22• One Minute

153 71 10
                                    

•𝙋𝙖𝙢𝙞𝙩•
~𝓞𝓬𝓱𝓪𝓷𝓼07~

Tak terasa lima hari berlalu, ternyata sudah selama itu keduanya memendam rindu.

Sejak semalam tak ada kabar dari Jerome, padahal laki-laki itu dia pasti menunggu.

Masa harga promo yang sudah berakhir membuat cafe tak seramai kemarin. Setidaknya siang itu bisa lebih santai sambil memikirkan Jerome yang sudah menjadi rutinitasnya.

"Ra, lagi lowong gak?" Wira menyembulkan kepalanya dari dalam ruangan khusus manager. Namira yang duduk di kursi samping ruangan tersebut pun sontak berdiri.

"Cafe lagi sepi kok, Pak. Makanya saya istirahat bentar, saya gak makan gaji buta kok," ujar Namira dalam satu teriakan napas.

Wajah panik gadis itu mengundang tawa Wira. Namira sendiri bingung mengapa manager barunya itu tertawa.

"Saya gak nuduh kamu gitu loh ya. Saya cuman mau minta tolong sama kamu nih," ucap Jerome usai meredakan tawanya.

"Boleh, Pak. Apa yang bisa saya bantu?" tanya Namira sambil berjalan mengikuti Wira yang kembali ke meja kerjanya. Terlihat komputer yang menyala juga banyak berkas tentang laporan yang berkaitan dengan cafe.

Rupanya sebelum resign, masih ada beberapa tugas yang tak Nita urus hingga dilimpahkan padanya. Rupanya mengurus cafe tak semudah yang ia kira.

"Bantu ketik laporan ini ya, soalnya saya mau check laporan keuangan bulan lalu." Wira mempersilahkan Namira yang dengan sungkan duduk di kursi kerjanya.

Wira menjelaskan bagian-bagian yang harus Namira revisi dengan ketik ulang, paham dengan tugasnya jemari Namira dengan lincah bergerak di atas keyboard.

Wira sendiri duduk di hadapan Namira, niat awal yang ingin membaca laporan jadi memperhatikan keindahan yang gadis itu miliki.

30 menit berlalu, hanya suara keyboard yang terdengar nyaring di keheningan ruang dingin itu. Sedari awal Namira menyadari perilaku Wira yang betah bertopang dagu memperhatikannya yang menyerong.

"Saya suka sama kamu. Percaya gak, Ra?" Pengakuan itu menghentikan jemari Namira yang ingin menyimpan dokumen revisi tersebut.

"Maaf, Pak. Saya udah punya pacar, saya harus kembali ke depan. Permisi." Wira mengacak rambutnya prustasi, kecewa dengan fakta Namira yang tak lagi sendiri, menyesal karena tak bergerak lebih cepat.

~••~••~••~

Lagi-lagi Namira mengambil full time, menggantikan Karin yang lemas akibat sakit perut yang tak kunjung usai setelah mengajaknya jajan seblak kemaren.

Niatnya sepulang bekerja ini ia ingin mampir sebentar untuk menjenguk keadaan sahabatnya itu. Namun melihat jam yang sudah cukup malam untuk bertamu, Namira memilih urungkan niat takut mengganggu.

Menutupi seragam kerjanya dengan hoodie kesayangannya, berpamitan pada teman-temannya karena pulang lebih dulu. Namira kembali memeriksa apakah ada notifikasi baru dari Jerome, rupanya pesannya pun hanya dibaca tanpa balasan dari laki-laki itu. Tidak biasanya Jerome seperti itu, Namira jadi khawatir dengan segala pemikiran mulai bermunculan.

Melewati parkiran, tubuh Namira berdiri kaku melihat mobil yang sangat ia kenali dan yang berdiri di depan mobil itu ialah laki-laki yang sepanjang hari ini dipikirkan, juga seseorang yang ia rindukan hampir seminggu ini.

Jerome merentangkan tangannya siap menyambut Namira dalam peluknya. Gadis ini, sungguh ia rindu setengah mati.

Segitu beratnya menahan rindu jika sudah diperbudak cinta. Perasaan yang mulai dianggapnya terlalu berlebihan, kini malah ia rasakan juga.

Enggan rasanya melepas peluk itu, walau hanya sesaat, namun karena bulir air yang berguguran dari langit membuat Jerome bergegas membawa Namira memasuki mobil.

Bulir hujan selalu jadi saksi moment manis keduanya, hujan dengan kesan romantisnya.

Mobil berjalan membelah hujan dengan perlahan, cukup dalam diam dengan tangan bergenggaman.

Lampu lalu lintas berwarna merah, dengan detik waktu yang bergerak untuk berganti warna.

"Do you miss me?" tanya Jerome usai melepas seatbelt-nya, mencondongkan tubuh untuk memeluk Namira.

Namira kembali mendekap erat tubuh Jerome, menenggelamkan diri dalam hangat dan nyaman peluk sang  kekasih.

"One minute." Jerome menahan Namira yang ingin melepaskan peluknya. Namira tak keberatan, terutama di simpang empat itu durasi terkenal dengan durasi lampu merah yang lumayan lama.

"Mau cerita sesuatu?" Jerome menepuk-nepuk punggung Namira pelan.

Kelebihan Jerome yang peka dan pengertian inilah salah satu hal yang paling Namira syukuri, tipe pasangan idaman yang dia dapatkan.

"Okay, pergi ke mana kita buat cerita kali ini?" ajak Jerome penuh semangat, selalu bersemangat untuk menghabiskan waktu bersama, meski harus tak lama.

•𝙋𝙖𝙢𝙞𝙩•
~𝓞𝓬𝓱𝓪𝓷𝓼07~

Pamit✓ [TERBIT]Where stories live. Discover now