Intinya aku ingin segera memejamkan mataku kembali, tidur seharian sepertinya lebih nikmat. Kulangkahkan kakiku kekamar dengan tidak sabaran lalu menutup pintu dengan keras, biarlah semua orang tahu kalau aku sedang kesal, tidak ingin diganggu, dan jangan sampai mengganggu.

Hari ini aku benar-benar tidur sampai jam menunjukkan pukul setengah enam sore, aku memutuskan untuk segera mandi dan berganti baju, rasa lapar mulai menghampiri. Ingin turun kebawah untuk makan tapi gengsiku yang setinggi langit tidak bisa diturunkan, akhirnya aku hanya memakan camilan yang biasa aku simpan didalam kamar sambil menonton drama korea di laptop.

Adzan maghrib berkumandang, aku mem-pause sejenak dramaku sambil merenggangkan tubuh, setelah adzan selesai aku kembali menonton sampai sekitar jam setengah delapan aku dilanda rasa haus, berhubung dikamar tidak ada air minum mau tidak mau aku harus kebawah untuk mengambil minum.

Menurutku rasa lapar mungkin bisa ditahan tetapi rasa haus sangat sulit untuk ditahan maka dari itu aku memutuskan untuk beranjak dari kasur dan turun ke dapur. Ditangga aku melihat sebentar keadaan dibawah, dan nyaliku langsung menciut saat semua anggota keluarga ada disana ditambah satu lelaki yang membuatku kesal dua hari ini, siapa lagi kalau bukan Valeron. Ia duduk disana bersama Ayah, Bunda, dan Alden sambil memakan kuaci dengan segelas es jeruk yang menambah rasa hausku.

Ingin kembali keatas, tapi melihat betapa menyegarkannya es jeruk itu, akhirnya dengan rasa gengsi yang hilang sedikit aku turun melewati mereka langsung menuju ke arah dapur, aku mendengar Alden terkikik pelan, entah menertawakan apa, tapi aku tahu ia sedang menertawakanku. Memasang wajah datar aku mengambil minuman yang ada di freezer, tapi tidak ada satupun botol yang terisi air, hanya ada kecap manis, kecap asin, dan susu yang dari baunya saja pasti ini susu sapi murni dan aku tidak menyukainya.

Kesal, kututup pintu lemari es dengan keras membuat bunda menghampiriku dan memberikanku segelas es jeruk, awalnya aku berpikir untuk menolaknya karena gengsi, tapi rasa hausku tidak bisa ditolelir lagi, akhirnya dengan malu-malu aku menerima segelas es jeruk itu, bunda tersenyum.

"Udah marahnya?" Tanyanya, aku tak merespon, sibuk menghabiskan es jeruk yang sangat menyegarkan. "Vale mau bicara sama kamu loh Kak, dia nungguin dari siang tadi. Kamu ga keluar sama sekali dari kamar, kasihan dia." Kata bunda, aku meletakkan gelas yang sudah kosong dimeja makan, lalu menatap bunda.

"Seharusnya aku ga sih bun yang harus dikasihani?" Kataku datar. "Dia pengen minta maaf sama kamu, kan gara-gara dia kamu jadi ikut kena masalah," Bisik bunda. "Tapi aku ga nyuruh dia nungguin aku sampe malem, aku juga males ketemu dia." jawabku lagi. Bunda mendesah pelan, meletakkan kedua tangannya dibahu, "Kak,kasih kesempatan dong buat Valeron jelasin semua masalahnya," Kata bunda membuatku mau tak mau menghampiri lelaki itu dengan tatapan tak suka dan mengajaknya untuk mengobrol di gazebo luar saja.

"To the point," Ucapku ketus. Valeron menatapku dengan kalem, kalo diibaratkan ia seperti sedang mengeluarkan sisi malaikatnya. Sorot matanya melembut. "Maafin gue kalo kemarin sempet bentak lo, posisinya mood gue lagi gabaik jadi gampang emosi," Katanya dengan nada suara rendah, seperti menyesal telah melakukan hal kemarin.

Aku menatap matanya, melihat ketulusan disana, kurespon dengan deheman, "Jadi di maafin engga?" Katanya dengan alis sebelah naik. "Lanjut," Kataku tak menghiraukan pertanyaannya barusan.

Valeron menghela napas pasrah, mengalah dengan gengsiku. "Untuk berita yang aneh-aneh tentang kita, gue juga minta maaf, tapi keadaannya kemarin emang ga memungkinkan. Manager gue bilang tiba-tiba kemarin gabisa jemput karena istrinya lahiran, dan kebetulan lo dateng mau jemput Alden kan? Akhirnya Alden nawarin gue duluan buat pulang sama lo, tanpa sepengetahuan lo. Untuk masalah berita yang gue dianggep jadi bagian dari kaum lgbt lo percaya? Itu ga bener Mon, apalagi Alden juga jadi ikut kena masalahnya, gue kayaknya banyak bikin kalian repot, sekali lagi gue minta maaf ya," Jelasnya panjang lebar sambil sesekali menggaruk pelipisnya membuatku sedikit bersimpati dengan seluruh masalahnya.

"Iyasih, bikin repot banget keluarga aku," Ucapku ketus. Ia menghembuskan napasnya merasa bersalah. "Terus kamu mau selesai-in gimana masalah ini," Tanyaku kemudian.

"Habis kejadian manager gue langsung telpon gue buat konfirmasi, dia bilang kalo masalah ini harus diselesain secepatnya karena ini menyangkut nama baik gue juga nama baik lo sama Alden, terlebih kalo gue gagal nanganin masalah ini papa bakal narik gue ke Singapur buat lanjutin bisnis keluarga daripada ngurusin masalah ga jelas ini." Jelas Vale, aku mengangguk paham.

"Conference Pers-nya kapan?" Tanyaku lagi. "Kurang lebih 3 hari dari sekarang," Jawabnya, aku mendelik. "Kenapa ga besok aja?" Desakku.

Valeron menghembuskan napasnya lelah, "Gini ya Mon, manager gue baru kemarin istrinya lahiran, gue juga baru pulang dari Singapura, otomatis gue masih capek apalagi ditimpa masalah kayak gini, terus conference pers itu harus lihat situasi juga, buat jawab pertanyaan wartawan yang kadang menjebak itu bukan hal yang mudah Amona," Jelasnya dengan menatapku dalam agar aku mengerti.

Yang kulakukan untuk meresponnya hanya dengan deheman dan anggukan kepala.

"Yang tadi di maafin ngga?" Tanyanya kali ini dengan nada serius. Mata tajam nya menatapku. "Yang mana," Jawabku sok-sokan tidak tahu. "Pas gue ga sengaja bentak lo," Kata Vale. Aku menahan senyum yang akan terukir kemudian menggeleng. "Yaah, kok gitu." Gerutunya menampilkan ekspresi cemberut.

Physical Attack √Où les histoires vivent. Découvrez maintenant