aku seperti tanda (;)

23 3 0
                                    

Bimbo akan melangkah, kecepatan sembilan puluh kilometer di hadapannya, di tengah langit yang menguras tenaganya seharian.

Bimbo tidak ingin menari lagi.

Warna kemerahan di ujung waktu menghabisi napas yang dia simpan. Tak ada yang sampai padanya.

Tuhan akan memaafkan, selalu memberi kesempatan, namun yang tersisa hanya rasa sesal yang dibiarkan menggenang seperti gelembung-gelembung di malam hari.

Bimbo melewati alun-alun, menginjak rerumputan kering dengan keasingan di ujung jemarinya, lalu berhenti mengunyah makan siangnya. Dia mendengar seseorang bernyanyi dengan lugas. Menceritakan tentang kepasifan manusia yang tak ingin berjuang untuk tetap hidup seperti ingin melelang apapun yang dimilikinya. Bimbo tetap melewati rumput-rumput itu.

"Tunggu."

Menunggu bukan sekadar perintah dari sebuah kalimat dengan tanda seru. Seharusnya Bimbo jujur tentang keinginannya. Tentang namanya, yang sebenarnya.

"Kau tahu artinya?"

Bimbo mengernyit, melanjutkan makan siangnya, dengan angin lembut yang tak memberinya kesempatan untuk melebur bersama-sama dengan tarian aneh di ujung alun-alun itu.

"Apa kau tahu itu?"

"Tanda titik koma ini?"

Lagu berubah menjadi agresif, sesuai dugaannya saat menimbang, mereka akan berakhir kelelahan, lalu terlentang selayak layang-layang.

"Apa kau mengerti itu?"

"Tanda titik koma ini?"

Orang-orang aneh, tarian aneh, lagu aneh.

"Apa kau memahaminya?"

"Tanda titik koma ini, 'kan?"

Bimbo tidak memahaminya, bercak-bercak kemerahan di ujung alun-alun berkumpul dan mendatanginya.

"Artinya, soal kau; artinya ingin hidup, tapi kematian datang lebih cepat; artinya ingin mati, tapi kehidupan tetap mengikat; artinya tidak ada."

Bimbo tak ingin memahaminya.

HOME; a salvage placeWhere stories live. Discover now