Namun, perempuan itu memilih menghindarinya, tetapi kelihatan begitu bersahabat dengan laki-laki lain. Melihat Abel tersenyum pada dua lelaki yang ia akui sebagai rekan kerja di Reverie saja sudah membuat Agam panas. Apalagi, mendengar Abel mengaku jika dirinya punya pacar, dan sekarang, Agam melihat Abel membeli kondom entah untuk siapa. Tentu saja Agam sangat marah. Abel jelas-jelas masih menyayanginya! Kenapa berpura-pura sudah melupakannya?
Mereka tiba di rumah Abel setelah sepuluh menit perjalanan. Agam mengamati rumah Abel yang warna catnya masih berwarna putih. Kusen jendela dan pintunya yang diubah warnanya, menjadi cokelat tua hampir hitam. Agam melihat ada beberapa pot tanaman di tepi garasi Abel. Sepertinya Abel punya hobi baru.
Perempuan itu turun dari mobil tanpa menatapnya, mengambil belanjaannya dari pintu belakang dan membuka pintu mobil tempat Agam duduk dengan wajah jengkel.
"Turun. Suruh manajer kamu cepat-cepat ke sini," ketus Abel.
Agam tidak menjawab, menatap Abel yang tampak galak. Padahal, dulu Abel tidak pernah memasang wajah seperti ini padanya. Agam menutup matanya dengan satu tangan, bertingkah seakan kepalanya sakit sekali sampai harus dibawa ke rumah sakit. Abel langsung sigap mendekati Agam dan menyentuh pergelangan tangannya lembut.
"Kamu kenapa?" Bahkan, cara bicaranya juga langsung berubah. "Sakit? Pusing?" Abel menurunkan tangan Agam yang menutupi matanya, mengamati wajah lelaki itu dengan raut cemas dan menyentuh keningnya. "Nggak demam... kamu kedinginan?"
Agam mengangguk, memasang wajah menahan sakit dan hampir menangis. "Pusing, Kak Abel."
"Turun dulu dari mobil," suruh Abel lembut, menarik tangan Agam untuk menuntunnya turun. "Kenapa? Mau ke rumah sakit aja? Atau ke dokter?"
Agam menggeleng. "Nggak mau."
"Nanti makin sakit, Gam!" omel Abel dengan nada khawatir. Agam hampir tersenyum, tetapi ia menahannya. Abel memang masih peduli padanya.
"Agam mau istirahat aja sebentar. Nanti kalau Riko udah jemput aja, baru Agam ke rumah sakit," bohong Agam.
Abel mengerutkan kening, masih khawatir, tetapi dengan segera menuntun Agam masuk ke dalam rumahnya walau ia sendiri kerepotan membawa belanjaannya. Ia mendudukkan Agam di sofa ruang tamu, meletakkan kantung belanjaannya sembarangan. Abel mengambilkan air hangat, tidak memiliki teh untuk disajikan kepada lelaki itu.
"Minum dulu. Apa kamu mau minum obat? Aku punya paracetamol, eh tapi, kamu mau ke rumah sakit, 'kan?"
Agam memasang wajah memelas, mengangguk dan menerima air hangat dari Abel. Sambil meneguk minumannya, Agam memperhatikan Abel yang kelihatan cemas. Ia tidak tega juga melihat Abel begini.
"Agam nggak apa-apa, kok, Kak Abel. Udah biasa begini."
Wajah Abel langsung masam mendengar pernyataan Agam. Sudah biasa? Kalau begitu, Agam biasanya mengalami sakit kepala begini? Bagaimana ia bekerja?
"Aidan ngapain aja selama ini, sampai kamu ada keluhan sakit kepala begini dibiarin? Kalau ada apa-apa gimana?" marah Abel meraih ponselnya untuk menelepon Aidan.
"Kak Aidan nggak tahu, Kak," balas Agam pelan.
Ia tidak sepenuhnya bohong. Aidan memang tidak tahu karena Agam biasanya tidak pernah sakit. Wajah Abel semakin masam mendengar ucapan Agam. Teleponnya juga tidak dijawab.
Tentu saja tidak akan dijawab. Agam sendiri yang meminta Aidan mematikan ponselnya.
"Ini, Aidan ke mana deh?" gerutunya. "Kamu punya nomor manajermu? Biar aku telepon dia supaya lebih cepat ke sini."
"Agam udah chat, tapi hapenya mati..."
Abel mengedipkan matanya terkejut. "Hapenya mati?"
Agam mengangguk. "Nggak bisa dihubungi dari tadi."
Suaranya semakin pelan, seakan mencicit di akhir kalimat. Agam juga memasang wajah paling kasihan, sampai Abel yakin jika lelaki itu tidak diperlakukan dengan baik oleh agensinya.
"Agensimu ngapain aja selama ini, sampai artisnya nggak diurus?" geram Abel. "Sini hapemu, biar aku coba telepon."
Agam menyerahkan ponselnya kepada Abel. Perempuan itu sedikit berjengit saat ia melihat lockscreen ponsel Agam. Foto mereka berdua di premiere film pertamanya. Secara otomatis, mata Abel kembali melirik Agam yang memasang wajah seakan tidak tahu. Ia menelan ludah, berpura-pura tidak melihat apa-apa dan mencari nama manajer Agam.
"Namanya Riko?" tanya Abel sebelum menelepon, yang diangguki oleh Agam.
Perempuan itu kemudian menelepon manajernya, langsung mengerutkan kening dengan jengkel saat mendengar suara robot operator seluler. Ia mencoba menelepon beberapa kali dengan marah, tidak sadar jika Agam menikmati reaksi Abel saat mendengar suara operator berbunyi sebagai jawaban.
"Manajermu nggak jawab," ujar Abel dengan nada datar dan wajah berkerut-kerut. "Dia nggak punya nomor lain yang bisa dihubungi?"
Agam menggeleng.
"Istrinya? Pacarnya?"
"Bukannya aneh, ya, kalau Agam tahu nomor istrinya Riko?"
Benar juga. Abel mengatupkan bibirnya, menghela napas panjang dan menatap Agam khawatir. "Kamu masih pusing? Mau aku antar ke rumah sakit?"
"Nggak mau, ah. Nanti ada yang ngenalin Agam."
Agam sebenarnya juga tidak peduli kalau ada yang mengenalinya. Namun, jawabannya cukup untuk membuat Abel terdiam. Perempuan itu menatapnya cukup lama sampai akhirnya buka mulut.
"Ya sudah. Kamu istirahat dulu di sini. Aku buatin bubur, terus minum paracetamol ya, biar nggak sakit-sakit amat kepalanya?"
Sudut bibir Agam hampir terangkat membentuk senyum puas. Ia lagi-lagi menahannya, mengangguk kecil dengan wajah lemas.
"Agam nggak ngerepotin Kak Abel, 'kan?"
"Ngawur! Diem aja kamu, biar aku masakin bubur dulu!" ketus Abel sambil beranjak meninggalkan Agam.
Untuk pertama kalinya, Agam merasa senang menjadi aktor. Berkat pengalamannya di bidang akting, ia bisa membuat Abel kembali melunak padanya. Agam tidak mau berbohong pada Abel, tetapi jika ini adalah satu-satunya cara yang tersisa, maka Agam akan melakukan apa saja. Apa saja asal ia bisa bersama Abel.
Note:
Yg udah beli pdf no strings attached dan kebetulan msh reread di wp, gue mau ksh tau extra chapter udah keluar ya. Bisa cek pdf kalian di KK, trs klik link yg gue tambahin.
Buat pembaca wp yg pengen bgt baca extranya, nanti gue up di KK terpisah.
Bisa cek message gue buat info lbh lanjut.
YOU ARE READING
No Strings Attached
RomanceLengkap✅️ [MATURE] Arabella Luda bukan pembuat keputusan yang baik saat ia sadar. Apalagi saat ia setengah tidak sadar. Dan karenanya, mau tak mau Abel harus terlibat dengan Agam Pangestu, brondong tampan dengan tubuh bongsor yang ia renggut kali pe...
