Keris Taming Sari

Start from the beginning
                                    

Kini aku bisa melihat ada puluhan Siluman yang datang. Mereka bisa mengancurkan perisai yang kubuat. Macan Putih tak akan bisa menahan mereka. Aku memintanya pergi, dari pada ia mati.

"Kamu gak bakal sanggup melawan mereka sendirian. Panggil Nyi Ambar ke sini!" Mas Cakra bertolak pinggang sembari merapal mantra yang membuat tubuh ini tak bisa bergerak.

Para Siluman tertawa sembari melayang ke arahku. Kubalas cekikikan mereka dengan senyuman. "Mas yakin mereka bisa nyentuh saya?" ucapku. Salah satu siluman berusaha mencakarku dengan kukunya, tapi ... Keris Taming Sari lebih dulu menusuk tubuhnya hingga roboh.

Mas Cakra mengubah targetnya. Bukan aku, melainkan ayah. Siluman Monyet yang menjaga tubuh ayah tak sanggup menghadapi pasukan Siluman. Bergegas aku meminta Keris Taming Sari melindungi ayah. Tak menyadari ada Siluman Kerbau yang menyerudukku dari belakang.

Tubuh ini terdorong ke depan dan ditangkap oleh Mas Cakra. Ia langsung mencekikku, "Kasian ayah kamu, El. Pas dia balik harus liat anaknya mati."

"Saya bakal siksa kamu dulu, El," imbuhnya, sembari mengangkat tubuh ini, lalu membantingku ke meja. BRUG! ARGH! Rasanya sakit sekali.

Belum sempat untuk bangkit, Mas Cakra berniat menginjak perutku. Beruntung aku bisa menahannya dan memelintir kakinya hingga ia terjatuh. Saat aku berusaha bangkit, ada Siluman Ular yang melilit tubuh ini.

Aku merapal mantra dan menyentuh tubuh Siluman Ular, membuatnya menggeliat kepanasan. "Saya gak bakal semudah itu kalah, Mas," ucapku seraya bangkit.

Mas Cakra duduk bersila dan menutup mata. Tak lama kemudian, aku bisa merasakan ada energi yang besar sedang menuju ke sini. Ada ratusan bahkan ribuan makhluk gaib yang datang, mulai dari Kuntilanak, Pocong serta para penjaga dari orang yang ditumbalkan. Entah kenapa aku agak dejavu dengan situasi seperti ini.

Mas Cakra membuka mata, "Apa kamu sanggup melawan mereka, El?" ucapnya, lalu bangkit dan tertawa kencang.

Melawan puluhan Siluman saja aku sudah kewalahan, apalagi ribuan makhluk gaib. "Ayah! Ayah!" Harapan satu-satunya adalah meminta bantuan ayah.

Sukma ayah kembali ke tubuhnya. Ia langsung menatapku yang berdiri dengan luka berdarah di tangan. "Kamu gak apa-apa, El?" tanyanya.

"Gak apa-apa, Yah. Tapi liat deh," balasku sambil menunjuk ke belakang Mas Cakra.

Ayah mengembalikan Keris Taming Sari padaku. Kemudian ia memanggil Raja Siluman Monyet dengan pasukannya dan mengeluarkan pedang pusaka dari dalam tubuhnya. Pedang pusaka yang terbuat dari emas, yang selama ini melindunginya.

Para makhluk gaib itu pun mulai menyerang. Sementara Mas Cakra malah duduk santai melihat aku dan ayah yang lumayan kewalahan. Puluhan dari mereka sudah mati terkena tusukan keris dan tebasan pedang.

Brug!

Ayah terjatuh karena serangan dadakan dari Mas Cakra. Puluhan makhluk mulai mengerubunginya. Hal itu membuat konsentrasiku pecah, hingga tak sadar ada serangan mendadak dari Mas Cakra.

Brug!

Aku terjengkang ke belakang. Ada satu Siluman berhasil mengigit jempol kaki dan mengisap energiku. "Ayah!" panggilku, tapi ia tidak menyaut. Sementara energiku sudah mulai terkuras.

Sebuah selendang merah menghempaskan para makluk yang mengerubungiku dan ayah. Selendang milik Nyi Ambar, "Maaf saya terlambat," ucapnya.

"Akhirnya kalian datang juga!" ucap Mas Cakra. Aku melirik ayah, di sampingnya sudah ada Ki Kendil. Kali ini sangat yakin bisa mengalahkannya.

Nyi Ambar mengibaskan selendangnya, hingga tercipta angin kencang. Sementara Ki Kendil membentur-benturkan tongkatnya ke lantai, hingga tercipta gelombang suara yang memekakan telinga. Pasukan gaib Mas Cakra pun berhasil dipukul mundur.

"Mari kita mulai," ucap Mas Cakra seraya melepaskan sukmanya. Ki Kendil dan Nyi Ambar langsung berhadapan dengannya. Sementara aku dan ayah berhadapan dengan pasukan gaib miliknya.

Keris Taming Sari berputar-putar kencang di atas kepalaku, menciptakan pusaran angin untuk melindungi tubuhku. Kini tak ada satupun yang berani mendekat, karena ganjarannya adalah kematian.

Nyi Ambar berhasil mengikat Sukma Mas Cakra dengan kainnya. Sementara Ki Kendil menghajar sukma itu berkali-kali. Aku bisa melihat ada darah segar ke luar dari mulut Mas Cakra. Sebentar lagi ia pasti akan tumbang.

Sukma Mas Cakra berhasil meloloskan diri dan kembali tubuhnya. Kemudian ia duduk di lantai sembari memukul tanah berkali-kali.

Dug!
Dug!

Tanah ini seakan-akan bergetar. Aku bisa merasakan ada energi yang sangat besar mendekat. Seekor Kera Putih berukuran besar terlihat berjalan jingkrak sambil tertawa-tawa. Sosok itu mengenakan Zirah berwarna perak dan membawa tongkat berwarna emas.

Nyi Ambar dan Ki Kendil bergerak mundur. "Itu apa, Nyi?" tanyaku.

"Bentuk Leak tingkat tinggi yang berasal dari Gunung Agung. Leak itu hanya bisa dipanggil oleh orang yang memiliki tingkatan cakra tertentu," jelas Nyi Ambar.

Jadi inilah alasannya ia dinamakan Cakra. "Apa dia kuat?"

"Sangat kuat. Saya sendiri tidak yakin bisa menghadapinya."

Tok!
Tok!

Pandanganku teralihkan mengarah ke pintu. Siapa yang datang di saat seperti ini? Semoga saja itu bukan Pak Yanto. Ia bisa mati melihat semua ini.

"Ada orang!?" teriak seseorang dari luar.

Mas Cakra menatap tajam ke arah pintu. "Jangan masuk!" sahutku.

Kriet!

Wajah orang yang tak terduga muncul dari balik pintu. Alby! Mau apa ia ke sini?

BERSAMBUNG

Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now