Agam mendengkus. "Biarin."

Sebenarnya, bicara Agam masih tergolong manis dan sopan. Hanya saja, yang membuat Aidan jengkel adalah kecemburuannya. Aidan tidak paham kenapa Agam begitu posesif pada Abel, sementara Abel kelihatan begitu santai dan cenderung penuh pengertian. Tapi, Aidan malah merasa keduanya serasi dan saling melengkapi.

"Biarin, biarin! Gue aduin ke Abel lo! Awas aja!" ancam Aidan membuat raut wajah Agam berubah.

"Ngapain ngadu-ngadu ke Kak Abel! Kak Aidan mau curi-curi kesempatan ya, biar bisa ketemu Kak Abel?"

Agam itu sebenarnya tidak kekanakan, tetapi kalau sudah menyangkut soal Abel, Aidan langsung melihat sisi super kekanakan Agam yang membuatnya ingin membenturkan kepala ke tembok. Ah, Tuhan! Berilah Aidan kesabaran lebih menghadapi Agam yang jago bermuka dua jika sudah ada Abel!

"Terserah lo!" ketusnya lelah. "Abis work out, balik ke kamar lo! Jangan macem-macem mau ke rumah Abel. Gue aduin beneran kelakuan lo sama Abel!"

Agam mengatupkan bibirnya. Malam ini, ia punya waktu senggang untuk menemui Abel. Agam sudah berencana menyelinap keluar untuk menemui perempuannya. Akan tetapi, karena dapat ancaman dari Aidan begitu, Agam terpaksa menurut. Jadilah pemuda itu cemberut sepanjang work out yang diawasi oleh Aidan dan PT-nya.

Seusai work out, Agam benar-benar kembali ke kamar apartemennya seperti yang diperintahkan oleh Aidan. Wajahnya merengut, tetapi ekspresinya berubah saat melihat lampu kamar apartemennya menyala. Ruang tamunya sudah dibersihkan, padahal Agam tadi meninggalkannya dalam keadaan berantakan. Ada aroma wangi masakan yang terasa familiar. Di dekat rak sepatu, ada sandal selop perempuan yang Agam kenal. Ia langsung melepaskan sepatunya, berlari menuju dapur dan menemukan Abel yang sedang menyajikan ayam goreng.

"Loh, udah selesai work out-nya?" tanya Abel dengan wajah terkejut. "Aidan bilang kamu agak lamaan hari ini. Masakannya belum siap semua."

Wajah Agam yang tadinya masam langsung berubah semringah. "Kak Abel, kok nggak bilang mau ke sini?"

Ia mendekati Abel, ingin memeluknya tetapi tubuhnya masih berkeringat. Menyadari hal itu, Agam langsung berhenti dan menatap Abel dengan mata berbinar bahagia. Sementara, Abel memasang wajah heran dan bingung.

"Emang, Aidan nggak bilang sama kamu? Dia yang jemput aku ke sini, katanya kamu udah ngambek nggak boleh keluar dari apartemen."

Agam menahan diri untuk tidak berdecak. Aidan yang menyebalkan itu! Pantas saja ia menyuruh Agam langsung kembali ke kamar apartemennya.

"Kak Aidan nggak bilang apa-apa sama Agam!" gerutu Agam dengan nada merajuk, sekalian mengadu pada Abel.

"Hm, dasar si Aidan! Emang suka banget ngerjain orang," omel Abel sambil menggeleng, membuat Agam menyeringai lebar. "Kamu mandi dulu, ya. Atau mau langsung makan? Tapi, aku belum selesai masaknya. Paling sebentar lagi."

"Nggak apa-apa, Agam mandi dulu. Nanti abis mandi, Agam bantu Kak Abel beres-beres," ujar Agam langsung melesat menuju kamar mandi dan segera membersihkan tubuhnya.

Agam tak mau membuang waktu. Selesai mandi dan berganti pakaian, ia langsung memeluk Abel yang masih memasak dari belakang. Abel mengenakan terusan body-con warna kuning pastel model u-neck berlengan pendek. Panjang dress itu hanya setengah pahanya. Ia kelihatan cocok dengan terusan itu.

"Kak Abel masak apa?" tanya Agam, bergelendot manja pada Abel.

"Sop telur puyuh. Tadi sebelum ke sini, aku sempet masak ini juga buat Nenek. Kata Nenek, kamu juga suka sup telur puyuh, makanya aku bawa bahan masakan ke sini biar kamu bisa makan juga," cerita Abel sambil tersenyum.

Agam mangut-mangut, mengecup leher Abel yang terekspos karena perempuan itu menjepit rambutnya tinggi. "Kata Kak Aidan, Kak Abel mau naik jabatan ya?"

"Belum tahu, Gam. Atasan aku mau pensiun. Cuma kalau aku naik jabatan juga, aku pasti dimutasi, nggak di sini lagi. Jadi Aku belum buat keputusan buat terima tawaran naik jabatan atau ditolak dulu," jelas Abel.

"Agam nggak suka kalau Kak Abel tinggalnya jauh-jauh," gumamnya pelan membuat Abel tertawa.

"Aku belum setuju mau terima tawarannya atau nggak, Agam." Abel berbalik, mengecup bibir Agam yang melengkung ke bawah. "Jangan cemberut gitu, dong."

Agam tidak menyahut, menatap Abel sambil pura-pura semakin cemberut, tetapi tidak bertahan lama karena sudut bibirnya langsung terangkat.

"Sana kamu duduk dulu. Aku mau pindahin supnya ke meja, entar tumpah lagi," suruh Abel.

Agam menurut, duduk di meja sambil mengamati Abel yang dengan hati-hati memindahkan sup ke meja. Lalu, mereka makan malam bersama sambil bertukar cerita. Sekalian, Agam mengadu dan merengek pada Abel soal Aidan, mempertanyakan apakah Abel sengaja menghindarinya dan juga masih ingin tahu yang dibicarakan Abel dan Aidan di Insomnia beberapa waktu lalu. Abel hanya menjawab dengan jawaban seadanya, tidak memberi detail dan sesekali menggoda Agam supaya melupakan soal pertemuannya dengan Aidan di Insomnia.

Pada akhirnya, Agam akhirnya membuat Abel berantakan di ranjangnya malam itu. Setengah balas dendam pada Abel yang tak mau menjawab rasa penasarannya. Rindu Agam tuntas dengan kehangatan Abel. Sayangnya, hubungan mereka mulai goyah.

No Strings AttachedDonde viven las historias. Descúbrelo ahora