"Nggak. Emang nggak ada yang suka sama aku!" sambar Abel dengan datar datar yang terdengar meyakinkan. Padahal, otaknya langsung memikirkan Agam.
"Ya sudah. Ibu nggak akan ngerongrong kamu soal pacar. Terus, Natal tahun ini pulang kampung?"
Kampungnya berada di desa Sembagi. Berbeda pulau dengan kota Parama. Ia harus naik pesawat selama dua jam, lalu naik kereta selama tiga jam. Total perjalanan Abel dari kota ke kampung adalah lima jam. Ia sudah pulang kampung saat natal tahun kemarin dan saat putus dengan Aaron. Ya, karena tidak sanggup bekerja dalam keadaan patah hati, Abel memutuskan cuti sepekan untuk pulang kampung, membuat orang tuanya sempat heran, tetapi tidak bertanya apa-apa karena Abel juga tidak mau bercerita.
"Kayaknya nggak, Bu. Cutiku nanggung buat pulang kampung."
"Mentang-mentang udah punya rumah di kota, males ya pulang kampung!"
Abel tertawa mendengar omelan sang ibu. "Nggak gitu, Bu. Kan delapan bulan lalu aku pulang kampung juga. Natal tahun depan, aku pasti balik kampung kok."
"Ibu sebenarnya mau-mau aja ke kota sama Ayahmu, cuma Ayah nggak mau naik pesawat. Ibu juga nggak kuat kalau mau berangkat sendiri, takut mabuk pesawat. Adikmu phobia ketinggian lagi. Naik kapal, mau berapa hari?"
Abel tersenyum mendengar cerocosan ibunya. Ia paham bagaimana keluarganya yang sulit mengunjunginya ke kota, sehingga hanya dirinyalah yang harus bolak-balik perjalanan pulang kampung.
"Iya, nggak apa-apa. Tapi, rumahku bagus, 'kan, Bu? Seenggaknya kalau mau nikah, udah punya rumah."
"Bagus, tapi mending kamu punya calonnya dulu daripada punya rumah dulu. Kalau nggak punya calonnya juga, mau nikah sama siapa?"
Abel mendengkus, sedikit kesal tetapi tidak bisa kesal juga. "Belum ada jodohnya!"
"Halah, alasan klasik. Oh, Ibu tutup dulu teleponnya ya! Ayahmu udah pulang bawa ikan. Mau dibersihin dulu nih, ikannya. Ada udang juga."
"Wah, kangen makan udang asem manis buatan Ibu."
"Makanya pulang kampung!"
"Iya, tahun depan ya?"
"Halah! Udah, Ibu tutup ya! Hati-hati!"
Abel bergumam, menutup telepon dan mendorong trolinya menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Ada tiga antrian di kasir yang membuat Abel masih harus menunggu. Sambil menunggu, ia memutuskan untuk membuka sosmednya, mendapati wajah Agam timeline-nya. Abel mengikuti semua akun penggemar Agam, menjadi satu dari sekian banyak penggemar Agam dan selalu menyukai setiap foto yang di-upload oleh akun penggemar itu.
Agam baru saja menyelesaikan runway-nya kemarin. Harusnya hari ini Agam sedang menikmati liburannya di Paris. Ini adalah kali kedua Agam ke Paris dalam tiga bulan ini. Agam banyak mengirimkan foto saat sedang berada di sana. Rata-rata fotonya berisi pemandangan di Paris, foto menara Eiffel, atau foto-foto mal di Paris yang ia kunjungi. Sejak kemarin, lelaki itu masih belum mengiriminya pesan. Abel tebak, ia sibuk.
Ia menutup ponselnya saat gilirannya membayar tiba. Setelah selesai, Abel pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Sekarang pukul tiga sore, tetapi rasanya panas sekali. Abel harus segera membeli mobil. Ia masih belum mendapat mobil bekas yang sesuai budget-nya. Sementara, ia hanya bisa bolak-balik jalan kaki atau memesan taksi online saja.
Abel tiba di rumahnya, membereskan belanjaannya dan berberes rumah juga karena sedari pagi ia terlalu malas untuk melakukannya. Ia tidak mengunjungi Marsiah di rumah sakit hari ini karena sudah datang kemarin. Abel hampir selesai dengan pekerjaannya saat bel pintu rumahnya berbunyi, dan sosok Agam muncul di depan rumahnya. Lelaki itu mengenakan jaket hitam, topi baseball dan masker yang menutupi wajahnya.
Mata Abel melebar saat melihat Agam, sementara lelaki itu menghambur masuk dan memeluk tubuhnya erat. Tas karton yang ia jinjing terjatuh beberapa ke lantai saat ia memeluk Abel.
"Agam kangen," bisiknya, memeluk Abel erat.
Abel masih membeku, kemudian tersenyum saat merasakan tubuh Agam yang hangat. Tangannya terulur untuk membalas pelukan Agam. Ah, kapan Abel terakhir memeluk Agam ya? Bulan lalu? Atau malah, dua bulan yang lalu?
"Agam kangen banget, Kak," ulangnya lagi.
"Iya, Agam," jawab Abel lembut.
"Kak Abel kangen Agam?" Agam bertanya lagi.
"Iya." Abel masih tersenyum saat menjawab pertanyaan Agam.
Jawaban Abel membuat Agam tersenyum puas. Ia melepaskan pelukannya dari Abel, menatap wajah Abel lekat. Agam melepaskan maskernya, mencium bibir Abel mesra. Abel hampir terhanyut karena ciuman Agam, kalau saja ia tidak ingat jika lelaki itu sekarang ada figur publik. Abel menahan Agam, menariknya masuk sambil memunguti tas kartonnya yang jatuh dan menutup pintu. Bisa bahaya kalau ada yang mengenali Agam, walau kompleksnya sepi.
"Kamu kapan sampai di sini?" tanya Abel, meletakkan tas karton yang ia pungut ke meja. Agam melepaskan topi dan jaketnya, mendekat lagi pada Abel dan mencium bibirnya.
Ciuman Agam sedikit menuntut dan buru-buru. Ia mendorong Abel supaya duduk di sofa, menyentuh lekukan tubuh Abel dengan sensual yang membuat Abel mengerang.
"Ungh! Gam!" desis Abel mencoba melepaskan ciumannya. "Gam!"
"Agam kangen," balas Agam berat, mencium bibir Abel lagi lebih ganas.
"Aku keringetan, Gam!" Abel meronta, mencoba melepaskan Agam dari pelukannya.
"Masih wangi, kok!" balas Agam, mulai melepaskan kaus Abel. Uh, untunglah jendela rumah Abel ditutup dan dipasangi roller blind. Kalau tidak, kegiatan mereka bisa terlihat orang dari luar.
"Engh!" Abel mengerang saat Agam menyentuh buah dadanya, meremasnya lembut sementara bibir dan lidahnya sibuk beradu dengan milik Abel. "Gam... Kondom... "
Agam mendesah berat, kelihatan semakin tak sabar sembari mengeluarkan sekotak kondom dari saku celananya. "Ada. Agam beli."
Lalu, Agam kembali melanjutkan ciuman mereka, mengelus tubuh Abel dan menciumi setiap jengkalnya penuh kerinduan. Sore itu terasa sangat panas karena matahari yang bersinar terik. Namun, kedatangan Agam ke rumah Abel membuat Abel banjir keringat dan cairan yang lain, diikuti desah napas berat dari bibirnya dan Agam.
Sofa dan ruang tamu Abel menjadi saksi bisu yang menonton keduanya saling melepas rindu sore hari itu.
ESTÁS LEYENDO
No Strings Attached
RomanceLengkap✅️ [MATURE] Arabella Luda bukan pembuat keputusan yang baik saat ia sadar. Apalagi saat ia setengah tidak sadar. Dan karenanya, mau tak mau Abel harus terlibat dengan Agam Pangestu, brondong tampan dengan tubuh bongsor yang ia renggut kali pe...
