Kota ini berbeda dengan kota metropolitan yang dia tahu. Tidak banyak gedung tinggi yang bisa dia temukan seperti halnya tempat tinggalnya sebelumnya. Jalanan macet yang dipenuhi kendaraan pun tak sepadat dari kota sebelumnya.

Kota ini memiliki banyak pepohonan hijau yang bisa dilihat di sepanjang jalan. Dia bahkan bisa menemukan persawahan yang telah ditumbuhi sayuran dan jagung saat melewati jalan tersebut.

Kota ini indah, nyaman, tenang dan tidak buruk sama sekali. Senyum ceria terbit di bibir Andin tatkala dalam hati, dia senang dengan tempat tinggal barunya. Dia jadi bertanya-tanya, apakah selama dia tinggal di kota ini, menjadi istri Tuan Aldebaran yang terkenal dingin itu, dapat memiliki kebebasan untuk menikmati setiap penjuru kota. Karena dia sepertinya akan betah bila diperkenankan keluar jalan-jalan.

Setibanya mereka di tempat tujuan sudah ada beberapa orang yang menunggu. Andin keluar dengan gugup dan wajah malu.

"Tuan Rendy. Selamat datang." Seorang pria paruh baya datang menyelami Rendy. Pria itu kemudian melihat ke belakang punggung pria muda di depannya. Seolah mencari seseorang penting untuk ditemuinya, tapi yang menyambutnya adalah keheningan.

Seolah memahami niatan pihak lain, Rendy kemudian memberitahu, "Tuan Muda akan datang sedikit terlambat. Kami tidak datang bersama. Sambil menunggu, saya ingin memastikan kembali dokumen yang tadi malam saya beritahukan pada Anda untuk direvisi."

Tergagap, pria tua itu menarik menarik pandangannya, "Ah, ya. Saya sudah selesai memperbaikinya. Silakan masuk, silakan masuk...."

Andin mengikuti Rendy masuk ke dalam. Apabila Rendy pergi ke dalam kantor pria tua itu, dia sendiri duduk di bangku panjang ditemani oleh seorang wanita berkacamata yang memperkenalkan diri sebagai karyawan di sana.

Beberapa menit kemudian menunggu dengan lelah, Andin hampir jatuh tertidur di bangku itu. Andai dia tidak mendengar suara gaduh dari luar, dia pasti sudah jatuh tertidur tadi. Ia pun menolehkan kepalanya ke samping, tepatnya ke arah pintu masuk.

Beberapa pengawal mengenakan setelan hitam berdiri di pintu masuk. Tak lama kemudian, seorang pria, mengenakan topeng perak, dan duduk di kursi roda muncul.

"Tuan Aldebaran."

Sambutan meriah itu membuat Andin langsung bangun dari duduk.

Tuan Aldebaran?

Andin membeku, tatapannya tidak berpaling sedikitpun dari pria bertopeng yang kini mulai mendekat padanya. Sepasang mata di balik topeng itu tampak dingin dan tajam. Ketika melihat pada dirinya, merinding muncul di seluruh tubuh. Tanpa sadar, Andin mengambil langkah mundur, tampak takut dengan tatapan pihak lain.

Ini adalah calon suaminya. Yang dikatakan oleh banyak orang memiliki sifat kejam dan ditakuti kehadirannya. Apabila sebelumnya dia skeptis dengan gosip itu, kali ini, dia harus memercayai gosip tersebut. Karena dari jarak segini pun, ia dibuat terpaku dan tak bisa bergerak.

"Tuan, Nona Muda ada di sini." Pengawal pribadinya yang setia mengumumkan kehadiran Andin.

Aldebaran menatap kosong ke depan, pada tembok putih di belakang Andin. Suara dinginnya yang tanpa intonasi kemudian terdengar bicara pada calon istrinya tersebut. "Maafkan aku karena baru bisa menyapamu, Nona Elsa. Ayo masuk, mereka seharusnya sudah selesai dengan persiapan pernikahan kita."

Keringat dingin yang tadi merembes di punggungnya, secara perlahan mengering dikarenkan pendingin ruangan. Andin langsung tersadar begitu pria itu sedang bicara dengannya.

"Y-ya, tidak apa-apa. S-saya dengar Anda tidak dalam kondisi baik. B-bagaimana kabar Anda hari ini?" tanya Andin dengan suara gagap akibat gugup serta takut. Tadi, dia ketakutan setengah mati setelah ditatap oleh sepasang mata tajam dan dingin itu. Untungnya, dia sadar kalau pria bertopeng ini buta, dan tentu tidak tahu bahwa dia sebenarnya bukanlah kakak perempuannya Elsa.

Masih mempertahankan wajah pokernya, Aldebaran menjawab singkat, "Sudah baikan. Ayo masuk." katanya lagi tak mau berlama-lama di sana.

Andin mengikuti di belakang pengawal Aldebaran, masuk ke dalam ruangan lain yang tak jauh dari sana. Saat pintu itu terbuka, ia mendapati sebuah aula dengan kursi berjejer rapi terdapat di ruangan itu. Barulah dia tahu, dia akan dinikahkan bersama pria itu di aula tersebut.

Kedatangan Aldebaran sangat mengejutkan Andin. Ia pikir, pernikahan itu akan terjadi begitu saja. Hanya sebatas hitam di atas putih, tanpa acara sakral sebagaimana pernikahan pada umumnya. Tapi ternyata dia salah. Dengan kehadiran sang mempelai pria, sumpah pernikahan akhirnya dilakukan.

__

Caranya mengingat, buta dan cacatnya Al, tinggal ingat aja nama sebutan di setiap novel ini.

Panggilan Al buat dia waktu sedang tidak menyamar.

Panggilan Aldebaran buat dia waktu menyamar jadi orang cacat. Paham bestie~ 😉😘

Pengantin Pengganti (TAMAT) Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt