7. Who is selfish?

392 56 60
                                    


Gemetar pada tangan Yoongi sudah menjalar sampai ke tulang terdalam. Mau mundur tidak bisa, mau maju apalagi. Bisa sih, itu hanya alibi Yoongi saja bilangnya tidak bisa mundur. Hanya saja mata nakalnya ini yang masih ingin tetap ditempat. Bagaimana bisa beralih pandangan kalau yang dilihat Yoongi saat ini adalah Jiya yang sedang mengenakan pakaian. Tenang, hanya bagian atas kok. Itupun posisi Jiya membelakangi Yoongi.

Baru pulang bekerja sudah disuguhi yang indah-indah. Rasa lelah Yoongi jadi kabur entah kemana. Heum, jadi ingin memeluk Jiya dari belakang sekarang juga. Rindu, padahal baru ditinggal bekerja satu hari.

Alih-alih memeluk, Yoongi hanya bisa mengembangkan senyum, perlahan memundurkan langkah dan menutup pintu kembali.

"Kak!"

Ternyata suara pintu yang tertutup menyadarkan Jiya akan kepulangan Yoongi. Sudah pasti Yoongi yang ada di apartemen ini, soalnya dikawasan ini tidak ada maling.

Langkah Yoongi terhenti dan kembali membuka pintu karena panggilan dari Jiya langsung menembus rungunya.

"Kak, tolong bantu ikatkan." Pinta Jiya, sedari tadi dia kesusahan untuk mengikat bra bermodel tali miliknya.

Nah, ini dia yang Yoongi takutkan, tapi Jiya kenapa tidak ada takut-takutnya sama sekali? Seharusnya Jiya itu memiliki rasa waspada terhadap pria seperti Yoongi. Mau sebaik apapun Yoongi ini adalah pria normal. Jangan suka pancing-pancing atau nanti Jiya akan menyesal.

Pikiran-pikiran aneh dalam otak Yoongi bermunculan. Sepertinya akan lebih berbahaya kalau Yoongi tidak membantu Jiya mengikat tali bra-nya. Nanti bisa saja gadis itu berseliweran dihadapan Yoongi tanpa memakai pelindung payudaranya. Soalnya kan Jiya suka asal.

"Kak?"

Yoongi menggelengkan kepala cepat untuk menyadarkan diri dari fantasi liarnya. Jiya pasti sudah lelah menunggu, terlebih lagi kedua lengannya yang sibuk menahan bra didepan dada, agar tidak meluruh ke bawah.

"I-iya. Kesini, biar ku bantu." Ucap Yoongi terbata.

Ia memutar tubuh Jiya ke belakang dan memulai menyatukan tali-tali tersebut untuk disimpulkan. Aduh, bocah satu ini siapa yang mengajarkan begini ya. Memangnya tidak malu apabila Yoongi sampai melihatnya? Kalau Yoongi sih tidak.

Di akhir ikatan, Yoongi menutup tugasnya dengan sapuan ibu jari dipunggung gadisnya, tepat dimana tanda lahirnya berada. Pria Min masih ingat jelas Jiya memiliki tanda itu, warnanya kecoklatan berbentuk abstrak. Dulu sewaktu Jiya masih kecil, Yoongi sering menyentuh tanda itu ketika Jiya sedang berada dalam dekapannya. Yoongi juga punya tanda itu, hanya saja letaknya berbeda. Kalau tanda lahir Yoongi letaknya ada dibawah dada, berdekatan dengan tulang rusuk. Bentuknya hampir sama seperti yang Jiya miliki.

"Sudah kak?"

"Sudah. Tapi.. Belum."

Jiya mengernyit heran. Tidak mengerti dengan ucapan Yoongi. Sudah, tapi belum. Maksudnya apa? Mau mengajak adu tinjukah?

Berusaha sabar, Jiya menekan setiap katanya. "Maksudnya apa sih tampaaann."

Dibelakang tubuh Jiya, Yoongi tersenyum nakal. Mengusap ringan kedua sisi bahu Jiya berulang kali. "Tugasku sudah selesai Jii, tapi inginku belum terpenuhi."

"Ingin apa?"

"Ingin dirimu. Boleh tidak Jiya?" Setelah selesai bertanya, Yoongi mendekap kuat tubuh mungil dihadapannya. Menjatuhkan bibir di bahu telanjang Jiya. Aroma sabun mandi miliknya menguar dari tubuh Jiya saat Yoongi menghirup kulit bening itu kuat-kuat.

Yoongi tidak bisa menahan diri untuk tidak menyesap tengkuk gadisnya, lidah Yoongi bahkan sudah keluar ikut bermain disana. Menggigiti kecil sampai lenguhan antara sakit dan nikmat keluar begitu saja dari bibir Jiya.

Marry You, Marry MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang