berumah tangga

496 53 13
                                    

"Ma, mau sampai kapan?" Mina sedikit terhenyak waktu Haruto keluar dari ruang cuci, kemudian menaruh tiga bungkus kondom yang anak semata wayangnya itu temukan di saku celana suaminya.


"Haru— "

"Ma, Mama gak bodoh kan? Papa tuh selingkuh, Ma. Kenapa Mama gak percaya?" Mina langsung menelan ludahnya kasar, dia ngebuka apron masaknya dan segera nyamperin anaknya yang tampak marah dan kesal.

"Biar Mama tanya nanti ke Papa, ya? Siapa tau ini bukan punya Papa." Haruto kesel, akhirnya dia ngebuka kunci di hpnya sendiri dan nunjukin bukti-bukti foto yang dia kumpulin selama setahun ini.

"Mau ngelak? Mama masih bisa hidup berdua sama aku, Ma.. Aku mau jamin kehidupan Mama." Haruto nangis, Mina langsung tarik anaknya itu kedalam pelukannya.

Anak yang gak bisa memilih akan hidup ditengah keluarga seperti apa.


Malam harinya, setelah suaminya pulang dari kantor, di waktunya tidur, Mina memberanikan diri.


"Kak," panggilnya, suaminya itu cuma berdeham aja sambil memejamkan mata.

"Aku kurang apa buat Kakak?"

"Apa yang harus aku bilang ke anak kita, saat dia sendiri tau Papanya selingkuh. Dia yang nemuin semuanya." Ucap Mina sambil berbalik badan, mendengar itu— suaminya langsung naik darah.

"Kamu itu gak punya yang perempuan lain milikin diluar sana, gitu aja sih."


"Bosan dalam pernikahan tuh wajar, Mina. Kamu kira, temen-temenku yang keliatannya setia itu juga gak ada main sama perempuan lain?"


"Yang penting gak lupa pulang, masih inget istri sama anak dirumah, gak lupa nafkahin juga." Suaminya langsung berbalik dan natap Mina.

Mina langsung buru-buru usap air matanya, gak menyangka bahwa pemikiran suaminya sehina itu dalam memandang pernikahan mereka.

"Haruto kayaknya harus dikasih adik, biar gak mikir macem-macem terus," Mina langsung menghindar begitu suaminya bergerak buat menindih tubuhnya dan cium lehernya.

"Aku lagi haid." Bohong Mina, rasa kesal, amarah, dan kecewa bercampur jadi satu didalam hatinya. Mina langsung berbalik membelakangi suaminya yang berdecak kecewa.


Kenapa Mina harus berbohong perihal itu? Mina sendiri gak mau tubuhnya terbawa penyakit. Mungkin, terakhir enam bulan lalu dirinya berhubungan badan sama suaminya. Itupun, karena suaminya yang maksa.

Setelah Mina tau suaminya selingkuh, Mina segera periksa kesehatannya, takut sisa penyakit yang suaminya bawa dari luar menular ke dirinya.


**

Mina akhirnya berani untuk menemui konsultan pernikahan.

Hal satu-satunya yang bisa dia lakukan, daripada harus membebani pikiran sahabat-sahabat dan orang tuanya.

Mina tau dengan jelas, orang tuanya adalah satu-satunya yang berharap pernikahannya selalu bahagia. Dan Mina gak mau menodai itu.


Setelah menceritakan semuanya pada konsultan pernikahan yang Mina pilih, disana Mina nangis sekencang-kencangnya.

Gimana tidak, satu tahun memendam luka sendirian. Suami yang ia percaya akan selalu setia dan mencintainya, tapi nyatanya enggak, meski sudah hampir delapan belas tahun berumah tangga.


Bahkan untuk diajak ke konsultan pernikahan, untuk membangun lagi kepercayaan Mina ke suaminya, suaminya itu gak mau ikut.

"Mina, menikah itu diawali dengan cinta." Mina mengangguk mendengar ucapan konsultan pernikahannya.

"Cinta akan mengantarkan pada kerjasama yang baik, komunikasi yang terjaga, tanggung jawab yang sejati, dan kehidupan rumah tangga yang utuh."


"Jadi, jika ada yang bilang, dalam pernikahan cinta itu hanya di awal, selebihnya hanya mengikuti alur, jelas itu salah."


"Karena cinta akan selalu dilibatkan, dalam hal sekecil apapun itu. Cinta adalah pondasinya, ketika kita melakukan apapun dalam kehidupan pernikahan."


Mina merenung sepersekian detik, kemudian melirik pada konsultan pernikahannya.


"Artinya, suami mungkin sudah tidak mencintai saya, ya?" Mina berucap pelan.

"Padahal, dulu dia gak seperti ini." Sambung Mina.

Sang konsultan hanya senyum, "Selingkuh bukan pilihan ketika bosan."

"Selingkuh dilakukan atas kesadaran, prinsip Mina tadi— selingkuh gak bisa dimaafkan, kan?" Mina mengangguk.

"Anak gak bisa memilih orang tua, tapi perempuan bisa memilih calon ayah yang terbaik buat anaknya."


Sejenak Mina teringat, sama anak semata wayangnya. Haruto. Iya, Haruto yang dia sayang.

Sesi pertemuan pertama berakhir.


Sampai pada sesi pertemuan ke sepuluh, disaat Mina jauh lebih baik. Raut wajahnya memancarkan energi yang positif dan semakin cantik karena—

"Saya sudah resmi bercerai dengan Mas Yuta." ucap Mina, konsultan itu tersenyum dengan rasa turut berbahagia.

"Terlihat, dari raut wajah kamu. Sangat bahagia." Mina mengangguk, meskipun kehidupannya saat ini bisa dibilang hanya kehidupan yang sederhana dengan sisa tabungan milik peninggalan orang tuanya.


"Haruto, bagaimana?"

"Ini yang dia mau, Dokter. Dan keinginan dia yang memperkuat keputusan saya."


"Senang mendengarnya,"

"Terimakasih, Dokter Wonwoo."


Wonwoo tersenyum dan mengangguk, lalu melepaskan kacamatanya. Ia menghela nafasnya dengan berat.

"Boleh saya ajak Mina makan siang?"


Mina kaget, "Ajak Haruto juga."

Melihat respon Mina, Wonwoo tertawa.

"Tenang, saya nawarin ini ke pasien-pasien saya yang lain kok." Mina mengangguk, makan siang pertama untuk merayakan status barunya.


Enam tahun kemudian,

Bukan waktu yang singkat, bukan waktu yang mudah juga untuk dilalui. Tapi Mina bisa melalui semuanya. Ketika Haruto ada disampingnya, selalu.

Mina melawan segalanya, rasa trauma yang cukup berat.

Enam tahun bukan waktu yang sebentar untuk bangkit, bisa melalui kehidupan seperti biasanya, atau bahkan membuka hati bagi beberapa laki-laki yang mendekatinya.


Hanya satu pemenangnya,

"Habis drop Haruto ditempat magang, ada yang kelupaan."


Satu kecupan di pipinya, Mina sedikit terkejut.

"Belum cium istriku."

Mina tersipu, Wonwoo dan segala caranya untuk memastikan dirinya selalu bahagia dan merasa keberadaannya terus dihargai.

[Oneshoot Collection] Moonlight ; Myoui MinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang