Prolog

13 0 0
                                    

"Hei, kamu percaya rasi bintang?"

Pertanyaan ini terus menghantuiku.

Rasi bintang, sebuah kepercayaan beberapa orang, dikategorikan berdasarkan tanggal lahir, dan tak jarang disebut-sebut orang sebagai ramalan nasib.

Aku tidak pernah memercayai itu, dan aku...

tidak akan pernah percaya.





21 Oktober 2006

Malam yang indah, bintang-bintang berkilauan, sunyi senyap. Malam itu jugalah di mana aku lahir. Kegembiraan dalam keluarga meluap-luap.

"Nama apa yang akan kita berikan?" tanya ibu.

"Bagaimana kalau dari rasi bintang saja? Sepertinya keren bila anak kita mempunyai nama seperti itu," balas ayah.

"Kamu ini, mempercayai hal begituan ya? Kenapa kita tidak mengambil nama permata saja? Jarang orang-orang menggunakan nama permata untuk anaknya."

"Nama-nama permata lebih cocok diberikan untuk perempuan, jadi kita berikan saja untuk anak berikutnya nanti."

"Memangnya kita akan punya anak kedua perempuan?"

"Kita AKAN punya anak kedua."

Sang ibu pun tersipu malu.

Pada akhirnya aku diberi nama Libra; diambil berdasarkan kepercayaan rasi bintang. Sejujurnya aku tidak menyukai nama itu dulu, karena memang aneh bila rasi bintang dijadikan nama orang. Banyak permata yang bisa dijadikan nama untuk laki-laki, seperti Beryl, Aquamarine, dan masih banyak lagi. Namun apa boleh buat, aku belum tahu apapun kala itu.

Jadi begitulah kelahiranku, tidak ada sesuatu yang spesial.








11 Januari 2012

Hari di mana aku mendapat seorang adik. Usiaku masih 5 tahun kala itu. Dan sesuai perkataan orang tuaku, benarlah adikku itu perempuan. Dia... sangat berbeda denganku.

"Kau bilang nama permata cocok untuk anak perempuan, 'kan? Jadi apa nama yang cocok untuk dia?" tanya ibu.

"Hmm, aku menyukai batu safir, bagaimana denganmu?"

"Wah, aku juga suka batu safir!"

"Baiklah kalau begitu, Sapphire saja."

Dan itulah nama adikku, Sapphire, yang melambangkan ketulusan. Aku tidak tahu apakah nama ini benar-benar dimaknai, karena sejak inilah semua kehancuran bermula.





15 Januari 2012

Awalnya hari berjalan seperti biasa, ayah bekerja, ibu mengurus rumah tangga. Biasanya ayah pulang sore dan langsung menyambut sekeluarga dengan senang, namun tidak demikian dengan hari ini. Ayah pulang terlambat dan wajahnya sangat lesu. Hujan yang turun deras pun memperburuk suasana.

"Sayang, kamu pulang terlambat. Ada apa hari ini?"

"DIAM! Aku tidak menyuruhmu bersimpati padaku!"

Aku mendengar teriakan itu dari kamar, sehingga aku keluar dan melihat mereka. Ibu menangis karena teriakan tersebut, namun masih berniat mengajak ayah makan malam bersama.

"Kamu... tidak mau makan malam bersama? Anak-anak juga sudah menunggu-"

"Aku tidak ingin makan. Maafkan aku tadi berkata keras padamu," kata ayah sembari berjalan naik ke kamar.

Sesuatu sedang tidak baik-baik saja. Aku tahu itu.

Ibu dan aku menghampiri ayah di kamar, namun...

Saat kami membuka pintu...

Semua sudah terlambat.

Dari jendela, ayah sudah terjun bunuh diri ke tanah.

"Ti-tidak mungkin..."

Ibu langsung berlari dan kembali ke kamarnya bersama Sapphire.

Aku masih menangisinya di kamarnya, paling tidak sampai aku menyadari ada kertas yang ditempelkan di dekat jendela.

"Aku tidak mencintaimu lagi, budak."

Aku tidak paham apa maksudnya ini, namun yang pasti ini tertuju pada ibu. Aku segera menghampiri ibu di kamarnya, namun sebelum memasuki kamarnya...

"Semua sesuai rencana, Sayang."

"Bagus, sekarang buanglah anak perempuan busukmu itu dan bawa anak laki-laki kita kemari. Aku sudah menyiapkan nama yang baik untuknya," kata seseorang melalui telepon.

"Pastikan itu nama permata ya, Sayang~"

Jadi begitu, semua sudah jelas. Ibuku mendua, dan aku adalah anak haram di sini. Aku sangat sedih ketika mengetahuinya, namun menangis bukanlah solusi saat ini. Aku perlahan lari ke luar, namun aku teringat bahwa pria itu memerintahkan ibu untuk membuang Sapphire.

Tepat setelah aku keluar, aku melihat jendela kamar ibu dibuka dan ibu bersiap untuk membuang Sapphire. Sapphire dijatuhkan langsung ke semak. Beruntung semaknya mampu menahan Sapphire terbentur ke tanah, walau semaknya sedikit berduri. Tentu goresan luka ada, namun setidaknya dia masih bertahan hidup. Setelah ibu menutup jendelanya, Sapphire menangis kencang, sehingga saat itu juga aku langsung membawanya lari menjauhi rumah itu.

"Aku... akan melindungimu, Sapphire, dan aku pasti... akan membalas semua ini! Kenyataan buruk yang diterima Ayah, akan kubalas satu demi satu! Siapapun pria itu, akan kubasmi seluruhnya tanpa tersisa sedikitpun!"

Prolog - FIN

Libra dan Dunia AktingWhere stories live. Discover now