"Lama-lama kamu ngeselin ya, ketularan Kila."

"Sini, sini deketan aku bisikin."

Cepret....

Satu foto tercipta sudah, foto dengan wajah Kimi yang sangat dekat dengan wajah Abra sampai pipi Kimi hampir menempel dengan hidung mancung Abra. Kimi langsung membelalakan matanya yang bulat menyadari apa yang dipervuat Abra.

"Tunggu ya, kamu hitung aja mundur dari tiga," ucap Abra dengan mengulum senyum.

Ponsel Kimi seketika berbunyi, wajah Gava yang cakep nongol di layar ponselnya yang lebar.

"Halo," sapa Kimi riang.

"Lagi sama Abra?" tanya Gava tanpa basa basi ataupun membalas sapaan Kimi dulu.

"Iya," jawab Kimi ragu.

"Jangan main terus nanti capek."

"Iya, kamu kenapa nggak bales-bales pesanku sih?"

"Maaf, kalau pulang udah capek suka ketiduran."

"Basket aja nggak capek giliran bales pesan capek," ucap Kimi dengan nada merajuk manja.

"Ya udah, aku mau ada ketemu temen. Kasihin ponselmu sama Abra."

"Nanti dulu, ngobrol dulu."

"Nanti lagi, ini udah ditungguin temen."

Dengan terpaksa dan berat hati Kimi menyodorkan ponselnya ke Abra, Abra sendiri bingung menaikkan kedua alisnya, kenapa malah dikasih ke dia.

"Halo," sapa Abra.

"Aku minta tolongnya tuh buat jagain pacarku bukan buat kamu cium. Awas aja sampai aku tahu kamu cari-cari kesempatan," omel Gava di seberang sana. Sedangkan Abra hanya menanggapi dengan tawa meledak.

***
"Sorry lama," ucap Gava pada gadis berambut sebahu yang duduk di sofa ruang tamunya di apartemen yang dia tinggali selama kuliah.

"Nggak pa-pa, jadi pergi sekarang kan?"

"Iya, ayo aku udah siap."

Langkah Gava terhenti saat ponselnya berbunyi lagi dan menampilkan gambar tangan Kimi yang digandenga tangan cowok, siapa lagi kau bukan tangan si pengirim, Abra.

Gava mengeram kesal menahan segala emosinya. Bukan dia nggak percaya pada Kimi atau Abra. Dia tahu Abra hanya memanas-manasinya. Tapi tetap saja dia merasa terpancing, apalagi dengan rindu yang tak tertahan karena sudah lama nggak ketemu Kimi.

"Ada apa?"

Gava menoleh ke arah Stevi lalu menggeleng memasukkan ponselnya ke dalam saku. Dia akan buat perhitungan sama Abra saat pulang nanti, itu tekadnya.

Lagi-lagi dia merasa hubungan jarak jauh itu tak semudah yang dia bayangkan. Kesibukan kuliah, kegiatan sosialisasi dengan teman yang menguras waktu, belum lagi Kimi yang sering ngambek karena dia selalu lama membalas pesan. Kadang kesal juga dengan Kimi yang seolah tak mengerti dia tapi juga rindu karena lama tak jumpa. Kadang juga heran sebenarnya Kimi nggak punya kegiatan atau apa sampai punya waktu berlebih dn mengiriminya pesan berkali-kali. Nggak bisakah cewek itu berfikiran simple seperti cowok? Nggak menghubungi bukan berarti udah nggak cinta tapi memang waktunya itu mepet, pengen istirahat biar besok sudah fit. Soal cinta, jelas saja akan selalu cinta. Tapi cewek kadang sulit dimengerti, seperti Kimi.

Jadilah dia sekarang pusing sendiri. Mau mengerjakan tugas tapi kepikiran pacar yang sedang jalan sama cowok lain. Kalau pintu doremon itu memang ada dia mau beli.

"Gav, udah sampai."

Stevi menepuk lengan Gava, mengagetkan Gava yang tengah memikirkam Kimi sampai tak sadar pintu lift sudah terbuka.

Gava hanya menoleh ke arah Stevi lalu melangkah kuar lift. Dirogohnya ponsel di saku, ragu antara ingin mengirimi pesan atau nggak. Tapi kalau sudah mengirimi pesan Kimi akan terus membalas dan menuntut balasan. Dia nggak jadi mengambil ponselnya memilih mengeluarkan kunci mobil.

***

"Cieh yang udah ditelpon pacar senyum-senyum nggak jelas. Padahal cuma gitu doang."

"Brisik kamu lah," balas Kimi bete.

"Tapi makasih ya," ucap Kimi lagi dengan tangan terus memainkan ponselnya yang menampakkan foto Gava yang tengah bermain basket.

Sebuah pesan masuk.

udah bisa senyum kan? Jangan ngambek lagi aku jadi nggak bisa konsentrasi kepikiran kamu terus. Pulangnya ati-ati, aku mau observasi dulu.

Teriakan histeris menggema di dalam mobil, ini pertama kalinya Gava mengirim pesan sepanjang ini. Kimi langsung mengetikkan pesan balasan dengan hati menggebu-gebu dan mata berbinar.

"Santai, biasa aja daripada kecewa," ucap Abra seenak jidatnya.

31052015
Tak ada yang lebih indah dari pesan yang berbalas
Untuk mereka yang terhalang jarak dan waktu

LDRWhere stories live. Discover now