5. Setelah Kepergian

65 15 1
                                    


Sudah lima hari sejak kematian Hafidz, Naya tidak keluar kamar sama sekali. Dan selama lima hari ini pula Naya tidak tidur dengan benar atau makan dengan teratur. Bahkan tidak mau untuk sekedar mengecek ponselnya.

Kematian Hafidz telah meninggalkan kesedihan yang mendalam. Goresan luka hati yang tak kunjung mengering. Ingatannya yang tak henti memutar setiap memori bersama Hafidz. Hal itu benar-benar menyiksanya.

Pandangannya kosong ke arah jam. Setiap detik yang berdetak terus ia tatap tanpa berkedip. Berharap dapat mengalihkan ingatannya tentang Hafidz. Namun hal itu justru semakin membuatnya tenggelam dalam pikirannya.

Satu tetes air matanya lolos begitu saja. Buru-buru ia mengusapnya dengan punggung tangannya. Entah sudah keberapa kali ia menangis. Namun dirinya selalu berusaha keras untuk menahannya.

Tok tok!

Suara ketukan pintu kamarnya terdengar dari luar bersamaan dengan suara lembut Bundanya yang memanggilnya. Buru-buru Naya berbaring dan tidur. Ia tidak ingin bertemu siapa-siapa sekarang. Hatinya masih belum sembuh. Dan ia tidak ingin menunjukkannya.

Bunda membuka pintunya sedikit dan melihat Naya yang berbaring. Dengan langkah yang pelan Bunda masuk dan mendekati Naya. Melihat Naya seperti ini membuat Bunda semakin sedih. Bohong jika Bunda tidak sedih akan kepergian Hafidz. Luka di hatinya cukup lebar dan terasa sakit. Namun Bunda harus terlihat kuat untuk Naya.

Sentuhan lembut terasa di dahi Naya. Namun tetap tidak membuatnya membuka mata. Hingga beberapa kali, usapan itu berhenti.

"Cepet sembuh ya hatinya Naya, jangan sedih lagi."

Suara Bunda terdengar sangat lembut penuh dengan kasih sayang. Kepergian Hafidz justru membuat rasa sayangnya semakin besar untuk Naya. Hanya tinggal Naya satu-satunya yang ia punya. Dan dalam hatinya yang terdalam, ia berjanji akan memberikan seluruh kasih sayangnya untuk Naya.

Kecupan singkat Bunda berikan untuk Naya. Lalu beranjak meninggalkan Naya yang rupanya diam-diam sedang menangis.

Suara pintu ditutup terdengar bersamaan dengan mata Naya yang terbuka. Lagi-lagi ia tak kuasa untuk menahan tangis. Bahkan sesekali isakan kecil lepas dari bibirnya.

Naya beranjak ke kamar mandi dan menyalakan air dari wastafel. Ia terus membasuh wajahnya berharap akan menghentikan air matanya yang terus mengalir. Bayang-bayang lima hari yang lalu terus terbayang secara acak.

Setelah dari kamar mandi, Naya duduk termenung. Matanya menemukan kunci motor Hafidz di atas meja. Setelah kejadian itu, motor Hafidz langsung di service. Dan hari ini baru selesai di perbaiki.

Muncul suatu hal di pikirannya. Ada yang ingin ia lakukan sekarang. Ia pun beranjak mengambil kunci motor itu di atas meja.

*****

Sebuah motor melaju kencang dengan kecepatan tinggi. Sang pengendara seakan tak takut akan akibatnya.

Seorang pemuda dengan jaket kulit hitamnya berjalan ke tengah jalan. Mata elangnya terus menatap tajam ke arah motor yang melaju ke arahnya. Tanpa takut apabila motor itu akan menabraknya.

SRET!

Rem di tarik dengan kuat. Motor yang awalnya melaju dengan kecepatan tinggi mendadak berhenti di hadapan pemuda itu.

"Cukup Bar!"

"Minggir."

Anva tak juga beranjak dari tempatnya. Matanya terus menatap tanpa takut.

Hafidz Al-GhazaliTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon