4.

19 5 0
                                    


TRAUMA

Part 4. Kenapa Tidak Deg-deg'kan?

Kuregangkan kedua tangan ke atas. Setengah hari tubuh hanya duduk di depan komputer, pegal dan lelah menyergap. Badan rasanya nano-nano. Punggung cenut-cenut minta direbahkan. Mungkin faktor "U" mulai menyerang.

[Alhamdulillah...semoga lelahnya menjadi lillah 🤲]

Kling

Status yang kubuat di aplikasi hijau. Lelah bukan berarti tidak bisa disyukuri. Aku mensyukurinya. Setidaknya masih memiliki kesempatan untuk berkarya sesuai passionku. Mengingat, tahun-tahun ini banyak orang diluaran sana yang kehilangan pekerjaan. Apa mungkin benar ramalan pengamat ekonomi. Dunia mengalami resesi? Kalau benar, semoga saja semua segera berlalu dan kembali normal.

Kling

Riska [Alhamdulillah... batal menikah menjadikanmu lebih pandai bersyukur sekarang, dear]

Aku tersenyum mendapati pesan Riska. Teman yang jauh di mata namun dekat di hati. Meski aku dan dia berjarak ratusan kilo, hingga menyeberang laut. Namun kami masih memiliki waktu untuk saling bersapa. Kami beda pulau. Waktupun juga selisih 1 jam lebih dulu tempat tinggal Riska.

Aku [Semua perlu dipelajarikan? Kemudian disyukuri. Termasuk batalku menikah kemarin. Pesan itu yang selalu aku ingat. Terima kasih, my sister 🤗]

Balasan chatku pada Riska. Kami jarang menanyakan kabar. Karena jika salah satu dari kami dalam keadaan tidak baik-baik saja, kami akan saling bercerita tanpa ditanya. Menjaga sikap untuk tidak kepo, nyatanya berhasil membawa pertemanan kami hingga berumur 20 tahun lebih. Riska merupakan teman SD ku yang menetap di Kalimantan. Iya, setelah lulus SD hingga menikah, Riska memilih kembali ke tempat asalnya.

Riska [Ok deh👌dear]

Kling

"Balasan yang selalu singkat." Aku meletakkan gadget pintar di laci. Kalau seperti itu, Riska tak akan membalas pesanku lebih lanjut lagi.

Mengalihkan pandangan dari gadget, tanpa teraba-aba, pandanganku jatuh pada kalender meja, hari Sabtu. Ternyata seminggu ini terlewati begitu cepat. Hingga tak terasa besok waktunya istirahat total. Me time. Hari Minggu. Hari besar untuk pegawai sepertiku.

Aku hendak berdiri mengambil air minum. Namun daun pintu lebih dulu terbuka. Menampilkan Pak Joe dengan nampan di tangannya.

"Istirahat dulu," ujarnya seraya menaruh nampan di meja yang letaknya tak jauh dari pintu.

Akupun kembali duduk manis di bangku kerja. Terkejut. Tidak pernah menyangka dengan apa yang baru Pak Joe lakukan.

Aku mencuri pandang ke arah Mbak Lily. Rupanya Mbak Lily melakukan hal yang sama. Gerakan mata dan tarikan alis mengisyaratkan bahasa keterkejutannya.

"Untuk kalian," kembali kami bertiga dibuat menganga dengan sikap Pak Joe. Ini sangat jarang. Bahkan tidak pernah.

"Seharusnya Pak Joe memanggil saya, tidak perlu repot seperti ini," ujar Mbak Lily yang lebih dulu sadar dan membantu Pak Joe menaruh cangkir-cangkir yang dari dalamnya mengepulkan asap.

"Oh, kebetulan tadi saya lewat tak mendengar kegaduhan dari sini, saya berasumsi mungkin kalian sedang spaneng menyiapkan untuk SP2DK. Dan mungkin, butuh yang hangat untuk memecut semangat lagi," Pak Joe menjelaskan argumen sesuai pemikirannya.

"Puft," aku membekap bibir dengan telapak tangan. Entah kenapa aku ingin menertawakan perhatian Pak Joe.

Selama 3 tahun berjalan gabung dengan perusahaan, ini baru pertama kalinya aku melihat sikap so sweet Pak Joe. Biasanya dia yang minta dilayani. Kali ini kebalikannya. Inisiatifnya sendiri, Pak Joe melayani kami bawahannya.

TRAUMAWhere stories live. Discover now