You Belong in My Bed 2

Comenzar desde el principio
                                    

Aku tersentak saat Om Gavin menjulurkan lidahnya dan menyentuh klitorisku. Dia tidak memberiku waktu. Lidahnya menyerbuku. Menghisap. Mengecup. Dan mencumbuku.

Tubuhku menggelinjang saat meningkahi serangan lidah Om Gavin.

Ini pengalaman oral pertamaku.

"What?" Om Gavin bertanya.

Ternyata aku mengutarakannya keras-keras.

"Belum pernah ada yang menjilatimu di sini?" Tanyanya. Aku menggeleng, membuat Om Gavin tertawa. "Setelah ini, kamu akan ketagihan dioral."

Om Gavin kembali menyerbuku. Lidahnya memaksa masuk ke dalam lipatan vaginaku. Klitorisku yang membengkak menjadi sasaran serangannya. Bibirnya mengecupku dengan damba. Cambangnya memberikan rasa geli yang membuat hasratku makin menjadi-jadi.

Sementara On Gavin menyerang vaginaku, aku meremas payudaraku sendiri.

"Om..." desisku. Ada gelenyar di dalan tubuhku. Pertanda pertahananku tidak akan lama lagi. "Aku udah enggak kuat, Om."

Om Gavin mempercepat lidahnya. Aku tersentak saat merasakan ibu jarinya menyentuh klitorisku. Dengan lidah dan jarinya, Om Gavin menghancurkanku.

Tubuhku menegang. Aku tidak lagi bisa menahan dorongan hasrat yang menggebu. Gerakan Om Gavin semakin cepat, napasku tersengal-sengal, tanganku meremas payudaraku kian kasar. Aku menjepitkan paha, menahan Om Gavin agar tidak beranjak.

"Om, aku..." aku berteriak saat rasa puas itu menghampiri. Tubuhku bergetar hebat, membuatku harus menekan pundak Om Gavin erat-erat agar tidak melorot ke lantai.

Om Gavin memberikan satu ciuman yang dalam sebelum melepaskanku. Lama aku bertahan seperti ini, untuk meredakan napas dan menikmati rasa puas yang diberikannya.

Om Gavin menjilati bibirnya yang mengkilap karena cairanku. "Kamu enak."

Aku tersenyum. Lidahnya saja sudah membuatku seperti ini. Bagaimana kalau penisnya yang menghancurkanku?

"Masih mau kontol, Om?" Tanyanya. Pertanyaan retorik. Aku semakin menginginkannya.

Om Gavin mengangkat tubuhnya hingga berdiri di depanku. Dia menurunkan celananya. Kejantanannya yang menegang mencuat dengan angkuh di hadapanku.

Sesuai dugaan. Penis Om Gavin besar dan tebal. Urat yang bertonjolan membuat penisnya makin gagah. Kepalanya berkilat dengan cairan precum.

"Suka?"

Aku mendongak dan menatapnya, lalu mengangguk.

"Jangan dilihatin aja kalau suka."

Aku tersenyum. Aku pun berlutut di hadapannya. Kedua tanganku menangkupnya. Aku mengusapnya, merasakan penisnya berkedut di bawah sentuhanku.

"Gede banget, Om."

"Pernah hisap kontol sebelumnya?" Tanyanya.

Aku mengangguk. "Tapi, enggak ada yang segede ini."

Om Gavin tertawa. "Hisap kontol Om, Eila."

Tanpa disuruh dua kali, aku menjilati batang kejantanannya. Rasa lapar membuatku begitu bernafsu. Tidak ada kulit tersisa yang tidak merasakan lidahku. Aku memasukkan penis itu ke dalam mulut. Tidak semuanya bisa ditampung mulutku. Sisanya kugenggam dengan tangan sementara aku menghisapnya dengan penuh nafsu.

Om Gavin menekan bagian belakang kepalaku sementara aku masih memanjakannya di dalam mulutku.

"Mulutmu enak banget, La." Rintihan Om Gavin membuatku makin bersemangat. "La, lebih cepat."

Woman's NeedDonde viven las historias. Descúbrelo ahora