duapuluhempat

72 5 0
                                    

Hana menghela napas panjang. Lagi lagi dia harus bangun dengan keadaan kamar yg sepi dan dingin. Bahkan tirainyapun belum terbuka padahal jam sudah hampir menunjukkan pukul 8 pagi.

Hana memilih duduk dipinggir ranjang. Mengikat rambutnya sebelum menyeruput air putih yg memang sudah biasa Haruto letakkan di nakas.

"Udah bangun?"

Hana menoleh.

"Kamu mau jalan jalan ngga? Aku ada tempat bagus buat sarapan"

Wanita itu masih diam. Menatap Haruto yg masih memakai piyamanya, membuka tirai sambil menyerocos.

"Yuk?" Haruto menoleh.

"..."

"Sayang? Kenapa?"

Haruto menatap Hana heran.

Namun selang beberapa saat, dia tersenyum menatap wajah khas Hana bangun tidur. Entalah, gadis, maksudnya wanita itu terlihat jauh lebih bersinar semenjak hamil. Atau hanya karena Haruto jarang saja melihat istrinya dipagi hari seperti saat ini?

"Sayang?"

"To?"

"Mau sarapan apa?"

Hana menghela napas, berusaha memetralkan wajahnya yang sedikit terkejut. Sudah berapa lama ya, Hana tidak melihat Haruto seperti ini?

Ah, rasanya cukup lama semenjak mereka pertama kali membuat persetujuan itu.

"Sayang? Jangan bengong gitu ah" pria itu mendekat, meninggalkan jejak kecupan pada pipi kanan istrinya sebelum duduk disebelah Hana.

"Babynya pengen dirumah aja"

"Oke" Haruto tersenyum mengusap puncak kepala Hana.

"Mau pancake dong, kamu bisa buat kan?"

"Bisa dong, kamu disini aja?"

"Aku ikut"

Pria itu kembali tersenyum, mengusap pipi istrinya sebelum mengecup sudut bibir wanitanya dengan lembut.

"Cantik banget sih?"

"Aku belom mandi, To"

"Ngga mandi aja cantik, apa lagi mandi"

Hana terkekeh "kamu kenapa sih?"

"Engga, aku lagi seneng aja kantor udah lebih baik dari yang kemarin aku bicarain" ucapnya sambil berjalan menuju dapur, diikuti Hana yang mengekor dibelakangnya.

Kali ini pria itu meraih pan yang tergantung di dinding dapur. Sementara Hana sudah lebih dulu ada di samping Haruto dan mengusap tengkuknya dengan lembut "selamat ya"

"Makasih, mungkin aku bakal kasih kepercayaan lebih buat Keita"

"Sekertaris kamu itu?"

Haruto mengangguk. Mengambil beberapa bahan untuk membuat pancake.

"Sampai tahun dimana aku bisa bener bener siap buat ngga khawatir kalo ninggalin kamu sama baby dirumah"

"Lebay banget sih, lagian aku bisa kok" Hana meraih pisang yang ada di meja panrty, sambil sesekali mencuri pandang pada suaminya yang sibuk meracik bahan pancake itu.

"Yakin? Atau kita sewa babysiter aja supaya ngga repot?" Haruto menoleh setelah menuang tepung pancake instan ke mangkuk.

"Aku cuma takut kalo baby jadi ngga kenal sama bundanya"

"Bunda?"

Hana terkekeh, tepat saat Haruto justru mendekat, dan mengusap perut Hana.

"Iya, bunda"

"Aku mau namain dia Sasuke"

Haruto mendongak "kalo cewek?"

"Sakura?"

"Kamu mau buat keluarga kita jadi kaya di series Naruto ya?"

Hana tertawa, bahkan setelah idenya untuk tidak tahu gender baby Watanabe, wanita itu belum berhenti tersenyum.

"Mau coklat atau stroberi, sayang?"

Hana sedikit mendongak, menatap punggung Haruto setelah pertanyaannya itu justru membuat Hana penasaran dengan hasil masakannya.

"Apa aja"

Pria itu meletakkan dua piring pancake di meja pantry dengan dua selai yang memang sengaja belum dia balurkan. Jangan lupa dengan buah pisang dan stroberi yang sudah dia potong disela membuat pancake tadi.

"Mau bantuin?"

Hana menggeleng pelan, mengoleskan selai coklat ke atas pancake sebelun melahapnya.

"Pelan pelan" Haruto mengusap sudut bibir Hana sambil mengamati istrinya makan. Bahkan melihat Hana makan saja sudah membuat Haruto kenyang.

Astaga, perasaan macam apa ini? Bahkan kebahagiaan yang tidak Hana utarakan saja bisa membuat wajahnya secerah ini. Bagaimana dengan perasaan bahagia yang terang terangan Hana utarakan?

"Enak?"

Hana mengangguk, "punya kamu ngga dimakan?"

Haruto menyelipkan anak rambut kebelakang telinga Hana sebelum meraih pancake miliknya.

"Kemanisan, sayang"

Hana hanya terkekeh melihat ekspektasi Haruto. Bahkan wanita itu tidak tahu seberapa banyak suaminya menuang gula pada adonan yang sudah ada takaran gulanya. Hana hanya menikmati dan mengapresiasi makanan buatan Haruto tanpa berkomentar apapun.

"Udah jangan dimakan lagi" Haruto beranjak mengambil jus jeruk didalam kulkas. Namun agaknya Hana lebih menikmati karena lapar.

"Jangan di makan, Sayang" ucapan lembut Haruto keluar tepat saat dia menuangkan jus jeruk di gelas. Lantas meminta istrinya itu untuk segera menetralisir rasa manis itu.

"Udah, aku buatin yang baru aja" Haruto kali ini meraih kedua piring untuk dia sisihkan. Kembali beranjak untuk membuat yang baru. Namun kali ini, Hana ikut andil dalam pembuatan pancake yang memang sedang dia idamkan pagi ini.

"Kamu ngga baca instruksinya ya?"

Haruto terkekeh melihat Hana menuangkan air pada tepung yang sudah dia masukkan ke mangkuk.

"Biasanya kan kamu yang buat"

"Kamu kasih berapa sendok?"

"Sedikit kok, aku kira kira"

Hana tersenyum menatap wajah Haruto yang agaknya tengah berpikir. Hana yakin pria itu menakar sesuai apa yang tengah dia pikirkan bahwa pancake instan ini belum ada campuran gulanya.

"Satu cup gelas?"

Hana mengambil alih sendok yang Haruto gunakan untuk mengaduk setelah anggukan kecil dia berikan.

"Setiap makanan instan pasti ada instruksinya harus gimana, kamu jangan lupa baca ya?"

Haruto kali ini memeluk tubuh Hana dari belakang. Meletakkan dahunya saat istrinya menuangkan adonan pada pan.

"Tapi kok tetep kamu makan?"

"Apresiasi" Hana mencolek hidung mancung Haruto dengan adonan. Sementara pria itu justru terdiam sejenak sebelum mengecup pipi Hana dari samping. Membuat adonan itu tertransfer ke pipinya.

"To!"

"Apa?!"

"Udah kamu duduk aja"

"Ga mau!"

"Ya udah terserah!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 08 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝑻𝒓𝒂𝒗𝒊𝒔 - Haruto (On Going)Where stories live. Discover now