June 1st, 2015 - Aku dan Selembar Potret Dirimu

32 3 0
                                    

Rasa-rasanya dua puluh empat jam sehari tidak pernah cukup untukku. Masih saja ada hal-hal yang terlewat untuk kukerjakan. Seperti hari ini, aku terpaksa membawa pulang pekerjaan yang masih belum selesai. Lagi-lagi merelakan jatah tidurku berkurang.

Mungkin dulu hal ini akan sangat menggangguku. Bisa dipastikan aku tidak akan bisa focus dan sering tertidur di kantor keesokan harinya jika terlalu larut untuk tidur. Tapi sekarang, aku tidak akan bisa tidur jika jarum jam belum menunjuk ke angka 3, bahkan jika tidak ada pekerjaan yang kubawa pulang sekalipun. Aku hanya akan bersandar di kepala ranjang dengan selimut sebatas pinggangku. Entah hanya menonton film di saluran tv kabel, menonton drama korea terbaru yang tidak pernah ketinggalan kubeli di tukang dvd dekat kantor, atau aku hanya akan diam tidak melakukan apapun kecuali memandang foto kita - wajahmu - di frame yang selalu kuletakkan di meja kecil samping tempat tidurku.

Tapi sekarang ini, aku belum bisa memandangi dirimu karena angka-angka sialan di berkas yang kubawa dari kantor tadi sudah merajuk untuk segera dikerjakan. Kamu tahulah, mendekati masa audit tiba, bisa dipastikan volume pekerjaanku akan meningkat 100%. Biasanya kamu akan mengingatkan aku agar tidak lupa meminum suplemen atau vitamin untuk menambah daya tahan. Karena jika aku sakit, aku pasti akan selalu merepotkanmu. Bukan berarti kamu tidak mau untuk kurepotkan, atau kamu tidak mau aku bermanja-manja padamu. Tapi lebih karena hal tersebut akan sangat membuatmu khawatir. Ya, karena kamu mempunyai rasa khawatir yang berlebih padaku jika aku sakit, meskipun itu hanya tergores pisau dapur ketika membuatkanmu sarapan. Dan kadang, kamu merasakan kekhawatiranmu pada diriku sudah mulai ke tahap mengganggu. Kamu merasa dirimu menjadi overprotective padaku, padahal kamu menginginkan diriku bebas untuk melakukan apapun yang aku mau asal masih dalam tahap wajar.

Aku selalu berusaha untuk memahami rasa khawatirmu itu. Biasanya aku akan tersenyum dan mengusap-usap lenganmu jika rasa itu sudah mulai menguasai dirimu. Tapi tidak pada hari itu, di saat aku dikejar deadline penting yang akan menentukan jabatan baru untukku. Aku akan selalu mengingat hari itu, hari di mana pertama kali kita beradu mulut satu sama lain, saling mencaci, bahkan tanganmu sempat melayang di udara dan hampir menerpa pipiku jika kamu tidak menahannya sekuat tenaga. Aku tahu kamu khawatir, tapi menurutku sangat tidak tepat waktunya. Ada hal penting yang jadi taruhannya waktu itu.

Pada akhirnya aku memang mendapatkan jabatan itu, jabatan yang lebih tinggi. Tapi, hari itu juga menjadi hari terakhir kita. Kamu memutuskan untuk pergi meninggalkanku. Keputusanmu yang mengubah hidupku selamanya. Karena sejak hari itu, aku terus memaksa tubuhku untuk selalu bekerja demi untuk menghilangkan rasa kesepian yang mulai menemaniku.

Seperti saat ini, aku sengaja untuk tidak mengambil jatah liburku. Setelah semua pekerjaanku selesai, aku akan mengambil cuti dan tambahan hari libur yang belum kuambil. Hitung-hitung reward untuk tubuhku yang kurasakan mulai ringkih.

***

Hari ini, hari yang sudah kumantapkan dalam hati ingin kulalui. Waktu yang sudah lama kupersiapkan untuk mulai berdamai dengan takdir, waktu dan juga dengan dirimu. Hari ini, dua tahun setelah hari itu, aku akan menemuimu. Memaafkanmu yang telah meninggalkan diriku. Menemuimu di tempatmu berbaring dalam keabadian.

Random-able!!Where stories live. Discover now