Asra

31 5 2
                                    

Momen, ya?

"Aku 16 tahun hidup di dunia. Aku sudah sering melewatkan momen semacam itu. Aku gak keberatan melewatkan satu lagi."

Ujaran itu keluar begitu saja dari mulut seorang gadis, diikuti lambaian tangannya, sudahlah.

Lelaki dihadapannya menatap lamat gadis itu sepersekian detik sebelum gadis itu hilang dari bingkai pandangnya. Dia diam sejenak sebelum kemudian kembali mengumpulkan atensinya pada ponsel di genggaman tangan. Sedikit helaan nafas super pelan terdengar darinya.

Sementara itu si gadis duduk kembali pada bangkunya, menenggelamkan wajahnya pada lipatan lengan. Dirasakannya mata dan nafasnya yang panas. Ingatan itu kembali, membuatnya kecewa lagi, untuk entah berapa kalinya. Tangisan itu tak tertahan keluar begitu saja melalui bulir liquid bening yang langsung merembes pada lengan pakaiannya.

Kelas riuh, belum ada guru yang hadir. Tiada kendali di sini. Suara-suara keras itu membuat tiada yang menyadari isak tertahan gadis dengan bekas luka di belah bibirnya itu.

Hingga beberapa menit setelahnya kelas tiba-tiba hening. Merasa suara dengan nada khas memenuhi pendengarannya, gadis tadi segera mengelap dan menghilangkan bukti tangisnya, mengangkat kepala. Dilihatnya guru yang terlihat bersemangat di depan.

"Kamu sakit, Sra?" pertanyaan itu membuat yang dipanggil menoleh.

Gadis tadi, atau lebih nyaman disebut Asra itu tampak menggeleng, "Enggaklah. Secara fisik aku sehat."

Teman sebangkunya mengangguk paham. Tidak bertanya lagi.

Dengan berat hati Asra mengikuti pembelajaran, sesekali turut menjawab pertanyaan guru. Meski hatinya sesak ia tetap memikirkan nilainya, tidak menyiakan kesempatan untuk mendapat nilai tambahan.

Hingga pelajaran ditutup.

Helaan nafas kasar keluar dari mulutnya. Dia kembali menenggelamkan wajahnya pada lipatan lengan. Tangisnya tadi seakan dihentikan paksa, dia masih merasakan perih pada hati kecilnya.

Sebutlah ia cengeng. Gadis itu tak akan peduli. Sudah khatam sejak sekolah dasar ia dikatai banyak temannya. Dia tak pernah lagi merasa gentar hanya karena gertakkan apalagi sekedar ejekan. Sudah kebal dia.

Satu-persatu teman kelasnya pamit, menyisakan ia seorang diri di dalam kelas dengan beberapa tas yang memang pemiliknya hanya sedang berkeliaran, belum pulang.

Masih membiarkan dirinya larut dalam lamunan kekecewaannya, ia tak tertarik untuk segera pulang. Dia masih membiarkan seluruh air matanya berpindah pada lengan baju, tak peduli matanya akan bengkak, apalagi peduli dengan keadaan sekelilingnya.

Suara langkah bersepatu yang mendekatinya tanpa ragu, juga panggilan yang menyapa. Asra tidak merasa harus mengangkat wajahnya barang satu centi.

"Sra," panggilan yang cukup familiar di telinga Asra.

Deheman Asra terdengar sebagai jawaban.

Orang yang sebelumnya memanggil diam, membiarkan keheningan menemani sejenak.

1 detik

2 detik

3 detik

Satu menit hening, Asra merasakan sesuatu yang dingin menyapa permukaan belakang kepalanya yang terlapisi. Mengernyit kesal, dengam sedikit berat hati mengangkat wajahnya.

"Maaf, soal tadi," ucapan itu menyapa tepat saat Asra mengangkat wajahnya.

Asra menatap sangsi lelaki yang mengucap maaf itu, lelaki yang bicara mengenai momen beberapa jam lalu, "Hah? Maaf?"

Couple Cute SceneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang