WOULD YOU BE MY OTHER BABY?

Start from the beginning
                                    

Seharusnya begitu.

Namun kali ini, tidak bagi Yoongi.

Sungguh, hari Jumat sore Yoongi hampir selalu normal. Ia dan Baby selalu menjalankan tugas dengan baik dan minim distraksi. Sampai enam bulan ke belakang. Saat Seokjin datang dan memperkenalkan adik sepupunya yang baru pindah dari Bandung yang memiliki tampang blasteran surga—menurut Yoongi, tidak usah bilang Hoseok.

Dari jadwal mereka latihan satu minggu sekali, anak itu pasti datang minimal tiga kali dalam sebulan. Jungkook tertarik untuk belajar memainkan drum dan Hoseok dengan senang hati menjadi mentornya saat sesi latihan usai. Anggota band lainnya juga sudah menganggap Jungkook sebagai bagian dari mereka, saking seringnya anak itu nongkrong bersama. Sama seperti keberadaan Seokjin yang kerap menemani Hoseok latihan atau manggung di antara mereka.

Adalah hal yang berat untuk Yoongi karena ia jadi harus lebih menjaga sikap. Entahlah, keberadaan Jungkook membuat ia ingin dilihat sebagai lelaki yang keren. Demi apa pun, mendengarnya saja sudah menggelikan. Namun itulah yang terjadi. Yoongi ingin diperlakukan sebagaimana Jungkook selalu memuji Hoseok saat bermain drum.

Sayang sekali Jungkook terlihat tidak tertarik dengan gitar. Ia katanya sudah mahir memainkan alat musik itu sedari lulus SMA dan kini memutuskan untuk mencoba yang lain. Tidak perlu ada yang tahu jika Yoongi menghabiskan beberapa kaleng bir malam itu untuk mengimbangi rasa pahit patah hatinya yang pertama. Patah hati karena kesempatannya untuk mengajarkan Jungkook bermain gitar setelah latihan sirna sudah.

Usianya tidak lagi belasan—sudah lewat seperempat abad malah tahun ini—Yoongi menyadari itu. Maka perasaan yang ia pendam beberapa bulan terakhir ini dan segala tingkahnya jadi terdengar konyol. Ia bisa saja mengajak ngobrol Jungkook mengenai topik lain.

Tapi apa mau dikata?

Yoongi belum pernah merasakan naksir yang sebegininya selain kepada anak baru sepupu Seokjin ini. Mungkin ia pernah. Saat di sekolah dasar dulu. Itu tidak masuk hitungan.

Jungkook yang bersuara manis dengan gestur sopan dengan senyumnya yang menawan, dan matanya, mata besarnya yang berkilauan saat menatap, adalah sesuatu untuk Yoongi. Anak itu kerap datang membawa camilan atau kopi yang ia serahkan satu-satu ke semua member yang ada dengan pesanan berspesifikasi beda hasil satu kali wawancara—Jungkook selalu memberikan Yoongi cold americano decaf ukuran venti. Di waktu ke depan, bagian anggota lain yang menraktir karena tidak tega sudah dibayari oleh lelaki yang termuda—Jungkook berusia tiga tahun di bawah Yoongi.

Begitu saja seterusnya, sampai jadi sebuah rutinitas.

Saat latihan dimulai, Jungkook akan duduk di sofa pojok dengan Seokjin di sampingnya. Seokjin kadang membawa pekerjaan untuk menemaninya membunuh waktu. Sedangkan Jungkook akan memperhatikan band berlatih dengan seksama sambil terkadang menggerakkan kedua tangan dan kakinya bak sedang menggebuk drum seperti Hoseok. Atau lelaki itu akan tenggelam dalam bacaannya dengan kacamata berterngger manis di hidungnya.

Kedua pemandangan itu berbahaya.

Maka itu—sebenarnya tanpa atau dengan Jungkook sih—Yoongi selalu memusatkan perhatiannya pada senar gitar dan vokal Jimin sepanjang sesi. Kepalanya akan menunduk hampir setiap waktu, atau menengadah untuk menatap langit-langit saat memainkan beberapa melodi, dengan kedua mata terpejam.

Kepalanya masih sibuk menimbang untuk ikut ngopi dengan Seokjin, Hoseok, dan Jungkook setelah ini. Hanya berempat. Dan mengingat Hoseok, anak itu bisa saja mengajak kekasihnya untuk meninggalkan Yongi dan Jungkook berdua saja setelahnya.

Pertanyaan: apakah ia mampu bertahan?

Tapi, seperti kata Hoseok tadi, kapan lagi?

Bisa saja ini jadi kesempatannya untuk lebih dekat dengan Jungkook, 'kan? Tidak usah berpikir jauh-jauh, untuk berteman saja dahulu.

WOULD YOU BE MY OTHER BABY?Where stories live. Discover now