Chap 2; Act 1: Horizon

7 0 0
                                    

Laut memiliki atmosfer tersendiri, siapapun yang mengenal laut dengan baik tentu akan familiar dengan segala ketentraman khas itu. Aroma laut yang menyengat dan matahari yang hangat di kulit. Nyaman yang luar biasa tak bisa di deskripsikan, deru ombak turut melengkapi suasana yang tidak terburu-buru. Pelan dan luwes, waktu seakan terhenti, semuanya masuk akal untuk sejenak. Kakinya menyentuh pasir, digelitiki air pasang laut.

"Kakak!"

Surai hitam gadis mungil itu tidak bisa dipungkiri indahnya, tangan kecil halus melambai antusias. Secercah kebahagiaan membuncah, yang lebih tinggi tertawa ringan, beranjak dari duduknya.

"Jangan kejauhan dek"

"Kakak!" Tawa lepas.

"Kakak!"

"Kakak!"

"Kakak!"

Decitnya seperti kaset rusak. Dan deru laut semakin keras, dan gadis itu kian jauh dari genggaman nya, dan nafasnya menderu, sedikit lagi surai hitamnya menghilang dan semuanya mendadak –

-

"Aren"

Tersentak, gadis itu terbangun. Badan nya mendadak sigap, membuat kepala pening untuk sepersekian detik.

"Eh, iya bu?"

"Sudah ulangan nya?"

Masih linglung, Aren melihat sekeliling, tangan masih menggenggam rambut, membuat surainya acak-acakan "eh, iya, udah bu" jawabnya malu. Bu Dian mengangguk, lekas kembali berkeliling kelas.

Di sebelah bangku Aren, Agatha – cewek berambut pendek memakai zip-up­ hoodie hasil nyopet dari kakaknya – terkekeh pelan. Agatha menusuk bahu Aren, perempuan yang masih linglung itu mengerutkan dahi, setengah sebal. Betapa semakin sebalnya ia ketika melihat layar handphone Agatha, menampilkan fotonya yang sedang tidur pulas di atas laptop yang setengah terbuka, mana di foto itu ia sedang mangap. Dan terkirim di sebuah grup chat.

Sial.

"Anying, gak ada akhlak lu Tha", desis Aren, kakinya menendang sepatu Agatha.

Agatha tertawa sembari menepuk nepuk bahu Aren, "maaf sayang, cuma gc "kopyor" kok yang liat" kaki Agatha balas menendang nendang, ia kembali berkutat dengan handphone. Aren menimbang-nimbang apa ia harus menerkam Agatha sekarang atau setelah sekolah usai, namun kepalanya masih sakit sekali, jadi Agatha aman sementara.

Aren menatap layar gawainya sendiri, ia sudah menyelesaikan ulangan ekonomi 15 menit yang lalu jadi ia tinggal menunggu waktu habis, lebih tepatnya Aren sudah memasrahkan diri kepada Tuhan. Jarinya membuka aplikasi chat dan benar saja, ada beberapa notifikasi tidak terbaca dari grup bertuliskan "Kopyor" tersebut. Agatha asu.

[14.45] Gathaww: [picture]

[14.45] Gathaww: HAHAHAHAHA GUYS

[14.46] Chiiiuuuu: Parah banget agathaaa, astaga anak orang lagi tidur

[14.46] Fiolin Kitkat: SUMPAH LO

[14.47] Fiolin Kitkat: KATA GW SI GWS AJA YA, DIAMUK AREN GAK SIII

[14.47] Yura Yunaedi: tar

[14.47] Yura Yunaedi: [picture] GUE JADIIN WALLPAPER BDHDAJDHK

Aren mengangkat kepala perlahan, menoleh ke kanan, teman teman geng kopyornya itu sedikit terkekeh balik menatap Aren. Yura nyengir lebar, tangannya disatukan tanda minta maaf.

[14.56] Me: ASUUU LU SEMUA ANJENG

Ketujuh orang lain nya terbahak pelan di kursi masing-masing, baru Bu Dian hendak menegur, bel berdering nyaring. Kali ini mereka selamat, dari amukan Bu Dian dan dari amukan Aren. Kepalanya pening sekali, jadi ia cuma mengomel tidak jelas disambut hiruk pikuk teman temannya yang sibuk berbicara. Diam-diam pikiran nya berlayar kembali ke deruan ombak, aroma laut dan rasa pasir di bawah kakinya, sambil ikut tertawa renyah Aren membatin, ia butuh tidur lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MelancholiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang