta untuk Hyung ngomong-ngomong. Kalau Hyung mau dekorasi yang sesuai keinginanmu, lakukan saja semuanya sendiri! Hyung bilang ini sepele, kan? Jadi Hyung harusnya lebih ahli daripada aku!”

Sekejap Taedong mengerjap. Nyalinya agak menciut melihat raut garang Donghan yang jarang-jarang ditunjukkan, tapi dia masih tak tahu diri membalas, “Kalau aku punya waktu aku tidak akan minta bantuanmu, Donghan.”

“Nah, kalau begitu hargai apa yang kulakukan!”

“Aku menghargaimu,” Taedong mengelak.

“Tapi tidak begitu yang kulihat!” hardik Donghan galak, yang lagi-lagi membuat Taedong sedetik tersentak.

Lalu mendadak suara lain ikut menyahut, “Panas sekali, salju di luar bisa meleleh kalau begini terus.” Itu suara Dojin.

Ketika dua pemuda menoleh, pria tersebut tengah berdiri bersama Nayoung tak jauh dari sana, menyunggingkan senyum yang—entah mengapa terlihat menyebalkan untuk dipandang. Sementara Nayoung kemudian berkata, “Bisakah kalian sehari saja tidak berdebat tentang hal yang tidak penting?”

Wild Flower | BTS KookV [COMPLETE]Where stories live. Discover now