【35】Terguncang

Mulai dari awal
                                    

Memang tidak pernah kasar atau marah-marah pada siapapun di kantor. Namun, Dara itu sepertinya typical wanita sosial atas yang tak terjangkau bagi pegawai macam dirinya. Intinya, mereka beda level.

Dara melanjutkan langkahnya menuju lift. Tidak ada lift khusus bagi direksi atau bahkan Chief Executive Officer sekalipun. Namun, sepertinya ada aturan tidak tertulis yaitu saat para petinggi berada di lift maka bawahan otomatis mengalah dan tidak ikut masuk. Itu sih tebakan Dara. Paling tidak, di beberapa kesempatan saat Dara berada di lift bersama Banyu maka karyawan mendadak tidak masuk dan ikut berjubel di dalam lift.

Kebetulan memang belum waktu istirahat siang jadi lift yang dinaiki Dara kosong. Syukurlah. Namun saat pintu lift akan menutup ada tangan yang menghalagi.

"Eh, maaf Bu," suara wanita terdengar agak kaget ketika melihat ternyata Dara yang berada di dalam lift. Wanita itu mundur selangkah karena dia sepertinya batal ikut masuk lift.

Memang sih Dara bukan atasanya, akan tetapi bisa dipastikan bahwa semua pegawai menghormati dirinya hampir sama saat berhadapan dengan bos mereka. Anggap saja sebagai privilege. Lagian tidak perlu membuat pengumuman karena pasti pegawai kantor Banyu tahu siapa Dara. The power of gossip.

"Tidak apa-apa. Masuk saja. Kamu kelihatan buru-buru," ucap Dara tenang.

"Hmm, terima kasih, Bu." Wanita itu sepertinya ingin menghindar tapi sekaligus enggan membantah perintah Dara. Maka dengan canggung dirinya ikut masuk lift.

Dara kadang tak habis pikir. Apa mukanya memang tampak sejutek itu? sangking penasarannya, Dara bahkan pernah memandang pantulan wajahnya sendiri di cermin cukup lama untuk memastikan. Perasaan, wajahnya biasa-biasa saja. Cantik sekali malahan, Eh.

Memang sih, Dara mengakui bahwa dirinya tidak begitu pandai bergaul dan membuka obrolan. Lebih sulit lagi jika berhadapan dengan orang baru. Pokoknya Dara bukan tipe tokoh protagonis yang loveable sehingga mudah disukai banyak orang.

Tak kenal maka ta'aruf, Eh... Tak kenal maka tak sayang. Dara setuju dengan ungkapan lawas itu. Orang yang tidak banyak bicara atau tak mudah tersenyum bukan berarti jutek. Lagian, bukankah aneh jika Dara sedikit-sedikit senyum. Bahaya, bisa disangka gila.

"Bu, Saya duluan," ucap wanita entah siapa namanya. Dia juga menganggukkan kepala sebagai bentuk kesopanan sebelum keluar dari lift.

"Iya," jawab Dara seadanya. Ruangan Banyu memang berada di lantai paling atas maka tentu pegawai itu keluar duluan.

Dara tidak berminat untuk mencari tahu nama wanita itu yang pastinya tertera di layard ID card yang dipakainya. Tidak penting juga. Wanita dengan rambut panjang agak bergelombang itu cantik apalagi dia punya tahi lalat di dagu kanannya. Kebetulan yang membuatnya makin terlihat menarik saat dipandang. Dara jadi ingat cerita Kenneth tentang pengaruh letak tahi lalat yang bisa berdampak baik atau buruk dalam kepercayaan Chinese.

Tak lama pintu lift terbuka di lantai yang dituju Dara. Tempat ini lebih sepi dibandingkan di lantai bawah. Di kejauhan tampak Kinanti sudah berdiri menyambutnya. Suara dering handphone menghentikan langkah Dara.

"Halo Mas," ucap Dara saat mengangkat panggilan teleponnya.

"Kata Yudis, kamu ke kantor."

"Iya, ini baru sampai. Kenapa? Dara nggak boleh ke kantor lagi? Dara pulang deh kalau gitu."

"Mulai lagi dramanya."

Dara tergelelak pelan terlebih dahulu. "Mas Banyu sudah selesai tinjau proyeknya?"

Prambanan Obsession (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang