9. Permintaan Terakhir

45 13 0
                                    

"صُمُّۢ...َ"

"Tasydidnya kurang dengung."

"صُمُّۢ بُكۡم..."

"Huruf م ketemu ب hukumnya apa? Kenapa nggak dengung?"

"صُمُّۢ بُكۡمٌ عُمۡيٞ ..."

"Tanwin bertemu ع kenapa di dengung?"

"صُمُّۢ بُكۡمٌ عُمۡيٞ فَهُمۡ لَا يَرۡجِعُونَ"

Naya langsung menutup Al Qurannya dan menciumnya.

"Kok udah?"

"Lo sih! Dengang dengung terus. Kuping gue sampe ikut mendengung."

"Al Quran kalau tajwid sama makhrojnya nggak bener, bisa beda arti Nay. Hati-hati."

"Iya deh, serah lo."

Naya mendengus kesal. Malam itu moodnya lagi baik untuk membaca Al Quran, namun Hafidz terus mengomentari bacaannya. Ia tau kalau ia memang salah. Tapi omelan Hafidz membuat kesabarannya yang setipis tissu menjadi habis. Bahkan moodnya langsung hilang.

Naya melepas mukenanya lalu melipatnya. Setelah itu ia duduk di meja belajarnya dan membuka laptopnya.

"Lo mau ngapain?"

"Nyari kampus."

"Buat apa?"

"Tuh liat!"

Dagu Naya menunjuk ke arah sebuah formulir yang tergeletak di mejanya. Hafidz mengamatinya. Sebuah formulir pendataan kampus lanjutan.

"Lo mau kuliah?"

"Iya lah."

"Kenapa nggak konsultasi BK aja?"

"Ribet. Ntar nggak sesuai keinginan gue."

"Emang lo pengen dimana?"

"UGM."

"Widiiiih. Ujung Gedung Mixue?"

"Gundulmu!"

Hafidz tertawa ringan. Sedangkan Naya mengabaikannya saja dan terus berkutat dengan laptopnya.

"Lo yakin sama nilai lo?"

"Yakin lah. Cengo cengo gini otak gue masih berisi."

"Isi lemak maksud lo?"

"Diem lo!"

"Jangan gegabah Nay kalau milih. Pikir mateng-mateng."

"Iyaa."

"Lo harus kejar keinginan lo mumpung masih ada kesempatan."

"Iya iyaaa."

Hafidz duduk di kursi kosong sebelah Naya dan diam sambil mengamati kegiatan Naya. Di sela-sela kegiatannya, terbesit sesuatu di pikiran Naya yang membuatnya penasaran.

Hafidz Al-GhazaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang