Prolog

14 1 0
                                    

Bunyi orang memotong daging terdengar. Wajah datar yang dipenuhi bercak-bercak darah kering itu dengan santainya memotong jari jemari milik seorang pria yang tubuhnya sudah tidak utuh lagi.

Tangannya terbalut sarung tangan berlumuran darah kini meraih lengan yang sudah terlepas dari badan.  Mengiris daging manusia itu dengan lincah. Ia terlihat mahir melakukannya. Memotongnya berbentuk dadu, lalu memisahkannya ke wadah yang sudah berisi jari-jari milik korban.

Baginya, memotong daging manusia dan daging ikan tidak ada bedanya. Sama-sama gampang dilakukan.

Bau menyengat darah tidak menganggu pria itu dalam melakukan kegiatannya. Ia terlihat terbiasa dengan semua ini. Ini merupakan makanan sehari-hari baginya. Pekerjaan yang mudah bagi orang yang memiliki gangguan.

Darah masih terus mengalir dari meja ke ubin. Menggenangi ubin yang sudah becek akibat cairan kental dan lengket.

Mengerikan.

Bahkan, ia masih tidak terganggu dengan suara pintu yang didorong. Kemudian masuklah seorang pria, berdiri di samping temannya yang masih asik memotong daging manusia.

“Masih belum selesai?”

Hanya gelengan sebagai jawaban, pandangannya masih fokus mencincang daging di depannya.

“Aku akan membawa yang ini duluan. Kau lanjutkan saja,” lanjut si pria lalu mengambil kantung hitam yang entah isinya apa.

Lagi-lagi hanya anggukan yang diberikan pria itu.

Tatapan si pria berbaju hitam itu terarah pada kepala manusia di wadah tidak jauh darinya. Tatapannya seperti jijik, bahkan saat masuk saja ia sudah mati-matian menahan rasa mual akibat anyirnya darah.

“Kau belum membungkusnya?”

Tangan lihai itu berhenti sejenak setelah mendengar pertanyaan dari rekannya. Mata pria itu melihat sekilas ke arah wadah berisi kepala manusia yang sudah terputus.

“Belum,” katanya menjawab, lalu kembali membelah menjadi dua bagian daging didepannya.

“Baiklah. Aku pergi dulu,” pamit rekannya itu. Lantas ia berbalik untuk keluar dari ruangan yang menurutnya sudah seperti neraka.

“Dan ya, Martin!” langkahnya terhenti sejenak, berbalik badan untuk melihat pria yang bernama Martin. Martin nampak tidak menghentikan kegiatannya. Memandang punggung tegap itu sejenak. Terbesit dipikirannya betapa ngerinya Martin dalam hal potong memotong.

Martin dengar, namun ia tidak menanggapi apapun.

“Jangan lupa sebentar malam jam 9. Di tempat biasa,” lanjutnya mengingatkan.

“Tentu,” jawab Martin.

Lalu rekannya itu keluar dari ruangan, meninggalkan Martin sendirian.

Kepala yang sudah terlepas dari badan itu dibungkus dengan plastik, Martin membawanya dan menyimpan bersama beberapa bungkus plastik yang isinya daging cincang yang barusan ia potong. Memasukkan ke dalam kulkas dengan tumpukan plastik-plastik hitam lainnya.

Sarung tangan bekas darah itu dilepas lalu di buang ke tempat sampah. Setelahnya, ia berjalan keluar sesudah pekerjannya selesai. Biarkan saja algojonya yang membersihkan ruangan ini nanti.

To be continued.

Haiii, aku kembali dengan cerita baru yang tidak kalah menarik dan tertantang nihh. Jangan lupa komen kasih saran ygy....

Bye, see you!

The Killer [KARYAKARSA]Where stories live. Discover now