lima

52 7 0
                                    

Ada banyak tamu undangan yg datang setelah kabar pernikahan anak dari petinggi Watanabe dan Choi di umumkan ke media

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada banyak tamu undangan yg datang setelah kabar pernikahan anak dari petinggi Watanabe dan Choi di umumkan ke media. Bukan hanya sekedar rekan bisnis dari kedua keluarga itu, terlebih teman teman Haruto dan Hana yg tidak bisa di hitung lagi dengan jari.

Hana menghela napas menatap pantulan wajahnya yg sudah tertata riasan dan tubuhnya berbalut gaun pernikahan. Dia tidak sadar akan secepat ini setelah semenjak satu bulan lalu mereka berkenalan secara resmi dengan keluarga.

"Hana, kamu sudah siap?"

Ah, Hana kira acara ini akan berlangsung cepat seperti kala pernikahan Hyunsuk dan Ryujin. Tapi sepertinya, ini berlangsung sangat lama bagi Hana. Apalagi setelah sumpah perjanjian yg disaksikan beribu manusia di gedung dan media. Hana benar benar tidak pernah berpikir tentang ini sebelumnya. Menikah dengan seorang anak petinggi yg berpengaruh besar di kota ini.

Sebenarnya, Hana mimpi apa?

Rasanya sangat berat dan melalahkan. Gadis itu bahkan hampir pingsan jika saja Haruto tidak membantu dia menopang tubuhnya.

"Lo gapapa?" Pria itu menatap wajah Hana yg lemah. Namun sepertinya dia bisa mengubah ekspresi itu lebih cepat saat ini.

"Aleta, bedankt voor je komst"

"Je zei dat je hem niet kende, maar nu ben je getrouwd"

Haruto hanya menoleh pada Hana, gadis itu sungguh pintar sekali bermain dengan mimik wajah. Bahkan kali ini dia bisa bersikap bahagia dihadapan temannya dari Belanda. Gadis yg kala itu Haruto juga temui.

Hana baru saja melepas riasan di rambutnya, kali ini gadis itu akan segera mandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hana baru saja melepas riasan di rambutnya, kali ini gadis itu akan segera mandi. Tapi Haruto membuatnya sedikit bingung karena mengikuti langkahnya.

"Siapa yg nyuruh lo tidur disini?"

"The magic of suitcase? Lo pikir dia bisa terbang sendiri apa gimana sih?"

"Ya gue pikir rumah lo ada sihirnya"

"Gila lo, lagian disini cuma ada satu kamar. Lo yg tidur di sofa"

"Elo yg gila"

"Ya ini kamar gue, sekalipun elo masuk ke rumah ini ngga akan ngerubah fakta kalo ini kamar gue"

"Sinting ni cowo"

"Jepang atau Korea?"

"Huh?"

Haruto menunjukkan ponselnya pada Hana "bunda sama ayah ngasih hadiah lo buat kesana, pilih salah satu"

"Ngapain ngasih hadiah kesana, lo pikir gue ga bisa beli tiket sendiri?"

"Jepang, all good"

"Tapi,"

"Done! Lo bisa keluar dari kamar gue"

Mimpi buruk! Hana dengan kesal melangkah keluar, dengan gaun yg sama sekali dia benci seumur hidup. Pria itu sebenarnya jelmaan iblis atau bagaimana sih? Mana ada orang setega itu dengan wanita?

"Nih"

Hana hanya mendegus saat Haruto tiba tiba muncul membawa sebuah kunci.

"Ruang tamu, gue ngga tau itu bisa berfungsi apa engga tapi sekiranya lo bisa tidur dengan nyaman"

Hana kembali mendegus, bagaimana bisa pria itu memberikan kamar penuh debu seperti ini? Apa dia tidak punya jiwa kemanusiaan? Lupakan itu semua, Hana memilih mandi lebih dulu untuk menghilangkan rasa penat. Sebelum akhirnya akan lelah kembali untuk membersihkan ruangan ini.

Sudah berapa abad tidak di tempati?

Hana bahkan merubah posisi kamar ini sesuai kemauannya, membuang barang barang yg tidak akan dia gunakan, dan memanfaatkan yg bisa dia pakai dengan baik.

"Ahh! Ngeselin!" Serunya sambil menutup wajahnya dengan bantal. Dia tidak ingin dianggap gila oleh Haruto karena berteriak di rumah ini.

"Cuma ada ramen"

Hana yg terkejut pun menoleh, menatap Haruto yg memakai piyama hitam dengan rambut basah juga kaca mata lingkaran.

"Gue ngga bisa masak"

"Iya, nanti gue keluar"

"Bagus juga selera lo"

Bagus? Tentu saja, sejak pindah ke Belanda gadis ini lebih suka warna putih dan coklat sebagai dominan kamarnya. Tak lupa dia menyelipkan beberapa poster idol kesukaannya di sudut dinding sebagai aksen pemanis. Tapi sekarang itu tidak penting, karena Hana sudah lelah.

Dia hanya perlu tidur.

Selang beberapa saat Haruto memilih kembali menghampiri Hana. Karena gadis itu sama sekali tidak terlihat setelah ajakannya tadi. Bahkan ramen itu sudah mengembang dua kali lipat dan berubah jadi dingin.

"Lo ngga laper apa?"

Hana mengusap wajahnya "gue masuk angin, mending lo jauh jauh dari pada ketular"

Pria itu keluar, mengambil beberapa obat dan minuman hangat.

"Gue orderin bubur ya"

"Ngga perlu, lo keluar aja" Hana menarik selimutnya sampai dada, lantas menyelundupkan wajahnya dibalik bantal.

"Emang gitu bisa napas, justru itu ngga baik buat pernapasan lo" Haruto menarik bantal Hana.

"Udah deh, kalo lo mau ngajak ribut mending besok aja. Gue lagi pusing buat berdiri, jadi ngga bisa nanggepin lo"

Haruto mengambil ponsel di sakunya. Pria itu memilih menghubungi bunda untuk urusan serius ini.

Bukankah Haruto memang tidak tau cara mengurus orang sakit? Hanya bunda yg dia tau bisa mengobati Haruto ketika sakit. Jadi dia bisa lah bertanya dengan bunda, harus melakukan apa pada Hana.

𝑻𝒓𝒂𝒗𝒊𝒔 - Haruto (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang