"Mampus, sederetan nggak tuh?" celetuk Nessa mendelik pada Abel yang membuka mulutnya ingin menyahut, tetapi kemudian merapatkan bibir, tak jadi bicara.
Abel terdiam sejenak, membuat ruang tamu Miu menjadi hening. Sementara, tiga pasang mata perempuan yang ada di sana hanya tertuju kepadanya, mengamati raut wajah Abel. Yang diamati tampak tanpa ekspresi. Kemudian, ia mengangkat bahunya tak acuh.
"Kirain dia bakal ambil penthouse kayak lo?" komentar Abel santai.
Miu memiringkan kepalanya dengan tatapan sedikit tak enak. "Lo nggak apa-apa? Apa mau gue ganti rumah lo?"
"Ngawur!" decak Abel sambil mendelik pada Miu. "Gue udah move on dari Aaron. Santai aja."
"Move on? Lo baru aja nangis-nangis delapan bulan lalu, ya!" celetuk Nessa membuat Abel mendengkus.
"Ya 'kan terserah gue mau move on berapa lama! Lagian, gue udah seneng-seneng aja sekarang," kata Abel santai. "Gue mau nyari brondong-brondongan deh, lumayan buat diajak main."
"Main apaan, anjir?" Sara mendelik kepada Abel.
"Nggak usah mancing ngomong jorok di depan anak gue ya!" tegur Miu galak, membuat Abel terkekeh.
"Miu sudah menjadi ibu sepenuhnya, kawan! Terharu loh, gue," ledek Abel sambil menyeringai konyol.
Miu berdecak, menolehkan kepalanya saat melihat sosok asisten rumah tangganya yang datang dengan membawa troli berisi minuman dan camilan untuk mereka berempat.
"Tolong taruh di meja aja ya, Gam," kata Miu pada lelaki muda yang merupakan asisten rumah tangganya yang baru.
Abel melirik ke arah lelaki itu. Rambutnya pirang dan kulitnya kecokelatan, tidak terlalu gelap, tapi seksi. Ia mengenakan kaus berkerah warna abu tua dan celana panjang warna hitam. Sosoknya agak familiar, tetapi Abel tidak ingat pernah melihatnya di mana. Lelaki itu meletakkan minuman di meja, melirik ke arah Abel karena merasa diperhatikan dan menjatuhkan menumpahkan minumannya dengan wajah terkejut.
"Eh! Agam, kenapa?" Miu sedikit memekik kaget melihat minuman yang dibawa lelaki itu tumpah. "Itu panas loh! Tangan lo kebakar?"
Lelaki bernama Agam itu mengalihkan tatapannya dari Abel, menatap Miu dengan wajah antara panik dan terkejut. "Ma-maaf, Bu. Agam nggak fokus."
Abel mengangkat alisnya. Cara bicaranya manis. Ia melirik ke arah Miu yang memasang wajah bingung. Perempuan itu juga meliriknya dan mendengkus.
"Nggak fokus kenapa, Gam? Kaget ya ketemu nenek sihir yang di situ?"
"Enak aja lo nenek sihir. Adek cantik!" bantah Abel, mengerling genit pada Agam yang menatapnya lekat dengan ekspresi tak terbaca.
"Adek, adek! Dia lebih muda dua tahun dari kita. Nggak usah sok muda lo!" omel Miu.
Agam tidak menyahut, mengambil kain lap dari troli dan mengelap tumpahan minuman di meja dan meneruskan pekerjaannya. Wajah lelaki itu berubah sedikit muram sambil meletakkan minuman dan camilan di meja. Sementara, Abel mengamatinya dengan wajah heran.
"Agam udah punya pacar belum?" tanya Sara tiba-tiba membuat Agam menatapnya terkejut.
"H-hah?"
"Punya pacar nggak? Kalau nggak punya, ini ada tante girang butuh pacar," kata Sara mengedik pada Abel yang mendengkus.
"Dibilang gue masih adek ya! Adek!"
"Kalau sama Kak Aaron, iya lo adek-adek! Sama Agam ya tante-tante lah!" cerocos Miu membuat Abel mendelik.
"Ngapain jadi Aaron sih, nyet?" protes Abel kesal.
"Kenapa? Risih? Berarti belum move on dong?"
"Kalau gue nggak inget laki lo, udah gue gedik kepala lo!" omel Abel, melirik wajah Agam yang semakin muram.
"Agam permisi ya, Bu," pamit Agam sopan pada Miu, melirik pada Sara dan Nessa sambil mengangguk sopan, tetapi tidak mau melirik Abel.
Lelaki itu kemudian meninggalkan ruang tamu, diikuti tatapan bingung Abel yang merasa dicueki. Lah, kenapa laki-laki itu?
"Lo bertiga anjing sih! Itu ART lo nyuekin gue gara-gara lo ledekin, dodol!" omel Abel berdecak.
"Itu mah, karena muka lo kayak tante-tante. Takut dia!"
Abel mendengkus, meneruskan percakapan mereka yang tertunda karena kedatangan Agam. Abel sesekali kembali mengganggu Selena di gendongan Sara, atau Sadewa di gendongan Miu. Sudah lama sekali mereka berempat tidak berkumpul untuk mengobrol bersama. Kalau dulunya mereka sering berkumpul di apartemen Miu, sekarang mereka berkumpul di penthouse-nya bersama dengan dua bayi gemas yang rasanya ingin Abel culik saja.
"Eh, gue mau ke toilet bentar," kata Abel, beranjak bangkit dari sofanya.
"Sono, jangan beser di sini!" celetuk Nessa membuat Abel menyempatkan diri untuk menonyor kepalanya sebelum kabur menuju kamar mandi.
Ia masuk ke dalam, menyelesaikan urusannya dan mencuci tangannya. Abel menyempatkan diri untuk merapikan rambutnya yang baru dipotong sebahu, merapikan blus rajut krem yang ia temukan di lemarinya dan menatap penampilannya. Ia kelihatan kasual dan tetap cantik seperti biasanya. Puas mengamati dirinya, Abel keluar dari kamar mandi, terkesiap saat tanpa sengaja menabrak tubuh seseorang yang hendak masuk ke dalam kamar mandi.
"Eh, sorry!" kata Abel spontan, mendongak sedikit untuk menatap sosok lelaki yang ia tabrak. Agam, tentu saja.
Lelaki itu lebih tinggi dari Abel, memasang wajah merengut saat mata mereka bertemu. Kenapa dia? Suasana hatinya buruk?
Abel memberi senyum formal, hendak beranjak pergi saat lelaki itu memanggilnya.
"Kak Abel."
Abel menghentikan langkahnya, menatap lelaki itu dengan wajah bertanya. Kenapa ia tahu namanya? Perasaan tadi, Abel sama sekali tidak menyebutkan namanya. Agam menatapnya lama, tidak bicara sama sekali seakan menunggu Abel mengatakan sesuatu. Aneh. Padahal, dia yang memanggil.
"Kenapa ya?" tanya Abel akhirnya dengan wajah bingung.
Raut wajah Agam langsung berubah kecewa. Ia merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah sticky notes yang dilipat rapi bersama dengan beberapa lembar uang. Abel mengerutkan keningnya, membiarkan Agam menarik tangannya dan meletakkan sticky notes di telapak tangan Abel. Lelaki itu beranjak masuk ke dalam kamar mandi dengan wajah kecewa.
Alis Abel bertaut, merasa antara tersinggung dan kesal. Apa-apaan ini?
Ia membuka sticky notes itu. Ada logo hotel dan nama hotelnya di sana. One Fine Day Hotel. Lalu, tulisan tangannya juga ada di sana, lengkap dengan inisial namanya. Mata Abel langsung mendelik lebar menyadari siapa lelaki itu. Nama lelaki itu langsung tertulis jelas dalam benaknya begitu ia tersadar siapa sang lelaki yang memasang wajah merengut itu.
Bukan Alam, tapi Agam. Nama lelaki yang Abel tarik ke ranjang bersamanya. Agam Pangestu.
Note:
Bel, bel. Ketar-ketir ga lu
DU LIEST GERADE
No Strings Attached
RomantikLengkap✅️ [MATURE] Arabella Luda bukan pembuat keputusan yang baik saat ia sadar. Apalagi saat ia setengah tidak sadar. Dan karenanya, mau tak mau Abel harus terlibat dengan Agam Pangestu, brondong tampan dengan tubuh bongsor yang ia renggut kali pe...
