Lengkap✅️
[MATURE]
Arabella Luda bukan pembuat keputusan yang baik saat ia sadar. Apalagi saat ia setengah tidak sadar. Dan karenanya, mau tak mau Abel harus terlibat dengan Agam Pangestu, brondong tampan dengan tubuh bongsor yang ia renggut kali pe...
"Anjir, ini kalau gue jual bisa beli rumah nggak sih?" gumam Abel saat menemukan Hermes Birkin 35 di lemarinya.
Itu milik Miu, dihibahkan pada Abel karena yang punya tidak suka ukurannya. Abel ingat, Miu juga pernah memberikan tas yang sejenis pada Sara dan Nessa, tapi keduanya memilih ukuran kecil. Yang besar-besar dilemparkan kepada Abel karena ia suka membawa banyak barang.
Lalu, ada tas Delvaux dari Aaron, Celine dari Rasen sebagai sogokan supaya menolak diajak ke kelab malam oleh Miu, Michael Kors yang Miu dapat sebagai hadiah tapi tidak mau ia gunakan dan diberi kepada Abel, juga beberapa brand lain.
"Gue temenan sama Miu selama ini udah jadi orang kaya sebenernya," gumam Abel lagi sambil membereskan tas-tas mahal yang ia terima. "Birkin gue jual deh, ngeri juga diperiksa audit kantor kalau gue pakai beginian."
Abel membuang dua tas tanpa merk yang ia beli. Tas itu sudah rusak dan mengelupas kulitnya. Ah, jauh sekali bedanya dengan pemberian Miu, Aaron atau Rasen. Hermes Birkin 35 yang ia dapat dikeluarkan dari lemari, akan dijual entah kepada siapa. Ibu pejabat mungkin? Entahlah.
Ia meletakkan tas itu di ranjangnya, beralih ke meja dan menemukan separuh buket bunga pengantin milik Miu yang ditangkapnya dua tahun lalu. Mungkin sudah lebih dari dua tahun. Abel tak begitu ingat.
Ia mendengkus geli, membenarkan letak buket bunga itu di meja bacanya. Mungkin ia akan membuangnya. Abel yakin, Miu tidak akan marah jika ia buang buket itu. Lagi pula, Abel sudah hampir tidak ada lagi niatan menikah.
Di meja bacanya, ada juga beberapa kotak perhiasan. Dari Aaron semuanya. Ada gelang dari Gucci, anting-anting dari Dolce & Gabbana, gelang Cartier, gelang lagi tapi dari Dior ... Abel mengatupkan mulutnya.
Lupakan saja soal membuang pemberian Aaron. Laki-laki itu kaya raya dan semua pemberiannya tidak sanggup Abel buang. Mungkin, kalau Abel tak punya uang, akan ia jual dengan harga miring. Atau bisa saja Abel gadaikan barang-barang ini.
Pada akhirnya, Abel hanya berberes kamar, membersihkan debu dan merapikan letak barang-barangnya yang berantakan. Abel hanya membuang dua tas rusak yang ia beli sendiri, aksesoris murah yang sudah karatan yang juga ia beli sendiri, juga sampah-sampah tidak penting di kamarnya.
Pantas saja rekan sekantor Abel sering bertanya-tanya Abel ini anak orang kaya atau bukan. Ia baru sadar, ia kelihatan kaya gara-gara hadiah-hadiah yang diterimanya. Sudut bibir Abel terangkat, membentuk senyum geli.
Walau sakit hati, ada hikmahnya juga Abel pacaran dengan Aaron. Paling tidak ia punya koleksi barang mewah sekarang.
Abel menyelesaikan kegiatannya, melemparkan tubuhnya ke ranjang untuk membaca novel. Perempuan itu tidak ada niatan sama sekali untuk membuka ponselnya. Lagi pula, tidak akan ada yang mencarinya. Ia sudah menelepon orang tuanya kemarin, mereka tidak akan mencarinya lagi hari ini karena mengira Abel tidur. Lalu, Abel juga tidak mau membuka ponselnya karena tidak berniat melihat pesan-pesan dari nasabahnya yang menanyakan tentang pekerjaan di hari Minggu cerah ini.
Ia hanya mau menikmati waktu santainya tanpa diganggu.
Sambil menyetel musik dari pemutar piringan hitam yang ia beli dengan harga miring di toko antik tepi sungai, Abel membuka lembaran novelnya dan mulai membaca. Namun, sebelum mulai membaca, kepala Abel kembali memutar ingatannya tentang semalam.
Ia hampir lupa jika ia kehilangan kegadisannya. Bekas-bekas yang ditinggalkan lelaki itu saja masih belum hilang. Bahkan di lehernya juga ada dan banyak sekali. Pantas saja sopir taksi online yang mengantarnya pulang ke kosnya menatap Abel dengan tatapan antara sinis dan mengejek.
Ngomong-ngomong, lelaki itu sudah bangun belum ya? Sekarang sudah pukul sepuluh pagi. Dua jam lagi, ia akan dibangunkan cleaning service hotel supaya segera check out dari hotel itu. Abel mencoba mengingat wajahnya, tetapi ingatannya yang pendek itu hanya menangkap rambut pirangnya dan suaranya yang perlahan sudah Abel lupakan bagaimana bunyinya.
Laki-laki itu memperlakukan Abel dengan baik, penuh sopan santun awalnya, sampai ia terbawa arus dan jadi kurang ajar. Yah, kurang ajar dalam hal yang menyenangkan. Abel mendengkus geli, menggeleng sambil mulai membaca bukunya. Ada sedikit gelisah, tetapi Abel yakin ia akan baik-baik saja. Ia sudah minum postpil dan juga memberi kompensasi untuk lelaki yang katanya ia renggut keperjakaannya. Abel tidak yakin juga lelaki itu masih perjaka, tetapi ia tidak boleh berprasangka buruk juga mengingat laki-laki itu sopan sekali padanya.
Tapi, nama dia apa sih? A? Ariel? Agus? Alam? Ah, kayaknya Alam deh.
Yah, apa pun nama laki-laki itu, Abel yakin mereka tidak akan bertemu lagi.
Note:
Gue up deh satu lagi biar cepet wkwk
Kalau di karyakarsa tampilan stlh beli nanti gini ya
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Klik aja tulisan biru itu, langsung kebuka.
Terus halaman dedikasinya nih, gue mau pamerin ini
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Selamat membaca muda-mudi pecinta fiksi seperti aku😘