Mereka tidak terlalu repot mengurus kepindahan, Jaebum sudah memberikan pekerjaan ini pada sekretarisnya agar membereskan semuanya, alhasil rumahnya sudah layak huni tanpa perlu bersusah payah.

Jaebum hanya menunjuk satu kamar di lantai atas, mengatakan bahwa seulgi bisa menggunakan kamar itu, sedangkan dirinya lebih memilih kamar yang ada di lantai bawah.

"bagaimana? Kau suka kamarnya?" tanya Jaebum sambil menyilangkan kedua tangannya dan bersandar di ambang pintu kamar Seulgi.

Seulgi yang berada didalam kamar sambil meletakkan pakaiannya kedalam lemari hanya mengangguk "iyaaa... kamarnya bagus dan luas, bagaimana dengan kamarmu?" tanyanya.

"biasa saja"

"bagaimana kalau kita tukaran" tawar Seulgi, dia benar-benar tak enak hati mendapatkan kamar besar di rumah ini, mengingat Jaebum yang menghamburkan banyak uangnya untuk membeli perabot dan rumah tapi justru tidak mendapatkan kamar terbaik.

Jaebum mendecih "kenapa harus tukaran? Lagian aku akan sering tidur di kamarmu"

Seulgi melemparnya dengan bantal "jangan bermimpi" umpatnya tiba-tiba.

Tawa Jaebum pecah ke udara, dia menangkap bantal yang dilemparkan Seulgi padanya sambil terus menggodanya dengan kalimat-kalimat aneh "waktunya untuk memiliki bayi yang lucu dan menggemaskan seperti yang kau inginkan.... Aku akan mewujudkannya untukmu"

Seulgi semakin melotot "APA YANG KAU PIKIRKAN?"

Dengan wajah santai Jaebum meninggalkan lantai atas, tapi suaranya masih samar-samar terdengar ketika menuruni tangga "kau harus bersiap mulai malam ini"

"AKU TIDAK MAU..." Seulgi masih saja berteriak.

Tak ada balasan dari Jaebum di lantai bawah, laki-laki itu hanya melirik ke lantai atas kemudian membuka pintu teras, warna biru dari air kolam terpancar indah, mereka juga bisa melihat bintang-bintang bersinar jika tidak sedang hujan, udaranya sangat-sangat menyejukkan dikarenakan banyaknya pohon dan tanaman di halaman itu.

Laki-laki itu duduk di salah satu kursi kayu ketika suara Seulgi menggema memenuhi ruangan lalu semakin mendekat, Jaebum menoleh ketika pintu teras terbuka "aku lapar" ujarnya sambil mengelus perutnya.

Jaebum terdiam beberapa saat kemudian bersuara "mau kumasakkan sesuatu?"

"tidak" Seulgi menggeleng dengan cepat, dia hanya ingin makan malam tanpa perlu melakukan hal yang merepotkan "aku akan pesan makanan diluar, sekalian aku ingin membicarakan sesuatu"

Pengantar makanan datang dengan cepat, mereka duduk berdua di teras belakang sambil menikmati makan malam yang lumayan banyak seulgi pesan karena dia benar-benar lapar.

"cepat katakan....! Kau ingin membicarakan apa memangnya?" ujar Jaebum memulai sambil menyeruput minumannya, sangat penasaran, tak sabar ingin mendengar apa yang akan Seulgi katakan.

Seulgi berdehem kecil, dia tiba-tiba saja menghentikan makanannya dan memperbaiki posisi duduknya sambil terus melirik pada Jaebum "tidak terlalu penting sebenarnya, ini bukan sesuatu yang mendesak....Tapi aku benar-benar ingin tahu pendapatmu"

"apa?" Jaebum semakin penasaran.

"tentang rumah ini, apa aku bisa datang membawa teman?" tanya Seulgi dengan suara agak ragu juga takut.

Jaebum menyipitkan matanya, semakin penasaran "memangnya siapa yang mau kau bawa datang berkunjung?"

"kemarin temanku menelpon, dia minta ketemuan karena kami sudah sangat jarang ketemu, apalagi aku malas keluar jadi mungkin hari ini aku bisa menyuruhnya datang kesini saja"

"siapa memangnya?" tanya Jaebum masih saja penasaran, Seulgi biasanya akan langsung menyebut nama orang yang dia maksud, tapi ini kenapa kedengarannya bertele-tele sekali.

"jimin"

Entah apa yang terjadi, Jaebum tidak terlalu suka mendengar nama itu, membuat perasaannya berubah menjadi buruk, makanannya rasanya menjadi hambar, dia tak jadi melanjutkan makanannya, menyisahkannya dengan porsi banyak lalu menatap seulgi dengan tampang tak suka "bisakah kita memperjelas tentang ini?"

Seulgi sama sekali tak mengerti kemana arah pembicaraan itu.

"kau dan Jimin sebenarnya punya hubungan apa?" Jaebum menanyakannya tanpa filter, sudah dari lama dia ingin menanyakan ini meskipun berkali-kali Seulgi menjawab bahwa mereka hanya berteman, jawaban itu masih belum membuat Jaebum puas "aku ingin kau jujur..... seberapa penting dia dalam hidupmu sebenarnya sampai kau sempat-sempatnya menyebut namanya ketika kau sedang menikmati makan malam bersama suami yang sedang duduk di depanmu?"

"huh? Apa aku salah?" tanya Seulgi lagi semakin tidak paham "aku hanya ingin mengajaknya ke rumah, jadi aku meminta izin padamu"

"kau tidak menjawab pertanyaanku"

"kami hanya teman..... Tak ada hubungan spesial seperti yang kau pikirkan"

"aku tidak percaya ada perempuan dan laki-laki yang bisa berteman, gosip kalian dulu selama kuliah sudah tersebar kemana-mana sampai aku sendiripun mendengarnya, semua orang berpikir kalian pacaran, tidak ada hari tanpa Jimin disekitarmu, kau selalu tertawa setiap berada didekatnya.... Kau pikir aku tidak memperhatikanmu selama kuliah?"

Seulgi terdiam, pengakuan yang tiba-tiba itu membuatnya kehabisan kata-kata, apa? Jaebum memperhatikannya selama kuliah? Yang benar saja, itu tidak sesuai apa yang terjadi sebenarnya, Seulgi ingat betul selama kuliah dia hanya beberapa kali berpapasan dengan Jaebum, hanya ada beberapa momen dan 1,5% intensitas pertemuan mereka, tidak ada alasan bagi Jaebum memperhatikan Seulgi, mungkin saja itu hanyalah omong kosong.

Jaebum hanya menghembuskan napas panjang karena Seulgi tak kunjung menjawab, dia mengangkat jarinya dan memperlihatkan cincin pernikahannya yang tak pernah dia lepas sekalipun dibandingkan Seulgi yang sangat jarang memakai cincinnya "seharusnya sekarang kau paham bahwa hanya ada aku dan tidak boleh ada laki-laki lain"

"apa sih....."

"aku suamimu"

"iya aku tahu" jawab Seulgi dengan malas "apa aku salah mengajak Jimin datang berkunjung, kami tidak lebih dari teman..."

"bagaimana kalau aku tidak mengizinkan?"

"kau kenapa sih?"

********

PROMISE (Jaebum X Seulgi) Where stories live. Discover now